Jakarta (CAKAPLAH) - Media pemerintah China, Global Times menyoroti kerusuhan di beberapa kota Amerika Serikat akibat aksi protes terkait kematian George Floyd yang berakhir ricuh. Mereka membandingkan kerusuhan di Amerika dengan gerakan pro-demokrasi di Hong Kong beberapa waktu lalu.
Pihak Beijing telah lama geram atas kritik negara-negara Barat, terutama dari pemerintahan AS di Washington, atas penanganan protes pro-demokrasi yang mengguncang Hong Kong tahun lalu.
Juru Bicara pemerintah dan media resmi China kemudian melancarkan serangan balasan berupa kritik tajam terkait penanganan pemerintah AS atas demonstrasi akibat kekerasan rasial dan kebrutalan polisi yang mengakibatkan George Floyd, warga kulit hitam meninggal dunia.
"Ketua DPR AS Nancy Pelosi pernah menyebut protes kekerasan di Hong Kong 'pemandangan yang indah untuk dilihat'... Politisi AS sekarang dapat menikmati pemandangan ini dari jendela mereka sendiri," tulis pemimpin redaksi tabloid nasionalis Global Times, Hu Xijin seperti dikutip dari AFP.
"Seolah-olah para perusuh radikal di Hong Kong entah bagaimana menyelinap ke AS dan menciptakan kekacauan seperti yang mereka lakukan tahun lalu," tambah dia lagi.
Kritik juga disampaikan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri china Hua Chunying. Dalam sebuah cuitan di Twitter, Hua menulis 'I Can't Breathe' disertai tangkapan layar cuitan Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Morgan Ortagus yang mengkritik pemerintah China atas kebijakan terkait Hong Kong.
Hua mengutip kata-kata yang diucapkan George Floyd berulang kali sebelum kematiannya--setelah seorang polisi menekankan lututnya ke leher Floyd hampir sembilan menit--yang memicu kerusuhan besar di Amerika Serikat.
George Floyd meninggal pada Senin (25/5) akibat kehabisan napas setelah anggota polisi menekan lehernya dengan lutut dalam proses penangkapan di Minneapolis. Demonstrasi pecah pertama kali di kota itu sehari setelah Floyd meninggal.
AS sebelumnya kerap mengkritik kebijakan China terkait penanganan kerusuhan di Hong Kong beberapa waktu lalu akibat protes yang dilancarkan aktivis pro-demokrasi.
Namun China berkeras bahwa 'pasukan asing' yang harus disalahkan atas kekacauan ketika aksi demonstrasi di Hong Kong sejak Juni tahun lalu bergulir ataupun terkait insiden bentrok dengan pihak kepolisian.
Pihak pemerintahan China di Beijing sebelumnya juga memicu kemarahan dan keprihatinan pada awal bulan ini setelah berencana memberlakukan undang-undang tentang Hong Kong--yang disebut diperlukan guna melindungi keamanan nasional dan mengekang 'terorisme'--tapi justru dikecam oleh aktivis pro-demokrasi dan negara-negara Barat lantaran disebut sebagai upaya mengikis kebebasan di kota.
Menyusul pengumuman Presiden AS Donald Trump terkait rencana penanggalan hak istimewa Hong Kong, sebuah komentar mengemuka dari China Daily--salah satu corong Partai Komunis China--yang menyatakan politisi AS bermimpi 'menumbalkan' China.
"Lebih baik menyerah atas mimpi itu dan kembali ke kenyataan," kata respons tersebut.
"Kekerasan menyebar di AS ... Politisi AS harus melakukan pekerjaan mereka dan menyelesaikan masalah di AS, alih-alih mencoba menciptakan masalah baru di negara lain," lanjut pernyataan itu.
Masalah mengenai Hong Kong disebut memperburuk ketegangan antara AS-China yang sudah tinggi karena sejumlah masalah, termasuk soal perang dagang dan wabah virus corona, di mana Trump menuduh pemerintah China tidak transparan.
Editor | : | Jef Syahrul |
Sumber | : | cnnindonesia.com |
Kategori | : | Internasional |