PEKANBARU (CAKAPLAH) - Komisi V DPRD Riau, mengkritik keras terkait aturan penggunaan pengeras suara di Masjid oleh Kementerian Agama RI. Selain kurang bijak, aturan itu bisa menyebabkan ketersinggungan masyarakat Indonesia, terutama Riau yang mayoritas muslim.
Ketua komisi V, Aherson memandang karena mayoritas masyarakat Indonesia adalah umat muslim, maka tak perlu diatur.
"Menurut saya kurang pas. Pemerintah harusnya bijak. Kita yang mayoritas muslim tidak perlu diatur soal itu. Bukan kita tidak menghargai yang lain, tapi etika saja," kata Aherson yang merupakan politisi demokrat, jumat (7/9/2018).
Ia juga mengeluarkan pernyataan yang menohok agar jangan terlalu banyak hal yang diurus oleh pemerintah. Terutama disaat negara terancam krisis akibat melonjaknya harga dolar, yang berdampak dengan kenaikan harga barang.
"Kementerian Agama jangan terlalu mengurusi permasalahan pengunaan toa untuk adzan. Banyak betul yang diatur pemerintah sekarang ini, harga sembako dan barang sajalah yang diatur," kata Aherson.
Politisi Demokrat ini mengatakan, seharusnya kaum minoritas harus bisa beradaptasi dengan kebiasaan kaum mayoritas, karena itulah wujud keadilan dari pemerintah.
"Adil kan tidak harus sama, tapi harus sesuai dengan porsi, misalnya orang anak tiga dan anak satu dikasih uang yang sama, itu kan tidak adil," cakapnya lagi.
Lebih lanjut, dirinya mengatakan DPRD tidak berwenang mengkaji hal ini, namun ia berharap DPR RI segera mengkajinya karena sudah meresahkan sejumlah pihak saat ini.
"Seperti biasa sajalah penggunaan toa masjid ini, selama ini kan tidak ada permasalahan, DPR RI harus pertanyakan surat edaran ini ke Menteri Agama," tukasnya.
Seperti yang diketahui, kementerian agama mengirimkan surat edaran terkait penggunaan toa masjid, dalam surat tersebut dijelaskan tentang aturan penggunaan pelantang suara di masjid.
Pertama, surat edaran itu memerintahkan semua masjid mempunyai dua pelantang suara. Satu pelantang suara di menara atau luar masjid, sedangkan satu lagi berada di dalam.
“Pelantang suara di menara luar, diminta hanya digunakan untuk azan sebagai penanda waktu salat, tidak boleh untuk menyiarkan doa atau zikir,” demikian tertulis dalam surat edaran tersebut.
Dalam imbauan itu juga diminta kepada pengurus masjid mengutamakan suara merdu dan fasih saat menggunakan mikrofon.
Penulis | : | Satria Yonela |
Editor | : | Hadi |
Kategori | : | Riau, Pemerintahan, Politik |