Sidang putusan sengketa pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (27/6/2019). Foto: Kompas.com
|
Jakarta (CAKAPLAH) - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam Pemilu 2019 seperti yang didalilkan tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam permohonan PHPU Pilpres 2019 merupakan kewenangan lembaga lain.
Demikian dinyatakan majelis hakim konstitusi dalam sidang putusan permohonan sengketa Pilpres 2019 yang diajukan kubu paslon 02, Kamis (27/6/2019).
"Mahkamah hanya akan mengadili jika lembaga yang mengadili TSM tidak melaksanakan tugasnya dan berpengaruh terhadap hasil suara pasangan calon presiden dan calon wakil presiden," kata Manahan dalam sidang di Gedung MK, Jakarta, Kamis (27/6/2019).
Hakim Manahan merujuk pada peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2018 tentang penyelesaian pelanggaran administratif.
Kata dia dalam pasal 1 peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2018, objek pelanggaran administrasi pemilu terdiri atas perbuatan yang melanggar prosedur dalam setiap tahapan penyelenggaran pemilu, yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif, atau perbuatan menjanjikan atau memberikan uang untuk mempengaruhi pemilih yang terjaid secara TSM.
"Bahwa peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2018 telah mengatur TSM. Perihal sanksi, apabila terbukti diatur dalam pasal 37. Telah terang bahwa pelanggaran administrasi yang bersifat TSM ada di kewenangan Bawaslu," kata Manahan.
Salah satu dalil gugatan yang diajukan oleh tim hukum Prabowo-Sandi adalah terjadinya kecurangan Pemilu 2019 melalui penggelembungan dan pencurian suara secara TSM.
Dalil kecurangan TSM ini sebelumnya sudah diajukan tim hukum Prabowo-Sandi selama rangkaian persidangan PHPU Pilpres di MK.
Salah satu upaya pembuktian dari pihak Prabowo-Sandi adalah menghadirkan saksi bernama Hairul Anas Suaidi.
Hairul saat itu mengaku pernah mengikuti pelatihan saksi atau training of trainer dari Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin di Hotel El Royale Jakarta pada Februari lalu. Ia mengklaim saat itu ia berada di sana sebagai calon legislatif dari Partai Bulan Bintang (PBB).
Hairul kala itu bersaksi melihat Wakil Ketua TKN, Moeldoko, menyebut kecurangan sebagai bagian dari demokrasi.
"Saya mendapat materi di mana dalam catatan saya ada slide. Pertama, ada slide yang mengatakan kecurangan adalah bagian dari demokrasi," kata Hairul dalam sidang yang berlangsung di Gedung MK, Jakarta, Kamis (20/6) lalu.
Hairul sempat beberapa kali dicecar hakim terkait keterangan itu. Salah satunya dari Saldi Isra yang menanyakan kepemilikan materi presentasi itu.
"Materi ini di-upload dalam satu drive yang ditayangkan saat Pak Moeldoko," jawab Hairul.
Hakim pun beberapa kali terlihat menegur Hairul. Pasalnya keterangan yang ia berikan dinilai banyak memaparkan opini.
TKN sebagai pihak terkait dalam persidangan itu membantah kesaksian Hairul. Lukman Edy, anggota TKN, mengatakan Hairul telah memberikan kesaksian palsu dan kebohongan belaka.
"Hairul Anas tidak pernah mengikuti pelatihan saksi. Dia telah melakukan sumpah palsu dan menyebar kebohongan publik," ujar Ketua Panitia Pelatihan Saksi TKN Lukman Edy melalui keterangan tertulis yang diterima cnnindonesia.com, Kamis (20/6).
Bantahan TKN itu kemudian diperkuat oleh kesaksian Anas Nashikin yang duduk sebagai saksi dari pihak terkait. Anas yang pada pelatihan itu hadir sebagai pemberi materi menyebut tak ada nama Hairul dalam daftar peserta.
"Saya tanya teman-teman, apa benar ada peserta nama itu (Hairul Anas Suaidi), setelah dicek tidak ada di dalam peserta," kata Anas dalam sidang di MK, Jumat (21/6).
Kendati demikian, Anas tak menampik bahwa ada nama Hanas dalam surat rekomendasi PBB untuk mengikuti pelatihan itu. Ia pun tak memungkiri ada kemungkinan Hairul mendapatkan materi presentasi meski tak hadir dalam acara.
"Saat saya sampaikan materi, dia belum hadir di forum," ucap Anas.