ROHUL (CAKAPLAH) - Larangan ekspor Cruide Palm Oil (CPO) oleh pemerintah berdampak terhadap anjloknya harga komoditas Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit.
Kondisi tersebut sudah berlangsung selama 3 bulan terakhir sehingga berdampak pada merosotnya ekonomi petani. Selain harga TBS anjlok, petani juga masih dihadapkan pada masih tingginya harga pupuk.
Menyikapi kondisi tersebut, Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Kabupaten Rokan Hulu mendesak pemerintah segera mencabut Larangan Ekspor CPO dan memperbaiki tata kelola sawit dan pupuk.
Ketua SPKS Rohul Yusro Fadli mengatakan, kebijakan pemerintah melarang ekspor CPO untuk menstabilkan harga minyak goreng kurang tepat sebab berdampak langsung terhadap harga TBS petani.
Yurso mengatakan, kelangkaan dan kenaikan minyak goreng yang terjadi sangat disayangkan dan ironis mengingat Indonesia adalah produsen CPO terbesar di dunia saat ini.
"Kenaikan harga minyak goreng tidak hanya menjadikan rakyat sebagai korbannya tetapi juga telah mengorbankan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag dan 3 perusahaan besar yang bergerak di bidang sawit, khususnya perusahaan penghasil minyak goreng," cakap Yusro, Kamis (12/5/2022).
Menurutnya, persoalan minyak goreng ini telah membuat kepanikan seantero negeri ini, termasuk Pemerintah yang gagap, yang ditunjukkan dari beberapa kali perubahan Permendag, dan juga diikuti oleh surat Presiden Jokowi tentang pelarangan ekspor CPO ke luar negeri pada tanggal 28 April 2022.
Menurut Yusro yang harus dilakukan Pemerintah untuk menstabilkan harga Minyak Goreng bukan "memukul" pengusaha dengan melarang ekspor CPO sehingga kebijakan itu secara tidak langsung ikut memukul para petani juga yang mengalami penurunan harga TBS.
"Yang harus dilakukan pemerintah dalam menstabilkan harga minyak goreng adalah bagaimana memperbaiki Tata Kelola Niaga sektor sawit dari Hulu dan Hilir. Pemerintah harus segera membuat regulasi yang sehat untuk perbaikan Tata Kelola Sektor Sawit ke depannya," ungkap Yusro Fadly.
Dikatakan Yusro, kondisi sektor sawit sudah hampir sampai pada titik kronis, hal ini dibuktikan sudah ada beberapa PKS yang menolak untuk membeli TBS Petani Produksi CPO nya melimpah dan keterbatasan tempat penampungan.
"Kalau lah hal ini berjalan lama, maka dikhawatirkan daerah yang tergantung pada sektor sawit akan merasakan dampaknya, seperti sebagian wilayah Sumatera, khususnya Riau dan wilayah Kalimantan," terangnya.
SPKS berharap ada evaluasi dari Presiden Jokowi dengan kondisi yang terjadi saat ini dan bisa secepatnya mencabut larangan ekspor yang telah diumumkan beberapa waktu yang lalu.
Selain tata kelola sawit, kondisi harga pupuk saat ini juga sangat memberatkan bagi para petani, khususnya petani swadaya.
"Kemarin harga TBS naiknya hampir 200% tapi sangat disayangkan juga diikuti oleh kenaikan harga pupuk sampai dengan 300%. Tetapi sangat disayangkan apa penyebab kenaikan harga pupuk saat ini belum ada penjelasan dari pihak terkait, baik pemerintah maupun lembaga negara yang mengelola sektor pupuk ini," tutupnya.
Penulis | : | Ari |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Serantau |