Ilustrasi/int
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Sejumlah orang tua dan wali murid mulai mengeluhkan sistem sekolah daring/online yang sudah berjalan dalam beberapa bulan terakhir.
Selain kesibukan dan susah mengontrol anak karena pada saat yang sama mereka harus mencari nafkah, orang tua juga dipusingkan dengan tambahan biaya bulanan mereka yang harus membelikan paket internet serta pulsa.
Tak hanya itu, para orang tua juga harus merogoh kocek untuk menyiapkan perangkat penunjang proses belajar mengajar anak mereka dengan sistem daring ini, seperti smartphone berbasis android ataupun laptop.
"Anak saya yang sekolah ada dua pak, perangkat seperti laptop atau handphone harus disiapkan. Biaya pulsa dan internet harus kita siapkan. Sementara diwaktu bersamaan kami harus menyiapkan kebutuhan lain di rumah dan harus bekerja juga," ucap Novia.
Tak jarang proses belajar daring saat ini membuat tensi para orang tua ikut naik, lantaran harus berpacu dengan waktu.
"Tiap hari harus mengawal anak belajar online, saat yang sama saya harus memasak dan bekerja juga. Tensi jadi naik kadang-kadang," tambahnya.
Ia mempertanyakan apa kebijakan dari Pemerintah dalam meringankan beban wali murid di tengah pandemi Covid-19 ini.
"Apa tidak ada bantuan dari pemerintah ya pak? Kalau mereka pegawai, enak lah pak. Apa mereka tak paham penderitaan kami," cetus Novia.
Kondisi yang sama diungkapkan Tina, pegawai salah satu bank di Pekanbaru. Ia mengaku terpaksa harus mengeluarkan biaya tambahan untuk mencari orang membantu anaknya belajar di rumah.
"Gak mungkin anak kami bawa ke kantor. Terpaksa harus mencari orang lagi, bayar lagi untuk mendampinginya selama belajar daring di rumah. Biasanya anak kami full day di sekolah," pungkasnya.
Ia berharap ada kebijakan bantuan dari pemerintah mengurangi beban para orang tua. "Minimal adalah pengganti uang internet. Karena kami orang tua tetap bayar biaya sekolah anak, tapi belajarnya daring, kami yang turun tangan semua," harapnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Riau, Zul Ikram mengaku sejauh ini pihaknya belum ada kebijakan baru untuk mengatasi persoalan yang dikeluhkan orang tua siswa.
"Solusinya masih seperti yang kemarin. Kitakan polanya tidak hanya daring, tapi ada learning, blended learning. Jadi ada tiga pola yang bisa dipilih siswa," katanya.
Lebih lanjut Zul Ikram menjelaskan,
jika siswa tidak memiliki fasilitas belajar melalui pola daring, maka anak yang sangkutan masih bisa datang ke sekolah.
"Karena setiap sekolah kita stanby-kan guru, untuk menyampaikan bahan tugas dan mengumpulkan tugas siswa," ujarnya.
Dengan begitu, sebut Zul Ikram, jika siswa ada keterbatasan di fasilitas dan kouta pada pola belajar daring. Maka bisa menggunakan pola kedua atau ketiga.
"Jadi siswa bisa mengantar tugas yang diberikan guru di sekolah," cetus Zul Ikram.
Ditanya apakah dana Bosda bisa digunakan sekolah untuk sistem daring, Zul Ikram mengatakan kalau dari Bosda petukjuk teknis belum sampai ke sana.
Namun, kata Zul Ikram, kalau anggaran Bosnas memang kebijakannya sudah dibuat oleh pemerintah untuk memfasilitasi guru untuk mentransfer pembelajaran.
"Itu memang ada Permendikbudnya.
Tapi yang untuk siswa saya lihat dulu Permendikbudnya, yang jelas ada ruang yang bisa digunakan untuk proses pembelajaran daring, karena sekarang semua serba virtual," jelasnya.
Disamping itu, Zul Ikram menyatakan sejauh ini pihaknya belum ada menerapkan siswa belajar tatap muka, dan masih belajar di rumah.
"Apalagi sekarang kasus Covid-19 di Riau tambah naik. Jadi kita belum ada kebijakan siswa belajar tatap muka," cakapnya.
Penulis | : | Amin |
Editor | : | Ali |
Kategori | : | Ekonomi, Pendidikan, Riau |