PEKANBARU (CAKAPLAH) - Wilayah Riau sudah mulai memasuki musim hujan, dan potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau mulai menurun. Namun Pemprov Riau tetap menyiagakankan helikopter, untuk water bombing yang biasa digunakan.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau, Edwar Sanger mengatakan, potensi karhutla sudah menurun sejak awal September lalu. Dan pada bulan Agustus lalu dianggap sebagai puncaknya. Hal ini sempat membuat Satuan Tugas (Satgas) Karhutla kewalahan. Satgas harus mengerahkan semua tenaga yang ada.

“Puncaknya kebakaran hutan itu pada Agustus lalu. Ketika itu, seluruh tenaga kita kerahkan. Baik Satgas Darat, maupun Satgas Udara. lima helikopter water bombing yang dipinjamkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) itu, diparkirkan untuk sementara,” ujar Edwar Sanger.

"Helikopter masih ada lima unit di Pekanbaru, belum ada yang ditarik. Semua sekarang di-stanby-kan di Pekanbaru, sambil menunggu arahan selanjutnya dari BNPB. Alhamdulillah sampai hari ini kondisi cukup kondusif, sehingga helikopter kita standby-kan dahulu. Semoga tetap terkendali tentunya demi Riau bebas," tambahnya.

Hal tersebut dilakukan kata Edwar, atas kebijakan yang dikeluarkan oleh BNPB. Satgas tetap siaga sampai ada arahan selanjutnya dari BNPB dan Dansatgas Karhutla.

Kelima helikopter water bombing. Antara lain, satu unit helikopter Skorsky S61, satu unit MI 171, dua unit Kamov dan satu Bell 214. Pengoperasiannya sudah beberapa bulan di Riau. Seperti terakhir pemadaman dilakukan di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu).

Penghentian sementara pengoperasian helikopter yang dilakukan sejak Sabtu (6/10), tidak hanya di Riau saja. Kata Edwar, ini serentak dilakukan di semua provinsi yang sebelumnya juga dipinjamkan helikopter water bombing oleh pemerintah pusat. Hal itu dilakukan untuk mengevaluasi hasil kerja helikopter selama dikerahkan memadamkan karhutla.

"Kalau nanti kondisinya harus dibutuhkan, akan kembali dikerahkan helikopter water bombing. Dari laporan BMKG sekarang sudah memasuki musim hujan," jelasnya.

Dari hasil pantauannya beberapa hari terakhir, bisa dikatakan Riau nihil titik panas dan titik api. Namun Satgas Karhutla masih tetap bersiaga. Terutama Satgas Darat. Sebab, hanya Satgas Darat yang tersisa di lapangan. Satgas Udara istirahat untuk sementara.

"Kita optimalkan dulu satgas darat. Dansatgas juga sudah menekankan kepada semua personel, untuk selalu waspada atas kemunculan titik api," ujarnya.

Dalam Satgas ini, tergabung dari TNI, Polri, BPBD provinsi dan kabupaten/kota, Manggala Agni, relawan, serta masyarakat.

Tapi dia berharap, ke depan tidak ada lagi karhutla. "Semoga ke depan tidak marak lagi karhutla. Kita pantau terus situasi dan kondisi. Sementara tim di lapangan masih bersiaga," ujarnya.

Dari data BMKG Stasiun Pekanbaru, pada Ahad (7/10/2018) pagi, tidak terpantau adanya titik panas dan titik api. Bahkan yang terpantau adalah potensi hujan. Dimana, dari pagi hingga malam, potensi hujan ringan hingga lebat terjadi di sejumlah daerah di Riau.

Sedangkan untuk luasnya kebakaran yang terjadi sejak 14 Januari hingga Ahad (7/10/2018), sudah ada 5.724,96 hektare lahan yang terbakar di Riau. Lahan yang paling luas terbakar berada di Rokan Hilir, dengan total 1.985,35 hektare. Menyusul setelah itu Kepulauan Meranti dengan luas 963,56 hektare.

Selanjutnya Inhu 576 hektare, Bengkalis 575,95 hektare, Dumai 512,25 hektare, Inhil 406,5 hektare, Pelalawan 266,5 hektare, Siak 157,25 hektare, Kampar 127 hektare, Rohul 99 hektare, dan Pekanbaru 52,6 hektare. Sedangkan di Kuantan Singingi 2 hektare.