PEKANBARU (CAKAPLAH) - Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Karhutla (PPIKHL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Wilayah Sumatera, menyampaikan pemaparan mengenai kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang ada di Riau. Hadir dalam kegiatan ini Kepala Balai PPIKHL, BPBD Riau, dan juga Manggala Agni Riau.

Kegiatan ini diselenggarakan Ahad (11/11/2018) pagi, di SwissBelInn dan dihadiri oleh awak media yang ada di Riau.

Disampaikan oleh Kepala Balai PPIKHL Wilayah Sumatera, Israr Albar, bahwa karhutla terjadi semenjak 1982 hingga saat ini di Riau. Kebakaran hebat terjadi di 1998, 2006, 2014 dan 2015. "Terbesar itu tahun 2015 dimana 178 ribu lebih hotspot terpantau untuk wilayah Indonesia. Sumsel jadi yang terparah di Sumatera," katanya.

Setelah itu, kebakaran secara bertahap mengalami penurunan di 2016 hingga 2018. Namun untuk di 2018, Riau merupakan daerah yang paling tinggi jumlah hotspotnya di Sumatera. "Ini perlu menjadi perhatian bagi berbagai pihak di Riau," kata Israr.

"Termasuk juga jumlah luasan terbakar. Riau merupakan daerah yang terbanyak luasan terbakar dengan 60 persen berada di lahan gambut," tambah Israr.

Untuk penanganan terhadap karhutla sendiri, PPIKHL sendiri memiliki beberapa upaya. Balai tersebut juga memiliki 17 Daerah Operasi Manggala Agni yang tersebar di berbagai wilayah di Sumatra.

"Kita melakukan proses pencegahan, pelibatan masyarakat, pemantauan bersama BMKG, deteksi dini, penegakan hukum, dan pelengkapan personil dan prasarana," jelas Israr.

Israr juga menegaskan bahwa dalam penanganan karhutla, pencegahan lebih penting daripada pemadaman. Setelah itu baru dilakukan penindakan terhadap lahan yang telah terbakar.