Natalius Pigai
|
JAKARTA (CAKAPLAH) - Terkait kisruh Peraturan Presiden (Perpres) No.10 Tahun 2021, tentang Bidang Usaha Penanaman Modal Investasi Minuman Beralkohol atau minuman keras (Miras) yang akhirnya resmi dicabut Presiden Joko Widodo (Jokowi), aktivis asal Papua, Natalius Pigai menduga Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia sebagai penyebab kekisruhan itu sehingga sepatutnya dicopot.
Dugaan sebagai penyebab kekisruhan itu, dijelaskan Natalius Pigai, dengan pertimbangan mengingat kapasitas Bahlil Lahadalia, sebagai Kepala BKPM yang membidangi masalah investasi.
"Andaikan itu benar dari Bahlil, bukan hanya cabut Pepres saja, karena dia (Bahlil-red) tidak beritikad baik membangun Indonesia, karena itu copot dari jabatannya," kata Natalius Pigai kepada CAKAPLAH.COM, Selasa (2/3/2021) di Jakarta.
Menurutnya, Bahlil Lahadalia adalah orang yang paling berperan dalam gagasan dan semua proses yang terjadi hingga dikeluarkannya Pepres itu oleh Presiden Jokowi. Sehingga pihak yang telah melakukan kesalahan fatal dan pada akhirnya mengakibatkan serangan publik terhadap Pemerintahan Presiden Jokowi, ditegaskannya adalah Bahlil Lahadalia.
"Saya menduga itu yang membikin draft usulan Pepres itu, Bahlil Lahadalia. Dia tidak hanya pembisik, tetapi pembawa gagasan ini kepada Presiden itu tentunya Kepala BKPM dan itu adalah Bahlil Lahadalia. Jadi orang ini yang harus dipersalahkan atas reaksi publik yang menyerang Presiden dengan Pepres Investasi Miras itu," terangnya.
Dijelaskan Natalius Pigai yang juga mantan Aktivis 98 itu, dampak buruk dari mencuatnya Pepres Investasi Miras itu adalah seolah Pemerintah Indonesia saat ini, berharap pada kontribusi industri alkohol, dimana pola seperti itu di negara lain sudah selesai di abad lalu.
Selain itu, sosok Bahlil Lahadalia yang selama ini sering mengklaim dirinya sebagai putra Papua, melalui Perpres itu, dinilainya telah melukai hati masyarakat papua. Pasalnya di Pepres itu perizinan investasi Miras dilakukan pada 4 provinsi, yakni Bali, Papua, Sulut, dan NTT. Sehingga seolah Bahlil Lahadalia, diyakini membenarkan kalau Papua adalah daerah pengproduksi miras.
"Sebagai orang Papua, saya merasa melalui Pepres itu hati masyarakat Papua sudah tersakiti. Seolah Papua itu benar bisa produksi miras, sedangkan faktanya Papua itu berada di ketinggian 700 meter di atas permukaan laut. Jadi tidak ada pohon kelapa, jadi bagaimana bisa bikin tuak, kelapa saja tidak tumbuh. Apalagi miras," tegasnya.
Sementara terhadap Presiden Jokowi, Natalius Pigai mengharapkan kepala negara kedepannya lebih hati-hati dalam kebijakannya. Serta lebih mengedepankan unsur aksesibilitas, akseptabilitas, urgensitas dan next sibility dari setiap usulan kebijakan dari orang disekitarnya.
"Presiden itu tidak perlu lah, membaca yang namanya draft. Tetapi orang-orang di sekitarnya yang memberikan usulan harusnya menjelaskan gagasannya kepada Presiden. Dan Presiden perlu untuk hati-hati memperhatikan, harus jeli melihat usulan itu urgent tidak? Penting tidak?," urainya.
Sebelumnya Presiden Jokowi, resmi mencabut Perpres No 10 Tahun 2021 yang ditetapkan pada 2 Februari 2021 kemarin. Pepres itu mengatur soal penanaman modal untuk minuman beralkohol atau miras yang dibolehkan investasinya di Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara dan Papua.
Jokowi mengaku mencabut Perpres ini setelah menerima masukan dari ulama, organisasi keagamaan, dan sejumlah pemerintah provinsi.
"Saya putuskan lampiran Perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut. Terima kasih," kata Jokowi lewat kanal Sekretariat Presiden, Selasa (2/3/2021).***
Penulis | : | Edyson |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Nasional |