(CAKAPLAH) - Tulisan ini hadir sebagai upaya melihat dari penolakan pembentukan 3 provinsi baru dari pemekaran provinsi papua. Provinsi induk Papua menolak pembentukan daerah otonomi baru berupa 3 provinsi baru yang sudah disahkan oleh DPR. Ada 3 Provinsi yang akan dimekarkan dari Provinsi induk yaitu dari Provinsi Papua.
Rencana penambahan Provinsi baru tersebut diatur dalam Rancangan Undang-undang pembentukan daerah baru. Ke-3 Provinsi yang akan dibentuk tersebut pertama; Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah dan Provinsi Papua Pegunungan Tengah. Rancangan Undang-undang pembentukan daerah otonomi baru tersebut disahkan oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dalam rapat pleno yang digelar oleh DPR RI pada 6 April 2022. Semua Fraksi yang ada di Badan Legislasi setuju terhadap Rancangan Undang-undang pembentukan 3 Provinsi tersebut.
Apa yang menjadi penyebab penolakan pembentukan provinsi baru hasil pemekaran provinsi papua tersebut?. Dari sumber yang sudah terpublikasi di media masa bahwa penolakan tersebut didasarkan atas belum siapnya sumber daya manusia provinsi papua, kemudian belum adanya kajian yang mendalam bahwa masyarakat papua menerima pemekaran serta masyarakat papua dikhawatirkan akan terjadi perpecahan jika pemekaran yang tidak didukung oleh masyarakat papua secara keseluruhan akan menimbulkan gejolak di masyarakat papua sendiri.
Gubernur Papua, Lukas Enembe mengatakan bahwa mayoritas rakyat menolak rencana pemekaran yang akan menambah tiga provinsi di daratan paling timur Indonesia tersebut. Lukas mengatakan bahwa Papua tak memiliki sumber daya manusia yang cukup untuk mengelola tiga provinsi baru. Selain itu rakyat setempat juga tidak dimintai pendapat terkait rencana pemekaran Papua itu. "Tidak ada cukup orang di sini (Papua) untuk membuat provinsi-provinsi baru,".
Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia dalam press releasenya menyatakan bahwa, sikap penolakan dari Lukas Enembe tersebut mengundang kontroversi atas apa yang dia sampaikan sebelumnya. Lukas Enembe berulang kali menyatakan dukungannya terhadap realisasi pemekaran provinsi di Papua di saat kampanye pemilihan gubernur tahun 2018. Pada kampanye pemilihan gubernur Papua tahun 2018 tersebut, Lukas Enembe menyambut aspirasi dari pendukungnya yang ingin mewujudkan provinsi baru Papua Selatan dengan positif. Dalam kampanye tersebut, Lukas mengatakan akan memperjuangkan pembentukan Provinsi Papua Selatan setelah pemerintah pusat mencabut moratorium pemekaran daerah (DOB).
"Bagaimana saya tidak bisa mekarkan keinginan masyarakat untuk Provinsi Papua Selatan? Saya ini tokoh pemekaran (Papua),” ujar Lukas seperti dimuat dalam press release tersebut. Dengan kampanye tersebut, Lukas Enembe kembali terpilih sebagai Gubernur Papua untuk kedua kalinya. Pada Juli 2019, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Merauke menindaklanjuti janji Lukas Enembe tersebut dengan membentuk tim Pemekaran Provinsi Papua Selatan (PPPS). Menurut Sekretaris Daerah (sekda) Kabupaten Merauke Daniel Pauta, Lukas Enembe telah mendorong pemekaran sejumlah provinsi di Papua, termasuk Papua Selatan pada saat kampanye. Langkah ini bertujuan untuk memaksimalkan pemerataan layanan masyarakat. Selama masa kampanye, isu pemekaran (Papua) selalu digemakan oleh Lukas Enembe kata Daniel. Sementara itu, pada tahun 2018, Lukas Enembe menugaskan Universitas Cendrawasih untuk melakukan kajian tentang pemekaran provinsi di Papua.
Kajian tersebut akhirnya menghasilkan rekomendasi 7 provinsi baru di Papua. (belakangan pemerintah dan DPR menyetujui 3 Provinsi Baru). Bahkan, rekomendasi 7 provinsi baru Papua tersebut pernah disebarluaskan oleh Lukas Enembe melalui berbagai media di Papua. Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sekaligus tokoh masyarakat Papua, Yorrys Raweyai sempat menggambarkan dukungan Lukas Enembe terhadap pemekaran Papua yang sudah digaungkan sejak 2008. Hal ini ia sampaikan dalam forum diskusi yang difasilitasi oleh Public Virtue Institute. Menurut Yorrys, sejumlah tokoh Papua, termasuk Lukas Enembe, pernah datang ke Jakarta untuk meminta realisasi pemekaran wilayah kepada pemerintah pusat. Itu konsep dari Lukas Enembe tentang Otonomi Khusus (Otsus) Plus. Beliau datang dengan seluruh pemerintah daerah dan saya memfasilitasi ke Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia. Pemerhati Masalah Papua Agus Kosek mengatakan, sejumlah tokoh masyarakat Papua mengakui bahwa kemenangan Lukas Enembe dalam pemilihan kepala daerah tidak terlepas dari janji-janjinya untuk mewujudkan pemekaran Papua.
Berbicara tentang daerah otonomi baru, seyogyanya adalah bagaimana pelayanan dan kesejahteraan masyarakat dapat diwujudkan dengan memperpendek dan memotong birokrasi yang diakibatkan jarak dengan wilayah yang cukup luas. Dilihat dari beberapa faktor mengapa pembentukan daerah otonomi baru merupakan suatu keniscayaan salah satunya adalah agar distribusi ekonomi dapat merata dan dapat tersalurkan kepada masyarakat. Kemudian pelayanan dapat dilakukan dengan cepat karena rentang kendali tidak begitu jauh yang memerlukan waktu dan juga distribusi kekuatan politik, sosial dan budaya dapat diminimalkan dan tersalurkan sesuai kondisi geografis suatu wilayah. Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah salah satunya mengamanatkan Peraturan pemerintah tentang penataan daerah yaitu Desain besar Penataan Daerah di Indonesia tahun 2010-2025 yang berisi jumlah Provinsi dan Kabupaten/Kota hingga tahun 2025.
Dalam penataan ulang Desain besar Penataan Daerah tersebut pemerintah diharapkan memprioritaskan pembentukan Provinsi dan Kabupaten/Kota baru di daerah perbatasan dengan negara lain, daerah Kepulauan dan wilayah pedalaman. Pemekaran daerah berupa pembentukan daerah otonomi baru juga di lihat faktor kondisi geografis dan potensi fiskal daerah yang akan dilakukan pemekaran. Hal tersebut sangat penting untuk dikaji agar pemekaran tersebut tidak gagal berkembang karena lemahnya daya dukung daerah tersebut.
Sesuai dengan konstitusi yang berlaku, ada tiga pintu masuk dalam pembahasan pemekaran daerah yaitu; pemerintah (eksekutif), DPR (legislatif), dan DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Dalam BAB VI tentang Pemerintahan Daerah, UUD 1945 (Amandemen ke-2) Pasal 18 telah dengan jelas dikatakan bahwa, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan Undang-Undang.
Pasal 18 B ayat (1) menyatakan, bahwa Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang dan ayat (2), Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-undang. Dan yang perlu digaris bawahi adalah pemekaran daerah yang terbentuk akan meningkatkan kualitas pelayanan publik yang di dalamnya terdapat aspek kesehatan, infrastruktur dan pendidikan yang memadai.
Harapan ke depan pemekaran daerah berupa pembentukan daerah otonomi baru tidak boleh dihambat dan tidak juga boleh terlampau mudah untuk pemekaran daerah tanpa adanya kajian secara utuh daerah yang akan dimekarkan. Dan pemekaran daerah tetap dengan mempertimbangkan aturan yang berlaku demi kesejahteraan masyarakat di daerah. Kasus pemekaran daerah di Provinsi Papua menjadi pembelajaran dalam menilai dan meneliti sejauh mana daerah tersebut siap atau belum siap untuk dimekarkan, agar kedepannya tidak menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Oleh sebab itu daerah otonomi baru merupakan keniscayaan dalam mencapai pelayanan dasar yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan pendidikan. Oleh sebab itu, pelayanan kesehatan, pendidikan dan infrastruktur di daerah harus dapat terwujud dengan baik.
Penulis | : | Hasrul Sani Siregar, MA, Widyaiswara di BPSDM Provinsi Riau |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Cakap Rakyat |