Direktur Eksekutif Kaliptra, Romes Irawan Putra
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Salah satu elemen Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), Kaliptra Sumatra, menyatakan mundur sebagai anggota organisasi lingkungan hidup tersebut setelah bergabung selama 18 tahun.
Mundurnya Kaliptra dari Jikalahari karena organisasi ini menduga enam elemen Jikalahari mengakses dana dan program dari Yayasan Belantara. Kaliptra menilai Jikalahari inkonsisten dan melanggar statuta organisasi.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Eksekutif Kaliptra, Romes Irawan Putra, Jumat (6/7/2018) di Pekanbaru.
Romes mengatakan bahwa alasan keluarnya Kaliptra dari Jikalahri diawali dengan adanya dugaan enam elemen Jikalahari yang mengakses dana dari Yayasan Belantara.
Organisasi Belantara ini sendiri terbentuk atas inisiasi dari APP-Sinarmas, salah satu perusahaan bergerak dalam Hutan Tanaman Industri (HTI) di Riau.
Keenam elemen Jikalahari yang mengakses dana dan program Belantara tersebut adalah LPAD, Pasa, Sialang, KBHR, KAR, Kabut Riau.
"Ini tentu melanggar Statuta karena kita dilarang mengakses dana dari perusahaan yang merusak lingkungan," ujar Romles kepada CAKAPLAH.COM.
Romles menjelaskan bahwa persoalan ini pernah dibahas saat rapat berkala dan rapat tahunan Jikalahari beserta Dewan Pertimbangan. Namun dengan bebagai alasan, enam lembaga elemen Jikalahari tersebut tidak diberikan sanksi tegas sesuai statuta. Mereka justru hanya diberikan teguran dan tetap menjadi bagian dari Jikalahari.
"Seharusnya jika Jikalahari konsisten, tentu enam elemen tersebut dikeluarkan dari jaringan. Jika tidak tentu ada sinyal yang menyatakan kekuatan korporasi telah menggerogoti Jikalahari. Di sini kita ingin menyelamatkan Jikalahari," sebut Romel.
Hingga pada Rapat Besar Anggota yang disertai dengan pergantian pengurus beberapa hari lalu, menjadi puncak dari kekecawaan Kaliptra. Dalam rapat tertinggi tersebut, persoalan masuknya dana korporasi ke Jikalahari juga tidak dibahas.
"Dengan adanya kekecawaan ini, kita memutuskan untuk keluar dan bulan menjadi bagian dari Jikalahari lagi," tegas Romel.
Romel sendiri menyatakan bahwa dirinya yakin Jikalahari masih bisa menjadi tombak menangkal pengrusakan hutan di Riau. Namun sikap kompromi Jikalahari atas adanya anggota yang melanggar statuta tentu menjadikan kelompok ini berimej jelek.
"Kita lihat sikap ini seperti membiarkan mereka menyelesaikan kontrak dengan Belantara selesai. Sikap ini tidak bisa kami terima," pungkas Romel.
Sebagaimana dimuat di situs jikalahari.or.id, organisasi ini terdiri dari Organisasi Non Pemerintah (LSM/Ornop), Kelompok Masyarakat dan Kelompok Pecinta Alam.
Saat ini organisasi yang tergabung di dalam Jikalahari berjumlah 22 Organisasi yakni Bangun Desa Payung Negeri (BDPN), Bunga Bangsa, Fitra Riau, Kabut Riau, Kaliptra Sumatra, KBH Riau, Kelompok Advokasi Riau, Lembaga Pemberdayaan dan Aksi Demokrasi (LPAD) Riau.
Selain itu Mapala Brimapala Sungkai, Mapala Humendala, Mapala KPA EMC2, Mapala Mafakumpala UIR, Mapala Phylomina, Mapala Suluh.
Selanjutnya Perkumpulan Alam Sumatra, Perkumpulan Elang, Riau Mandiri, Riau Women Working Group, Sialang, WWF gajah, dan Yayasan Mitra Insani.
Penulis | : | Abdul Latif |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Riau, Lingkungan |