Sidang virtual Yan Prana Jaya.
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Eks Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Kabupaten Siak, Yan Prana Jaya Indra Rasyid, dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) 7,5 tahun penjara. Yan Prana terbukti melakukan korupsi anggaran rutin di Bappeda Kabupaten Siak 2013-2017 yang merugikan negara Rp2,8 miliar lebih.
Tuntutan dibacakan JPU, Hendri Junaidi, di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru yang dipimpin Lilin Herlina, Jumat (9/7/2021). Sidang digelar secara virtual, dan Yan Prana berada di Rumah Tahanan (Rutan) Klas I Pekanbaru.
JPU menyatakan mantan Sekdaprov Riau itu melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
"Menuntut terdakwa Yan Prana Jaya Indra Rasyid dengan pidana penjara selama 7 tahun dan 6 bulan, dipotong masa tahanan," ujar JPU.
Selain penjara, JPU juga menghukum Yan Prana membayar denda Rp300 juta atau subsider 6 bulan kurungan. Yan Prana juga diberi hukuman tambahan membayar uang pengganti kerugian negara Rp2.896.349.844.
"Satu bulan setelah putusan inkrah, harta benda terdakwa disita untuk mengganti kerugian negara. Jika tidak ada diganti hukuman kurungan 3 tahun," ujar JPU.
Mendengar tuntutan JPU, ekspresi wajah Yan Prana yang terlihat di layar monitor ruang sidang langsung berubah. Yan Prana yang mengenakan kemeja warna putih dan bermasker tampak sedikit gusar.
Melalui penasehat hukumnya, Yan Prana menyatakan mengajukan pembelaan atau pledoi. "Kami ajukan pembelaan," kata Alhendri Tanjung, didampingi Ilhamdi Taufik.
Majelis hakim mengagendakan sidang pembacaan pledoi pada Senin (19/7/2021) mendatang. "Sidang kita tunda dengan agenda pembacaan pledoi pada tanggal 19 Juli," kata hakim ketua Lilin Herlina sambil menutup persidangan.
Berdasarkan dakwaan JPU disebutkan, Yan Prana Jaya bersama-sama Donna Fitria (perkaranya diajukan dalam berkas perkara terpisah) dan Ade Kusendang, serta Erita, sekitar Januari 2013 hingga Desember 2017 melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain sebesar Rp2.896.349.844,37.
Berawal pada Januari 2013, saat terjadi pergantian bendahara pengeluaran dari Rio Arta kepada Donna, terdakwa Yan Prana yang ketika itu menjabat Kepala Bappeda Siak mengarahkan untuk melakukan pemotongan biaya sebesar 10 persen dari setiap pelaksanaan kegiatan perjalanan dinas.
Donna Fitria sebagai bendahara pengeluaran, lantas melakukan pemotongan anggaran perjalanan dinas Bappeda Kabupaten Siak tahun anggaran 2013 sampai dengan Maret 2015 pada saat pencairan anggaran SPPD setiap pelaksanaan kegiatan.
Besaran pemotongan berdasarkan total penerimaan yang terdapat dalam Surat Pertanggungjawaban (SPj) perjalanan dinas sebesar 10 persen. Uang yang diterima masing-masing pelaksana kegiatan, tidak sesuai dengan tanda terima biaya perjalanan dinas.
Pemotongan anggaran perjalanan dinas sebesar 10 persen tersebut dilakukan setiap pencairan. Uang dikumpulkan dan disimpan Donna selaku bendahara pengeluaran di brangkas bendahara, Kantor Bappeda Kabupaten Siak
Donna Fitria, mencatat dan menyerahkan kepada terdakwa Yan Prana secara bertahap sesuai dengan permintaannya. Akibat perbuatan terdakwa Yan Prana negara dirugikan Rp2.895.349.844,37.
Tidak hanya perjalanan dinas, dalam kasus ini juga terjadi penyimpangan dalam mengelola anggaran atas kegiatan pegadaan alat tulis kantor (ATK) pada Bappeda Kabupaten Siak TA 2015 sampai dengan TA 2017 dan melakukan pengelolaan anggaran makan minum pada Bappeda Kabupaten Siak TA 2013 - 2017.