PEKANBARU (CAKAPLAH) - Eks Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau, Muhammad Syahrir, diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Pekanbaru terkait perkara suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) pengurusan izin Hak Guna Usaha (HGU) PT Adimulia Agrolestari (PT AA), Selasa (18/4/2023).
Sidang mengagendakan pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU ) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rio Fandi SH MH, di hadapan majelis yakim yang diketuai Dr Salomo Ginting SH MH dengan hakim anggota Yuli Artha Pujayotama SH MH dan Yelmi SH MH. M Syahrir mengikuti persidangan secara video conference dari tahanan.
JPU dalam dakwaannya menyebutkan tindakan pidana suap dilakukan M Syahrir pada medio September 2021 di rumah dinas terdakwa di Jalan Kartini Nomor 61 Kota Pekanbaru. Ketika itu, M Syahrir menerima uang sebesar SGD112.000 atau Rp3.500.000.000,00 dari General Manager PT AA, Sudarso dan Komisaris sekaligus pemilik PT AA, Frank Wijaya.
"Hadiah tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yaitu agar Terdakwa mempermudah pengurusan perpanjangan HGU PT Adimulia Agrolestari, yang bertentangan dengan kewajibannya sebagai penyelenggara negara, yang bersih dari kolusi, korupsi dan nepaotisme," kata JPU.
Tidak hanya di Riau, saat menjabat Kepala Kanwil BPN Provinsi Maluku Utara Tahun 2017-2022, Syahrir juga menerima uang gratifikasi. Total uang yang diterima ketika menjabat di Kanwil BPN Maluku Utara dan Kanwil BON Riau adalah Rp20.974.425.400.
Rincian gratifikasi yang diterima M Syahrir, sebesar Rp5.785.680.400, saat menjabat sebagai Kakanwil BPN Provinsi Maluku Utara dan Rp15.188.745.000 saat menjabat sebagai Kakanwil BPN Provinsi Riau. JPU menyebut, uang itu diterima dari perusahaan-perusahaan/perwakilan perusahaan-perusahaan yang mengurus permohonan hak atas tanah, dari para pihak ASN di lingkungan Kanwil BPN Provinsi Maluku Utara dan Kanwil BPN Provinsi Riau.
Di Maluku Utara pada tahun 2017- 2019, M Syahrir menerima uang dari PT Jababeka Morotai, PT Industrial Wedabay Industrial Park (IWIP), PT Teka Mining Resources dan PT PLN dalam pengurusan hak atas tanah di Kanwil BPN Provinsi Maluku Utara.
M Syahrir juga menerima uang dari ASN di lingkungan Kanwil BPN Provinsi Maluku Utara dengan perincian penerimaan uang antara lain, dari Tentrem Prihatin (Kabid Hubungan Hukum) tahun 2018-Juni 2019 sebesar Rp16.800.000. Dari Endah Retnowat sebagai Kasi Sengketa Kanwil BPN Maluku Utara sebesar Rp15 juta dan dari Armenius Pao sebagai Kasi Pengukuran dan Pemetaan pada Kantor Pertanahan Halmahera Utara sebesar Rp10 juta.
Terdakwa juga menerima uang dari Muhammad Sabri Mabang sebagai Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran Kantah Halmahera Tengah sebesar Rp25 juta. Kamaruddin, sebagai Kasi Penetapan Hak dan Pendaftaran Kantah Halmahera Selatan sebesar Rp10 juta.
"Selain penerimaan tersebut di atas, terdakwa juga melakukan penerimaan yang berkaitan dengan jabatannya sebesar Rp5.785.680.400," jelasnya.
Di Provinsi Riau, M Syahrir menerima uang untuk pengurusan hak atas tanah di Kanwil BPN Riau dari perusahaan seperti PT Permata Hijau, PT Adimulia Agrolestari, PT Ekadura Indonesia, PT Safari Riau, PTPN V, PT Surya Palma Sejahtera, PT Sekar Bumi Alam Lestari, PT Sumber Jaya Indahnusa Coy, PT Meridan Sejati Surya Plantation.
M Syahrir juga menerima uang dari ASN di lingkungan Kanwil BPN Provinsi Riau, untuk pengurusan izin HGU perusahaan, pengurusan tanah dan pihak lainnya yang memiliki hubungan kerja dengan Kanwil BPN Provinsi Riau. Diantaranya, dari Risna Virgianto yang menjabat sebagai Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kuantan Singingi tahun 2019 sampai tahun 2021 sebesar Rp15 juta. Kemudian dari Satimin terkait pengurusan tanah terlantar/permohonan HGU PT Peputra Supra Jaya pada tahun 2020 sebesar Rp20 juta.
Jusman Bahudin terkait pengurusan pendaftaran HGU PT Sekarbumi Alam Lestari sebesar Rp80 juta. Lalu dari Ahmad Fahmy Halim terkait pengurusan perpanjangan HGU PT Eka Dura Indonesia sebesar Rp1 miliar. Siska Indriyani selaku Notaris/PPAT di Kabupaten Kampar sebesar Rp30 juta.
Dari Indra Gunawan terkait pengurusan HGU PT Safari Riau/PT ADEI Plantation & Industry sebesar Rp10 juta. Suhartono terkait pengurusan perpanjangan HGU First Resource Group (antara lain PT Riau Agung Karya Abadi, PT Perdana Inti Sawit Perkasa, PT Surya Intisari Raya, PT Meridan Sejati Surya Plantation) sebesar Rp15 juta dan menerima uang terkait jabatannya Rp15.188.745.000.
"Penerimaan gratifikasi berupa uang yang keseluruhannya berjumlah Rp20.974.425.400 itu, tidak pernah dilaporkan oleh Terdakwa kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai dengan batas waktu 30 hari kerja sebagaimana ditentukan oleh undang-undang, padahal penerimaan itu tidak ada alas hak yang sah menurut hukum," jelas JPU.
Dari uang yang diterima, M Syahrir diduga dengan sengaja melakukan tindak pencucian uang yakni, dengan membeli sejumlah aset, rekening maupun lainnya. "Perbuatan itu dipandang telah melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, berupa perbuatan yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan," jelas JPU.
Uang hasil tindak pidana korupsi ditempatkan di sejumlah rekening bank Bank Central Asia (BCA), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Mandiri, Bank Panin, Bank Maybank, Bank Rakyat Indonesia (BRI) atas nama M Syahrir, dan Eva Rusnati yang merupakan istri M Syahrir.
Selanjutnya, membayarkan pembelian 2 bidang tanah berdasarkan sertifikat Hak Milik Nomor 468 seluas 599 m2 yang terletak di Jalan Kancil Putih Pulau Kelurahan Demang Lebar Daun Kecamatan Ilir Barat I Kota Palembang milik Haji Sulbahri Madjir, pembelian 1 unit rumah dan toko (Ruko) HGB Nomor 335 yang terletak di Desa/Kelurahan Sialang Kecamatan Sako Kota Palembang milik H Mustar.
Pembelian 1 bidang tanah sebagaimana Buku Tanah Hak Milik nomor 03496 yang terletak di Kota Baru Selatan, Kecamatan Martapura, Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur milik Alexson. Pembelian tanah yang terletak di Desa Celikah Kota Kayuagung SHM Nomor 920 seluas 130 meter per segi di Desa Celikah Kota Kayuangung Kabupaten Ogan Komering Ilir milik HM Husni Ismail untuk Yuli Sasmita.
Pembelian 1 bidang tanah Sertifikat Hak Milik Nomor 08588 di Desa Gasing Kecamatan Banyuasin I Kabupaten Musi Banyuasin yang sekarang berubah alamat menjadi Jalan Nurdin Panji Lr. Uli Besar RT 54 RW 04 Kelurahan Sukamaju Kecamatan Sako Kota Palembang milik Firdaus Fibri.
Pembelian 1 bidang tanah Sertifikat Hak Milik Nomor 509 yang terletak di Kelurahan Karyabaru Kecamatan Sukarami Kota Palembang milik Arizani Mahidin. Pembelian 1 bidang tanah Sertifikat Hak Milik Nomor 01190 berlokasi di Desa/Kelurahan Terukis Rahayu Kecamatan Martapura Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur milik Lina Lestari.
Kemudian, pembelian 1 bidang tanah Sertifikat Hak Milik Nomor 01426 seluas 810 meter persegi di Desa Terukis Rahayu Kecamatan Martapura Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur milik Abdul Salam. Pembelian 1 bidang tanah Sertifikat Hak Milik Nomor 7648 seluas 343 meter persegi di Kelurahan Bukit Sangkal Kecamatan Kalidoni Kota Palembang milik Elawati. Pembelian 1 unit kendaraan roda empat Honda Type Brio RS 1.2 Nomor Polisi BG 1557 ZE atas nama Muhammad Isa, pembelian 1 unit Toyota Type Alphard 2.5G A/T Nomor Polisi BG 3 VA atas nama Muhammad Syahrir.
Pembelian 1 unit kendaraan Roda Toyota Type 86 2.0 L A/T Model Sedan Nomor Polisi BG 1767 IS atas nama I Agasi Arliansyah. Pembelian 1 unit kendaraan Isuzu MUX A/T Premier Nomor Polisi BG 1953 OH atas nama Megawati B, pembelian 1 unit Honda Type V1J02Q32LO A/T Nomor Polisi BG 4469 ADF atas nama Muhammad Syahrir, menitipkan uang di rekening BNI atas nama Yudi Ariadi, Mila Septiyani, Rendy Novalliandri, Okta Mayasari, Hifson.
M Syahrir menukarkan mata uang asing ke mata uang rupiah yaitu uang sebesar SGD304.000 ke dalam mata uang rupiah. Hasil itu, lanjut JPU, patut diduga merupakan hasil tindak pidana korupsi dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan.
"Terdakwa mengetahui atau patut menduga bahwa harta kekayaannya tersebut merupakan hasil dari tindak pidana korupsi berkaitan dengan penerimaan suap dan gratifikasi dari perusahaan/perwakilan perusahaan yang mengurus permohonan hak atas tanah, dari para pihak ASN di lingkungan Kanwil BPN Provinsi Maluku Utara dan Kanwil BPN Provinsi Riau, serta dari pihak terkait lainnya," tutur JPU.
Akibat perbuatannya itu, M Syahrir dijerat dengan Pasal 12 huruf a dan huruf b jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahub 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Penulis | : | CK2 |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Hukum, Riau, Sumatera Selatan |