PEKANBARU (CAKAPLAH) - Ingar-bingar kehidupan Kota besar seperti Pekanbaru. Kesibukan masyarakat dari hari ke hari di jalanan kota yang tak pernah sepi. Perkembangan moda transportasi kian bergeliat dalam keramaian, membuat masyarakat memilih-milih dalam berkendaraan di jalanan Kota Bertuah itu.
Mobil berlalu dengan gesit, motor meluncur kian cepat, kendaraan besar dan kecil saling beradu kepentingan. Di antara asap knalpot dan klakson yang berbunyi, tersembunyi sebuah cerita.
Di bawah teriknya matahari yang menyilaukan, berpuluh-puluh roda berputar dengan kecepatan. Di tengah kebisingan kota, terlihat sekelompok pahlawan yang setiap hari bertarung dengan jalanan yang padat, yang tak kenal lelah dan pantang menyerah demi mencukupi kehidupan.
Mereka berjuang di tengah banyaknya saingan, di tengah gempuran canggihnya moda transportasi. Mereka adalah supir angkot, yang kian langka dan jarang terlihat. Mereka adalah pejuang jalanan yang menggantungkan kehidupan di atas roda.
Naiknya pamor bus kota seperti Trans Metro dan gempuran angkutan online, membuat Oplet atau angkutan kota (angkot) ditinggalkan penumpang, bahkan membuat semakin merosotnya penghasilan mereka.
Tak jarang mereka mengeluh, melihat penumpang yang semakin hari semakin berkurang. Namun, demi sesuap nasi untuk orang-orang tersayang, semangat mereka tak pernah pudar, mereka tetap menjalani pekerjaannya dengan hati yang lapang.
Di bawah pohon dan teriknya matahari, terlihat seorang laki-laki tua berusia 65 tahun. Pak Anas, sosok sopir angkot yang tangguh berjuang untuk mencukupi kehidupan keluarganya. Angkot tua berwarna biru, dengan bekas dempul itu, satu-satunya sumber penghasilan untuk menghidupi keluarganya, dengan tarif angkot untuk anak sekolahan sebesar Rp3.000 dan dewasa sebesar Rp5.000.
Menjadi seorang sopir bukanlah hal yang baru bagi pak Anas. Sebelum menjadi sopir angkot, pak Anas pernah bekerja membawa mobil balak dan mobil dam truk. Namun, mulai tahun 2007 hingga sampai saat ini, pak Anas lebih memilih menjadi sopir angkot lantaran umur yang sudah semakin tua dan badan yang tidak kuat seperti dulu.
"Kalau sekarang, zaman sekarang ni bapak kan sudah tua, jadi bawa angkat berat ga bisa, sopir angkot ni istilahnya bisalah untuk cari-cari beras agak 2 kg sehari, untuk makan adalah," ujar pak Anas saat berbincang dengan CAKAPLAH.com, Ahad (28/04/2024).
Meskipun sekarang pendapatan semakin menurun, namun semangat pak Anas di usia yang semakin tua, tak pernah luntur. Ia tak pernah lelah menempuh perjalanan dan tantangan setiap hari, selama 12 jam demi keluarga, dan saudara yang harus ditanggung.
Pendapatan harian yang dulunya rata-rata mencapai Rp300 ribu hingga Rp400 ribu, kini menurun drastis. Pak Anas hanya mampu mengantongi uang Rp60.000 hingga Rp100 ribu per hari.
Menurunnya pendapatan sopir, penyebabnya tidak lain adalah adanya angkutan online dan semakin majunya moda transportasi seperti bus Trans Metro Pekanbaru yang memiliki fasilitas lengkap, dan bisa transit yang membuat masyarakat banyak memilih transportasi tersebut.
"Sekarang udah ada Trans Metro, ada AC-nya, kalau jauh dekat Rp4.000, bisa transit, sedangkan opletkan ga bisa transit, kalau oplet jauh dekat bayarnya segitu juga, kalau Trans Metro minyaknya di bayar pemerintah, kalau kami ni ada duit beli minyak sendiri, ga dapat duit tanggung resiko," tuturnya.
Ada keinginan Pak Anas dan sopir angkot lainya untuk memperbaiki dan mempercantik kendaraan mereka, agar penumpang nyaman di dalam angkot. Namun apalah daya uang yang didapat hanya pas untuk beli minyak dan makan mereka sehari-hari. Itupun mereka sudah sangat bersyukur.
Menampung lima orang di rumah hingga mengurusi adik ipar yang sedang terbaring sakit, bahkan mengurusi cucu-cucunya, membuat Pak Anas berusaha kuat untuk mencari rezeki.
Tidak ada kata lelah, senyuman dan harapan sangat terlihat di wajah Pak Anas saat menunggu penumpang datang. Tangan dan mata yang sudah mulai berkerut tetap berusaha kuat menanggung semua kehidupan.
Kendaraan berlalu tanpa henti, jalanan menjadi panggung bagi kehidupan yang mengalir. Dari jendela mobil hingga motor yang melaju cepat, setiap kendaraan membawa cerita dan mimpi yang berbeda.
Dibalik itu, salah satu penumpang, siswa SMP, Ajun mengatakan, naik Trans Metro Pekanbaru jauh lebih enak dan nyaman, apalagi berada di depan AC kendaraan umum milik pemerintah itu. Namun, jika kelamaan nunggu, barulah angkot menjadi pilihan.
Anas berpendapat, pemerintah sekarang tidak peduli dengan sopir angkot, lantaran mereka yang kalangan bawah ini tidak dilihat dan pemerintah dinilai tidak punya solusi untuk mereka.
"Kalau dapat pemerintah ini ya kami yang sopir-sopir angkot ni selayaknya dibantu istilahnya, karena kan lawan kami bawa angkot ni kan Trans Metro ya cobalah bagaimana pikirkanlah kami yang sopir-sopir angkot ini," ujarnya.
Penumpang datang, penumpang pergi, derasnya kesibukan tiada henti. Di bawah terik mentari atau hujan deras, sopir angkot tetap berjuang tiada henti mengemudi.
Namun dalam hati, sebenarnya ada keluhan yang terpendam, tentang upah yang tak sebanding, tentang beban yang terus bertambah. Tiada lelah mengabdi, namun sering terpinggirkan. Meski keluh terasa, namun semangat tak luntur, menjadi pelayan umum, pengemudi setia, supir angkot tetap berdiri tegar menghadapi kehidupan yang berliku dengan senyum dan harapan.**
Penulis | : | Dina/Bunga |
Editor | : | Delvi Adri |
Kategori | : | Kota Pekanbaru, Peristiwa |