(CAKAPLAH) - Lafaz bersyukur tak henti-henti diucapkan para jamaah umrah Indonesia yang akhirnya bisa menginjakkan kaki di tanah suci Makkah. Kerinduan akan Baitullah akhirnya terobati setelah pemerintah Saudi Arabia di awal Januari 2022 lalu memberikan izin bagi jamaah umrah asal Indonesia untuk bisa memasuki tanah suci.
Wabah Covid-19 yang melanda dunia termasuk Indonesia, banyak memupus harapan jamaah yang sudah mengantre sejak dua tahun terakhir untuk bisa melaksanakan ibadah umrah. Super ketat, protap umrah tahun ini tidak menyurutkan semangat Umat Islam untuk berduyung-duyung mendaftar ke travel penyelenggara umrah.
Mulai dari hasil PCR yang menunjukkan hasil negatif 2x24 saat akan berangkat, harus terkoneksi dengan applikasi peduli lindungi yang harus aktif di HP android masing-masing jamaah ditambah karantina sehari sebelum keberangkatan di hotel-hotel yang telah ditunjuk, merupakan sekelumit persyaratan yang harus dipenuhi umat.
Belum lagi konsekuensi dari semua aturan itu, berdampak terhadap biaya umrah yang ikut naik. Jika normal sebelum Covid biaya umrah Rp22 juta/jamaah, saat ini bisa di atas Rp30 jutaan. Tetapi, itu semua tidak menyurutkan semangat umat ini untuk menuntaskan kerinduan akan dua tanah suci Makkah dan Madinah.
Perasaan campur aduk tentu dirasakan semua jamaah yang akan berangkat. Bayang-bayang hasil PCR positif yang berakibat gagal berangkat terobati saat mendarat di Kota Madinah. Banyak yang bersyujud syukur saat baru memasuki ruang kedatangan Airport Pangeran Mohammad bin Abdul Aziz.
Alhamdulillah lagi, tidak ada perubahan sambutan dan pelayanan petugas baik imigrasi maupun pabean. Tidak ada tanda-tanda bahwa Dunia sedang dilanda wabah Covid-19. Yang ada hanya pamflet himbauan jaga dan laksanakan protap Covid-19 yang banyak dipajang di beberapa tempat. Bahkan surat negatif hasil PCR pun tidak diperiksa. Semua berlalu dengan cepat.
Sambil berulang-ulang jamaah mengucapkan pujian dan zikir kepada Allah 'Azza Wajalla karena yakin mereka adalah manusia pilihan yang Allah berikan izin untuk kembali ke tanah suci. Di saat yang lainnya masih sibuk mencari informasi bagaimana bisa ke tanah suci untuk beribadah.
Setiap jamaah yang menginjakkan kaki di tanah suci, harus menjalani karantina lima hari di hotel Madinah. Saudi sangat ketat soal aturan selama pasca pandemi. Jamaah tidak boleh keluar dari hotel bahkan makan dan minum diantar ke kamar masing-masing tidak membuat jamaah kehilangan kebahagiaan.
Suasana tempat-tempat beribadah di luar hotel dapat dirasakan para jamaah, mengingat setiap jendela kamar dan speaker yang terpasang di kamar hotel rutin mengumandangkan azan dan imam yang sedang memimpin salat jelas terdengar.
Memasuki hari ketiga di Madinah, setiap jamaah kembali menjalani tes PCR oleh petugas kesehatan yang didampingi oleh petugas muasasah penyelenggara umrah. Sambil antre berbagai harapan dan doa yang diucapkan jamaah.
Tentunya semua jamaah berharap hasil PCR negatif agar segera diizinkan beribadah di Masjid Nabawi. Suasana tegang dan was-was terlihat jelas di raut wajah para jamaah. Prosedur PCR juga mudah, karena petugas hanya mengambil sedikit sample di lidah jamaah tanpa harus mencolok dua lobang hidung seperti yang dialami di tanah air.
Sambil bekerja, petugas kesehatan berulang-ulang menghibur dan menguatkan jemaah dengan menyebut "Insya Allah negatif, karena anda datang adalah tamu Allah kami wajib ikut mempermudah". Masya Allah. Inilah cara pemerintah Saudi Arabia melayani jamaah umrah.
Semua dipermudah. Yang membuat kaget jamaah petugas berucap kalau semua hasil negatif. "Semua sore ini boleh lansung ke masjid Nabawi untuk salat. Kami akan beri gelang sebagai pertanda sudah negatif tes PCR," ucap petugas yang memeriksa kami.
Masya Allah tabaraqallah. Apa yang dijanjikan memang benar. Menjelang ashar petugas muasasah datang membawa gelang merah untuk dibagikan ke seluruh jamaah sambil berucap,"Alhamdulillah semua negatif. Mabruq Mabruq".
Ucapan itu berulang-ulang diucapkan petugas dan membuat jamaah bersujud syukur sambil berlinang air mata. Aturan karantina penuh lima hari akhirnya dijalani hanya tiga hari.
Selanjutnya, di setiap pintu masuk Masjid Nabawi ada petugas yang memeriksa gelang dan HP jamaah yang akan salat di Masjid Nabawi. Umumnya jamaah umrah diberi gelang dan tidak perlu aktifkan aplikasi tawaqalna atau seperti peduli lindungi di Indonesia.
Semua dipermudah. Di masjid tetap ada berjarak dan ada petugas lalu lalang yang mengingatkan jamaah memakai masker secara benar.
Tak terasa air mata pun berlinang. "Ya Allah dua tahun lalu hamba Mu Engkau izinkan untuk salat ke Masjid Nabawi. Atas izin Mu jua aku bisa kembali," sayup-sayup terdengar doa para jamaah di Masjid Nabawi.
Di sisi lain, Kota Madinah sudah dibuka kembali untuk para peziarah dan umrah. Nampak semua kembali berbenah. Hotel-hotel satu-satu kembali diizinkan buka dengan persyaratan yang cukup ketat.
Toko-toko yang selama ini tutup akibat pandemi, satu persatu kembali buka. Namun, masih banyak juga toko-toko ini tutup dikarenakan tidak ada aktifitas bisnis selama pandemi. Banyak pedagang tidak memperpanjang sewa toko mereka.
Namun ziarah beberapat suci seperti masjid Quba makam syuhad Uhud, pemakaman Baqi' tetap ramai. Yang berbeda hanya untuk salat di Raudhah. Kalau yang ini harus ada izin. Petugas muasasah yang bertanggung jawab akan kedatangan jamaah harus ajukan izin jauh-jauh hari untuk bisa memasuki raudha.
Terutama untuk izin jamaah wanita yang cukup panjang. Banyak jamaah wanita yang sampai hari terakhir meninggalkan kota Madinah tidak bisa ziarah ke Raudha dikarenakan tidak keluarnya izin.
Sementara bagi jamaah laki-laki banyak kemudahan. Di samping posisi Raudhah ada di lokasi syaf laki-laki dan menjelang azan banyak yang bisa menyelip untuk bisa duduk di Raudhah.
Tiba saatnya meninggalkan Kota Madinah untuk berangkat ke Makkah melaksanakan umrah. Tidak ada yang berubah di Masjid Bir Ali atau Zul Hulaifah. Seakan wabah covid tidak ada, semua seperti kondisi sebelum wabah ini datang. Jamaah dengan khusyuk melaksanakan salat sunnah dua rakaat dan tak sedikit jamaah yang meneteskan air mata saat mengucapkan talbiah.
Labbaikallahumma labbaik. Aku penuhi panggilan mu ya Allah. Keyakinan sebagai hamba yang dipilih untuk bisa melaksanakan umrah membuat suara talbiah saling sahut menyahut sepanjang perjalanan selama lebih kurang 5 jam.
"Makkah kami datang kembali".
Keramaian jamaah yang baru selesai Salat Isya lalu di depan hotel menambah rasa haru. Tidak sabar rasanya untuk segera menyelesaikan umrah. Putaran tawaf mengelilingi Ka'bah saat tawaf tidak padat dan berdesakan seperti biasa.
Karena belum semua negara yang diberi izin untuk mengirim jamaah. Indonesia termasuk yang sangat beruntung. Karena sudah diberi izin dari awal pembukaan musim umrah.
Ditambah aturan yang tawaf dipelataran ka'bah hanya boleh bagi jamaah yang melaksanakan umrah saja. Bagi yang mau tawaf sunnah disediakan tempat dilantai dua dan tiga. Tak terasa tawaf dan Sa'i selesai lebih kurang 1,5 jam. Semua terlihat bahagia ketiga laksanakan tahalu atau mencukur gundul kepala bagi jamaah laki-laki.
Subhanallah. Hari hari Ibadah sholat di masjidil Harram tidak jauh berbeda dengan masjid Nabawi, masih berjarak dan pakai masker. Suasana kota Makkah belum sepenuhnya ramai, sama dengan suasan kota Madinah. Hotel-hotel dan toko-toko masih banyak yang tutup.
Ziarah kota Makkah pun tidak begitu ramai. Di arfah , kaki gunung tsur, mina dan jabbal Nur masih terlihat biasa saja.
Hanya saja di arafah dan mina mulai nampak ada pekerjaan konstruksi. Apakah ini pertanda haji tahun ini akan dibuka untuk jamaah asal negara luar. Semoga Allah memberikan kemudahan. Aamiin.
Ada yang perlu dicatat. Saat jamaah terbang meninggalkan Saudi Arabia. Ada ketentuan yang kurang menggembirakan. Tidak ada bekal zam-zam yang berisi 5 liter seperti sebelum pandemi.
Ketentuan ini berlaku untuk semua bandara kepulangan. Banyak raut kecewa dan sedih di wajah para jamaah. Karena biasanya air zam-zam inilah salah satu oleh-oleh paling utama yang dibawa jamaah dari kota suci Makkah.
Kondisi berbeda ditemukan saat mendarat di Bandara Soekarno-Hatta yang merupakan satu-satunya pintu keluar masuk yang diizinkan. Antrean panjang untuk mendapatkan tes PCR memanjang. Apalagi saat bersamaan ada beberapa penerbangan yang mendarat. Lebih seribuan jamaah duduk dengan sabar menanti giliran dicolok hidung dan pangkal lidah. Kemudahan selama di tanah suci bertukar dengan rasa khawatir yang menghantui.
Petugas berpakain APD lalu lalang di hadapan. Ketakutan akan hasil positif dan jalani karantina minimal tujuh hari di wisma atlet membuat suasana agak tegang. Bahkan masuk karantina di hotel yang telah ditunjuk Satgas Covid selama lima hari bukanlah pilihan yang menyenagkan, karena akan ada lagi tes PCR sekali lagi.
Kalau negatif bisa pulang ke rumah. Tapi bila positif siap-siap dipindah ke wisma atlet untuk karantina. Semakin lama rasanya untuk bertemu keluarga.
Penulis | : | H Ibnu Mas'ud, CEO PT Muhibbah Travel Umrah |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Cakap Rakyat |