Eni Yusnita pelaku UMi di Pekanbaru merajut Benang Bliter menjadi tas yang akan dijual untuk membantu ekonomi keluarga. Foto: Dok. pribadi Eni Yusnita untuk CAKAPLAH.com.
|
“Pandemi berkepanjangan betul-betul telah menimbulkan luka yang dalam”.
Begitu diungkapkan Joko Widodo pada Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan Tahun 2022, Kamis (20/1/2022) lalu.
Apa yang digambarkan Presiden Republik Indonesia itu memang akurat.
Sejak Maret 2020 lalu, wabah jahat bernama Covid-19 itu, benar-benar telah merubah tatanan ekonomi negara kepulauan ini. Berbagai bidang usaha dari Sabang sampai Merauke mandek. Kesejahteraan warga mabur lintang pukang.
Merespon krisis kesehatan berbuntut horor ke sektor ekonomi itu, presiden pun mengeluarkan berbagai kebijakan guna mendorong perbaikan ekonomi.
Dikucurkanlah dana untuk program penanganan Pandemi Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN). Membantu sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) bangkit menghadapi pandemi jadi salah satu prioritas.
Sebab, layaknya yang dikatakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, UMKM memiliki peranan penting dalam perekonomian Indonesia.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KemenkopUKM), tercatat pada Maret 2021, jumlah UMKM di tanah air mencapai 64,2 juta. Dari angka itu, mayoritasnya adalah segmen usaha mikro.
Di sisi lain, Survey Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020 mengungkap, sekitar 69,02 persen UMKM tanah air terkendala modal di saat pandemi Covid-19.
Menyikapi itu, pemerintah mengambil sejumlah kebijakan. Termasuk menggencarkan memberi pinjaman modal kepada para pelaku usaha Ultra Mikro (UMi).
Pusat Investasi Pemerintah (PIP) Kementerian Keuangan ditunjuk sebagai koordinator dana untuk program pembiayaan UMi. Program ini sejatinya sudah berlangsung sejak 2017 silam.
Pembiayaan UMi diluncurkan oleh Menteri Keuangan pada tahun itu dengan konsep pengelolaan dana bergulir yang bersumber dari APBN.
UMi adalah jenis-jenis usaha perorangan yang skalanya lebih kecil dari mikro. Seperti pedagang asongan, pedagang rumahan, pembuat kerajinan, laundry kiloan, tukang potong ayam di pasar, dan banyak lainnya.
UMi merupakan bagian tak terpisahkan dari upaya mengencangkan denyut nadi ekonomi negeri. Para pelaku UMi adalah mereka yang masih berjuang untuk menghidupi keluarga dan berupaya ‘naik kelas’ kesejahteraan.
Seperti Eni Yusnita, warga Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, yang awalnya adalah pedagang pakaian, sendal, hingga kosmetik, namun usahanya bangkrut. Gara-gara pandemi.
Upayanya menjaga taraf ekonomi keluarga patah akibat wabah.
Lelah hanya menanti keadaan negeri yang kala itu tak memberi secercah asa, Ia memutuskan mengambil langkah. Tepat di 2021, wanita 46 tahun ini memilih bangkit lagi dengan kerajinan rajut sebagai usaha.
“Awalnya saya jual aneka baju, sendal. Tapi karena Covid, habis duitnya. Modal saya tak balik,” ungkapnya mengawali cerita saat berbincang dengan CAKAPLAH.com, dua hari silam, Senin (31/1/2022) di Pekanbaru.
Usahanya itu memang bukan berbentuk toko. “Hanya usaha kecil-kecilan,” jelas ibu 3 orang anak ini.
“Saya beli barang, titip ke saudara, dijualkan. Atau saya kreditkan ke pembeli. Untung sikit-sikit saja,” tambahnya.
Usaha Eni itu sebenarnya telah berjalan cukup lama. Hasilnya bisa Ia gunakan untuk membantu asap dapurnya tetap mengepul dan menuntaskan sekolah anak-anaknya.
Eni dan suami adalah potret orang tua yang sangat mementingkan pendidikan buah hati mereka. Ketiga anak mereka telah tuntas mengenyam bangku pendidikan hingga perguruan tinggi.
"Satu sudah Sarjana Ekonomi. Satunya Sarjana Pendidikan, Bahasa Inggris. Yang bungsu sudah tuntas D-3. Lagi lanjut ambil S-1," jelas Eni tak menutup rasa bangganya.
Namun, kejamnya pandemi sejak 2020 lalu membuat perputaran modal Eni yang tak seberapa seakan lesap. Pelanggannya banyak tak mampu membayar utang cicilan tepat waktu. Bahkan banyak barang yang tak terjualkan.
“Di 2020 sudah terasa dampak Covid. Pembeli mulai lama membayar utang mereka. Bahkan banyak yang tak bayar ke saya,” kenangnya dengan suara memburu. Mungkin masih kesal karena ada pelanggan yang tega memutus kabar.
Begitu usahanya itu terhenti di awal 2021, Eni sempat ‘semak hati’. Karena Ia adalah tipe istri yang tak bisa berdiam diri menjalani hari, tanpa upaya meringankan beban suami.
Ia sempat berniat jualan aneka kue, namun karena ketiadaan alat dan tak punya uang untuk membeli beragam perangkat tersebut, Ia menyimpan niat itu.
Bangkit berkat Mekaar
Hari terus berganti walau masih dalam intaian virus yang terus bermutasi.
Di penghujung 2021, Eni melirik prospek di usaha kerajinan rajut. Ia sempat belajar khusus agar mahir. Namun saat hendak memulai usaha ini, Ia kembali terbentur kenyataan bahwa pandemi masih momok di negeri ini.
“Bulan 10 tahun 2021 kemarin belajar rajut. Sudah bisa. Pas mau beli bahan, ternyata mahal. Tak punya duit,” ungkap Eni sambil tertawa dengan nada miris.
Meminjam ke bank, Ia tak punya harta untuk diagunkan. Melirik Pinjol-pinjaman online-, Ia tak punya nyali untuk diintimidasi.
"Tak punya tanah atau rumah untuk diagunkan," jelas Eni yang kini tinggal di sebuah rumah sewa di Kelurahan Cinta Raja, Sail Pekanbaru.
Rumah yang pernah mereka miliki hingga 5 tahun lebih harus rela dilepas. Over kredit ke orang lain, demi modal usaha dan membiayai sekolah anak hingga tuntas.
Jiran Eni sempat mengajak ikut berkelompok untuk meminjam dana buat modal usaha dari program Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Mekaar). Program pembiayaan yang dijalankan PT Permodalan Nasional Madani (PNM). Salah satu penyalur pembiayaan PIP UMi.
Eni sebenarnya tertarik, karena syaratnya tak sulit dan bunganya sangat rendah. Yang lebih menarik, tanpa agunan sama sekali !
Namun suaminya melarang. Takut tidak sanggup membayar angsuran. Maklum, penghasilan suami Eni juga terganggu akibat pandemi.
Sehari-hari, sang suami bekerja di sebuah perusahaan swasta di bilangan Jalan Soetomo.
“Awalnya Abang melarang. Takut tak sanggup bayar. ‘Jangan kita ngutang dulu, kita belum ada penghasilan tetap’,” katanya menirukan alasan suaminya saat itu.
Tak lama, begitu grafik pandemi melandai dan perekonomian mulai bergerak, hingga para siswa kembali ke sekolah secara bertahap, Eni mendapat ‘lampu hijau’ dari suami.
Dia pun mengajukan permintaan bantuan pembiayaan ke Mekaar.
“Saya ajukan akhirnya. Saya bilang ke petugas, saya butuh untuk modal usaha rajut. Beli Benang Bliternya saja sudah Rp60 ribu. Belum untuk keranjang, untuk bikin furing dan lainnya. Pinjaman dari Mekaar buat itu,” jelas Eni.
Gayung bersambut, PNM meloloskan pengajuannya dan anggota lain di kelompok Mekaar Bersatu dengan plafond Rp3 juta. Siklus pembayaran selama 1 tahun dengan angsuran per pekan sebesar Rp75 ribu saja.
“Cair bulan 11 tahun 2021 kemarin. Syaratnya cuma KTP, KK, tandatangan. Udah. Alhamdulillah bisa buat modal,” kenangnya.
Aneka tas rajut hasil kerajinan tangan Eni Yusnita, penerima bantuan layanan permodalan dari Mekaar, program PIP UMi yang disalurkan PT PNM. Foto: Dok. pribadi Eni Yusnita untuk CAKAPLAH.com
Eni kala itu sangat bersyukur, karena berkat bantuan modal itu, Ia bisa memulai usaha kembali tanpa harus menambah beban fikiran suami.
“Saya bayar per pekan dari sisa-sisa uang belanja bisa. Kan tak mahal,” jelas Eni lagi.
Dia pun bisa memulai usaha rajut berbahan utama Benang Bliter itu. Bahan-bahan untuk kerajinan itu biasa Ia beli di Toko Obras Citra, grosir perlengkapan menjahit di Pasar Pusat Pekanbaru. Tepat di seberang Masjid At-Taqwa yang megah dan serba hijau itu.
Produk yang Eni hasilkan berupa tas, dompet, mainan kunci, dan souvenir lainnya. Ia mengerjakan aneka rajutan itu di sela-sela kesibukan harian sebagai ibu rumah tangga.
“Selesai dulu kita urus rumah. Masak dulu, nyuci, gosok baju,” jelas wanita yang murah senyum ini.
Tak heran, sejak Bulan November 2021 lalu, tas yang bisa Ia rampungkan belum genap sebanyak jemari tangan. Sedang untuk souvenir bisa lebih cepat Ia tuntaskan karena bentuknya yang kecil.
“Tas saya jual dengan harga bervariasi. Mulai Rp300 ribu hingga Rp350 ribu. Dompet atau tas kecil Rp 250 ribu. Mainan kunci Rp7500 saja. Nanti ada yang beli banyak, bisa mereka jualkan lagi di atas harga itu,” terang Eni.
Sayangnya, perjalanan usaha Eni ini tak langsung berbuah manis. Produk yang Ia hasilkan bisa dibilang tak gampang terjual.
“Namanya juga masih Covid, orang-orang tak mudah belanja. Apalagi untuk beli tas, dompet,” terangnya sembari menolak menyebut penghasilan bulanannya dari bisnis rajut ini.
“Kan baru mulai Bulan 11 (2021) kemarin. Sekarang baru Bulan 1 (2022). Belum terasa lah ke peningkatan ekonomi,” imbuh Eni sambil tertawa malu-malu.
“Nanti ada proses itu,” tambahnya sejurus kemudian.
Katanya lagi, terkadang Ia membuka stand, tapi dagangannya sering tak laku. Padahal buka stand harus bayar. Bisa sekitar Rp200 ribu untuk 2 hari.
“Seperti kemarin kami buka stand di GOR (Gelanggang Olahraga Remaja). Tak ada yang terjual. Gitulah. Kadang laku, kadang tidak,” tambahnya lagi.
Di lain kesempatan, Eni dan rekannya juga membuka stand di mal-mal yang ada di Kota Bertuah ini. Katanya, hasilnya lebih lumayan bila dibandingkan dengan di GOR.
Eni tak menampik, ada harapan agar PNM memberi kesempatan untuk dia dan kelompoknya bisa memajang produk mereka di stand-stand khusus bila memungkinkan.
“Maunya dari Mekaar ada juga upaya menyediakan stand. Kita siap. Kalau ada acara misalnya. Kita diberi stand, kan lumayan. Enak kali kalau kayak gitu,” harapnya.
Namun, walau upaya bangkitnya Eni ini tak serta merta mengubah taraf hidup keluarganya, Ia pantang menyerah. Ada keyakinan dalam benaknya, bila yakin dan terus berjuang, maka masanya untuk hal yang lebih indah akan tiba.
Kerajinan rajut berbentuk mainan kunci hasil kreasi Eni Yusnita lebih cepat terjual karena bentuknya yang menarik dan harga yang murah. Foto: Dok. pribadi Eni Yusnita untuk CAKAPLAH.com.
“Yakin saja. Yang penting jalani prosesnya. Bangkit itu memang gitu ya. Jangan difikirkan berlebihan, bisa stress. Maksimalkan usaha kita saja. Ada fasilitas diberi pemerintah, alhamdulillah,” katanya sembari menyemangati dirinya sendiri.
Ke depan, Eni bahkan ada niat membuka toko kecil-kecilan di rumahnya.
“Bila diberi kesempatan lagi oleh Mekaar, mau buka usaha lagi. Jangan patah lagi seperti kemarin. Mau jual gula, sabun, dan lainnya. Semoga nanti bisa lagi ajukan ke Mekaar,” harapnya.
Pembiayaan UMi Bantu Pulih dari Pandemi
Kisah Eni adalah satu dari ribuan kisah pelaku UMi di tanah air. Ada keinginan membantu ekonomi keluarga walau terbatas di masalah sumber daya, fasilitas, dan modal.
Kehadiran Mekaar, pembiayaan PIP UMi adalah angin segar di gerahnya keterbatasan mereka. Para wanita kurang mampu atau yang tidak memiliki modal untuk mengembangkan usaha.
Di Kota Pekanbaru, PT PNM, lewat Mekaar, telah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp708.309.000.000 untuk 284.727 nasabah.
Tak hanya bantuan modal, Mekaar juga kerap memberi pendampingan, berupa pelatihan kepada nasabahnya. Seperti yang baru-baru ini digelar PNM bersama PT Pegadaian dan BRI.
100 orang diundang untuk mengikuti pelatihan literasi keuangan pada Rabu (27/1/2022) kemarin di sekitar Rumbai. Ratusan kaum ibu itu dilatih menabung dan membuat laporan keuangan sederhana. Tujuannya, agar mereka bisa mengembangkan usahanya lebih baik.
“PNM memberikan literasi keuangan kepada nasabah yang masih kecil, serta pelatihan cara menabung, serta membuat laporan keuangan. Diharap setelah pelatihan, para nasabah mampu mengembangkan usaha dan menjadi lebih cerdas, sehingga bisa naik kelas,” jelas Turmuzi, Pemimpin PNM Cabang Pekanbaru.
Sedangkan untuk skala nasional, sejak awal hingga 17 Desember 2021, PNM telah menyalurkan total pembiayaan Rp103,42 triliun kepada 10,9 juta nasabah Mekaar.
Sementara itu, pembiayaan khusus UMi yang dikelola Badan Layanan Umum (BLU) PIP terus berupaya mencatatakan prestasi menyasar nasabah baru.
Untuk tahun 2022 ini, PIP menargetkan penyaluran pembiayaan UMi akan menjangkau 2 juta debitur baru. Tumbuh senilai 10 persen.
Hingga akhir 2021 kemarin, PIP telah menyalurkan pinjaman UMi hingga Rp18,08 triliun kepada lebih dari 5,39 juta debitur di seluruh tanah air.
Selama masa pandemi ini, PIP juga telah memberikan bantuan subsidi bunga dan bantuan pemerintah untuk pelaku usaha mikro agar dapat bangkit, meningkatkan kualitas usaha, dan mampu mempertahankan tingkat kesejahteraan.
Direktur Utama PIP, Ririn Kadariyah, mengutarakan, dukungan pembiayaan berperan penting agar pelaku UMi bisa meningkatkan kualitas dan nilai usahanya.
“Peningkatan skala usaha melalui pembiayaan dapat membuat usaha Ultra Mikro maju dan naik kelas. Sehingga bisa memberi manfaat bagi lingkungan mereka,” sebutnya.
Ia juga mengatakan program-program yang dilakukan PIP diharapkan bisa lebih berdaya guna dan mendukung percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional. Seperti yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 23/2020.
Pembiayaan dan dukungan program pendampingan yang diperoleh para pelaku UMi adalah bukti kehadiran pemerintah dan APBN untuk mendukung UMKM.
Sebab, UMKM, termasuk UMi, berkontribusi 61,07 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Juga, UMKM mampu menyerap 97 persen total tenaga kerja atau 64,2 juta orang. Pengaruhnya memang besar kepada gerak ekonomi negeri.
Seperti yang diutarakan Presiden Jokowi, UMKM bisa menjadi motor penggerak pemulihan ekonomi.
Dia juga mengaku tak ingin lagi mendengar sulitnya pelaku UMKM mendapat akses pembiayaan dan tak mau lagi mendengar keluhan seperti itu ke depannya.
“Tidak boleh lagi ada cerita misalnya akses kredit sulit, akses pembiayaan di sektor informal sulit, UMKM kesulitan akses permodalan,” tegas Jokowi secara virtual pada Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan Tahun 2022, baru-baru ini.
Karena katanya, keberhasilan UMKM bisa menjadi modal penting pemulihan ekonomi yang saat ini dilakukan bangsa usai dihantam bencana ekonomi akibat pandemi.
Penulis | : | Yusni Fatimah Lubis |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Ekonomi, Kota Pekanbaru |