Puluhan warga Kampung Buatan I dan Buatan II, Kecamatan Kotogasib, Kabupaten Siak, Riau melakukan aksi demo di Gedung DPRD Siak, Kamis (15/7/2021).
|
SIAK (CAKAPLAH) - Puluhan warga dari Kampung Buatan I dan Buatan II, Kecamatan Kotogasib, Kabupaten Siak, Riau melakukan aksi demo di Gedung DPRD Siak, Kamis (15/7/2021). Massa meminta perusahaan kebun kelapa sawit PT Wana Subur Sawit Indah (WSSI) agar diusir dan dicabut izin operasinya.
"Usir WSSI dari bumi Siak ini, kami sudah muak dibohongi, 20 tahun kami ditipu, kami ingin mereka hengkang saja," kata koordinator aksi Syafrizal, Kamis (15/7/2021).
Pendemo terus melakukan orasinya di depan Gedung DPRD Siak meminta pimpinan dewan untuk menemui mereka. Pendemo ingin mengadu tentang perbuatan PT WSSI terhadap warga tempatan yang dianggap sudah membodohi mereka.
"Mana anggota dewan? Sebelum datang kami tetap berdiri di sini sampai kalian carikan solusi untuk kami," kata para pendemo.
Setelah 30 menit berorasi, Ketua DPRD didampingi Wakil Ketua I Fairus dan anggota Komisi II Awaludin akhirnya mendatangi para pendemo. Fairus berhasil mendinginkan suasana, ia mengatakan akan menindaklanjuti aspirasi warga terkait konflik dengan PT WSSI.
"Persoalan WSSI ini kami di DPRD sudah lama mengamati. Memang sudah tidak benar perusahaan itu. Jangankan plasma, kebun inti mereka saja tidak digarap. Pokoknya kami di dewan akan pasang badan untuk masyarakat," kata Fairus.
Kemudian puluhan pendemo itu diajak berdiskusi di ruang hearing DPRD Siak untuk menjelaskan secara rinci apa yang diinginkan masyarakat terhadap PT WSSI.
Aksi warga itu dipicu oleh terjadinya konflik soal jatah lahan kebun plasma yang tak kunjung diberikan PT WSSI kepada warga tempatan. Padahal sesuai ketentuannya perusahaan perkebunan wajib membangun plasma 20 persen dari total konsesinya untuk petani lokal.
Tokoh masyarakat Kampung Buatan II, Thamrin mengatakan PT WSSI bahkan tidak mampu menggarap 50 persen dari total lahannya sesuai Izin Usaha Perkebunan (IUP) yang diketahui seluas 6.097 hektare.
"Sejak berdiri mereka tak pernah memperhatikan kami, sekarang kondisi lahan mereka sudah jadi hutan tak terurus. Kami ingin dicabut saja izinnya dan kembalikan saja lahan tersebut ke masyarakat," katanya.
Kemarahan memuncak saat warga mengetahui bahwa PT WSSI baru-baru ini mendapat Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) dari Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Riau untuk memanen kayu Akasia yang tumbuh di kawasan konsesinya seluas 1.577 hektare.
"WSSI sudah kelewatan, kemarin pihak WSSI mengadakan pertemuan dengan kepala kampung Buatan I, Buatan II, Sri Gemilang dan Rantau Panjang untuk membahas fee dari kayu Akasia yang akan dijual. WSSI menawarkan kepada pihak kampung akan mendapat Rp8.000 per ton, ini sudah tak masuk akal dan kami tolak. Kenapa mereka tidak memberikan pengelolaan kayu itu kepada koperasi, padahal mereka sudah bekerjasama dengan empat koperasi di Kotogasib," terang Thamrin.
Karena hal itu, warga meminta kepada DPRD untuk menghentikan aktifitas pemanenan kayu di kawasan PT WSSI itu, sampai masyarakat mendapatkan negosiasi dan kejelasan dari pihak perusahaan.
"Tolong Pak dewan tinjau ke lokasi agar perusahaan menghentikan aktifitasnya di sana sebelum konflik selesai, kalau tidak masyarakat ambil tindakan sendiri," ancam warga.
Menanggapi apa yang disampaikan warga, Ketua DPRD Siak H Azmi mengaku akan komitmen untuk menyelesaikan konflik antara warga dan PT WSSI. Bahkan Azmi sudah melayangkan surat kepada Polda Riau agar membackup dan mengamankan lokasi konflik.
"DPRD sudah melayangkan surat untuk Kapolda Riau meminta agar WSSI tidak melakukan aktifitas apapun di tengah konflik. Bahkan kami berencana hari Senin besok akan mendatangi DPMPTSP untuk meminta mencabut IPK WSSI itu, karena menurut kami IPK itu juga menjadi tanda tanya kenapa bisa diterbitkan," kata Azmi.
Azmi mengatakan akan memperjuangkan hak masyarakat yang diabaikan oleh PT WSSI. Terkait pemanfaatan kayu Azmi mendukung pengelolaan dialihkan kepada koperasi sebagai kompensasi atas tidak adanya plasma dari perusahaan tersebut.
"Kami paham seandainya ada plasma dibangun perusahaan itu maka masyarakat pasti sudah sejahtera sekarang. Tapi karena tidak adanya itikad baik perusahaan akhirnya warga marah itu wajar. Sekarang muncul IPK, artinya mereka masih akan menipu masyarakat dengan memanfaatkan hutan alam yang akan mereka jual, dan masyarakat tidak dapat apa-apa selama 20 tahun. Jujur saya geram mendengarnya. Apapun dan siapapun yang intimidasi saya tidak mundur, saya akan tuntaskan persoalan ini," katanya berapi-api.
Ternyata, Pemkab Siak juga telah mengajukan surat ke Menteri Pertanian RI dengan Nomor:590/BPT/IV/2021/140.0 itu meminta kepada Kementerian Pertanian RI agar meninjau ulang izin usaha perkebunan PT WSSI.
Alasannya, karena hingga saat ini perusahaan belum dapat memenuhi kewajiban-kewajiban sesuai dengan aturan yang berlaku sehingga menimbulkan konflik berkepanjangan di lapangan baik dengan masyarakat maupun dengan pihak swasta lainnya.
Salah satunya, seperti yang dikutip dari surat yang ditandatangani langsung oleh Bupati Siak Alfedri tersebut, PT WSSI hingga saat ini belum membangun kebun plasma paling sedikit 20 persen dari luas areal diusahakan.
Sebelumnya pada 23 Juni 2021 lalu, Bupati Alfedri juga menyampaikan langsung kepada Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Surya Tjandra, agar lahan konsesi PT WSSI dijadikan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).
Sebab menurut Alfedri, jika lahan tersebut diberikan ke masyarakat, akan dapat meningkatkan perekonomian, terkhusus warga tempatan.
Penulis | : | Wahyu |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Peristiwa, Hukum, Kabupaten Siak |
01
02
03
04
05
Indeks Berita