Yanto Budiman
|
Dalam konteks politik, penunjukan elit Polri sebagai Penjabat (Pj) Gubernur dapat menjadi perdebatan yang kontroversial. Meskipun Polri memiliki peran penting dalam menjaga keamanan dan ketertiban, ada kemungkinan terjadi konflik kepentingan politik jika elit Polri langsung terlibat dalam proses politik seperti pemilihan umum (Pemilu).
Dalam menunjuk Pj Gubernur, Jokowi harus mempertimbangkan bahwa netralitas dan integritas pemilihan adalah hal yang krusial bagi proses demokrasi yang sehat. Terlibatnya elit Polri sebagai Pj Gubernur dapat menimbulkan keraguan masyarakat tentang netralitas penyelenggaraan Pemilu. Mereka mungkin dianggap memiliki kecenderungan politik tertentu atau memihak salah satu pasangan calon.
Selain itu, proses pemilihan Pj Gubernur yang melibatkan elit Polri juga dapat mempengaruhi kredibilitas dan independensi lembaga Polri itu sendiri. Elit Polri, sebagai aparat penegak hukum, seharusnya tidak terlibat dalam perpolitikan dan menjaga netralitas yang fundamental. Dengan terlibatnya mereka dalam penunjukan Pj Gubernur, dapat meningkatkan potensi penggunaan kekuasaan dan sumber daya Polri untuk mendukung kepentingan politik tertentu.
Selain itu, penunjukan elit Polri sebagai Pj Gubernur dapat menimbulkan konflik kepentingan kekuasaan yang kompleks. Pada satu sisi, Polri memiliki tanggung jawab menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, termasuk dalam konteks Pemilu. Namun, pada sisi lain, tugas mereka sebagai penegak hukum harus terpisah dari dunia politik yang bersifat partisipatif.
Dalam konteks ini, penunjukan elit Polri sebagai Pj Gubernur dapat memberikan kekuasaan yang lebih besar kepada lembaga kepolisian. Hal ini dapat mengaburkan batasan antara tugas penegakan hukum dan tindakan politik, yang seharusnya terpisah. Selain itu, dominasi elit Polri dalam posisi pemerintahan juga dapat membantu mempertahankan dan memperkuat kekuasaan politik tertentu.
Kekhawatiran lain adalah potensi penyalahgunaan kekuasaan yang dapat timbul dalam situasi seperti ini. Apabila elit Polri memiliki preferensi politik tertentu, mereka dapat menggunakan sumber daya dan kekuasaan institusi Polri untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Hal ini dapat mengganggu kredibilitas dan integritas proses Pemilu yang harusnya adil dan demokratis.
Oleh karena itu demi menjaga netralitas dan integritas Pemilu, Jokowi sebaiknya mempertimbangkan opsi lain dalam menunjuk Pj Gubernur. Salah satunya adalah dengan memilih figur yang independen dan tidak memiliki afiliasi politik yang jelas. Mengajak tokoh masyarakat, akademisi, atau profesional yang tidak terkait dengan elit Polri dapat mengurangi potensi konflik kepentingan politik.
Langkah ini akan memastikan bahwa Pj Gubernur tidak memiliki kecenderungan politik tertentu dan dapat menjalankan tugasnya secara netral. Penunjukan orang yang independen dapat menambah kredibilitas pemilihan dan meredakan keraguan masyarakat terhadap integritas proses Pemilu.
Selain itu, Jokowi juga perlu memastikan bahwa proses pemilihan Pj Gubernur dilakukan secara transparan dan partisipatif. Membuka ruang bagi partisipasi publik dalam menentukan calon Pj Gubernur dapat meningkatkan legitimasi dan kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan Pemilu yang adil.
Untuk diketahui pada tahun politik ini ada 17 Provinsi yang akan diisi oleh Penjabat Gubernur. Satu di antaranya Provinsi Riau. Selain itu ada ratusan Pj Bupati dan Walikota se Indonesia.
Khusus untuk Riau sejumlah nama Calon Pj Gubernur sudah mencuat ke permukaan. Di antaranya SF Hariyanto yang saat ini menjabat Sekdaprov Riau. Anak jati Riau ini sudah malang melintang di dunia birokrat bahkan sempat berkiprah di Kementerian.
Kemudian Prof Sri Indarti yang saat ini menjabat Rektor UNRI. Lalu, ada juga nama Erwin yang kini berkarir di pusat. Tiga nama ini sudah santer diperbincangkan kalangan masyarakat di kedai-kedai kopi di Pekanbaru.
Yang cukup mengejutkan tiba-tiba beredar satu nama lagi yang dipublis salah satu media online yakni Muhammad Iqbal yang kini masih menjabat sebagai Kapolda Riau. Iqbal yang sudah hampir 2 tahun menjabat Kapolda dikabarkan akan pindah ke Mabes dengan pangkat Komisaris Jenderal (Komjen).
Penulis | : | Yanto Budiman (Ketua Pro Jurnalis Media Siber (PJS) Riau) |
Editor | : | Ali |
Kategori | : | Cakap Rakyat |