Mantan Ketua DPRD Riau DR Chaidir MM
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Wacana Fraksi PKB DPRD Riau yang hendak menggunakan hak interpelasi atas kebijakan gubernur Riau mendemosi sejumlah pejabat di Sekretariat DPRD Riau, masih terus mengemuka hingga saat ini. Namun demikian, ternyata menggunakan hak interpelasi dan untuk bisa mencapai 'goal' atau tujuan yang diharapkan tidaklah mudah.
Mantan Ketua DPRD Riau dua periode, Chaidir saat berbincang dengan CAKAPLAH.com mengaku sedikit pesimis wacana tersebut bisa terealisasi.
"Ada tiga hak secara lembaga legislatif, yakni hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat. Itu adalah hak lembaga, maka diputuskan melalui keputusan lembaga. Dalam hal interpelasi usulan bisa muncul dari orang perorang, tapi itu kan belum final, dan masih dengan proses yang panjang," kata Chaidir, Jumat (22/7/2022).
Ketika usulan disepakati, minimal 10 pengusul, lantas dibawa ke pimpinan, selanjutnya maka harus dibawa ke Badan Musyawarah (Banmus) untuk diputuskan dengan perdebatan, apakah bisa dibawa ke sidang paripurna atau tidak.
Ketua Umum Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR) ini mengatakan, dirinya tidak membicarakan muatan dalam persoalan ini namun berbicara prosedur.
"Nah, Banmus bisa saja voting di situ, kalau Banmus tidak setuju, selesai interpelasi itu. Tapi kalau Banmus setuju baru dibawa ke paripurna, dibacakan oleh pengusul di paripurna itu," ujarnya.
Dalam paripurna sendiri, jika ada satu atau dua orang anggota DPRD Riau yang tidak setuju, maka dilakukan voting kembali. Jika paripurna setuju barulah DPRD yang meminta hak interpelasi dan langsung ditandatangani oleh ketua DPRD Riau. Dan meminta gubernur menjawab dalam tempo yang ditentukan.
"Nah nantinya, gubernur (jika memang DPRD menggunakan hak interpelasi), hanya akan membalas melalui tertulis, dan disampaikan lagi dalam sidang paripurna sesuai dengan yang ditanyakan. Itulah yang menjadi ruang publiknya. Jika DPRD menilai sudah sesuai dan terbuka jawaban gubernur, ya sudah selesai interpelasi itu," cakapnya lagi.
Lantas, bagaimana jika DPRD tidak puas? Chaidir mengatakan, barulah masuk ke hak angket. Dimana nantinya DPRD akan memanggil pihak terkait. Misalnya mengundang Komisi ASN, dan yang berkepentingan lainnya.
Namun, jika tidak juga menemui titik temu maka akan sampai kepada hak menyatakan pendapat oleh DPRD Riau. "Hak menyatakan pendapat inilah yang paling tinggi," cakapnya lagi.
Disinggung mengenai dengan substansi yang diwacanakan anggota dewan saat ini yakni terkait kebijakan gubernur yang melakukan mutasi di Setwan DPRD Riau, Chaidir pesimis hal itu bisa terwujud bahkan di hak interpelasi sekalipun.
"Kalau menurut saya, sampai di Banmus gak lolos lagi. Kenapa demikian, karena itu kan hak prerogatif eksekutif, mutasi, demosi, itu hak gubermur, tidak harus persetujuan DPRD. Saya kira tak perlu sampai di sana," tukasnya.
Sebelumnya bergulir penggunaan hak interpelasi kepada Gubernur Riau yang berasal dari politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Ade Agus Hartanto.
Kepada CAKAPLAH.COM, Ade mengatakan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) DPRD Riau menilai gaya kepemimpinan Gubernur Riau Syamsuar lebih mengedepankan emosi ketimbang rasionalitas.
Menurut FPKB, banyak bukti yang menunjukkan bahwa Syamsuar adalah pemimpin emosional. Bahkan terkesan, apa yang 'diurus' Syamsuar malah menjadi masalah ketimbang solusi.
"Gubernur hari ini sedang mempertontonkan sikap politiknya yang cenderung kekanak-kanakan. Karena apa yang dilakukannya saat ini cenderung membikin masalah. Bukannya selesai, tapi menambah masalah," kata Ketua FPKB DPRD Riau, Ade Agus Hartanto kepada CAKAPLAH.com, Jumat (8/7/2022).
Ade menyontohkan dengan apa yang terjadi dalam lingkungan birokrasi di Sekretariat DPRD Riau. "Hampir dua bulan ini DPRD Riau mengalami ketidakjelasan. Misalnya, dalam hal keuangan yang berpengaruh terhadap tugas dan fungsi DPRD Riau," kata Ade.
Dijelaskan, semua kalangan yang berada di dalam lingkungan DPRD Riau merasakan dampak atas kebijakan Gubernur Riau Syamsuar yang gegabah menunjuk Pelaksana Tugas Sekretaris Dewan (Plt Sekwan). "Tidak hanya anggota dewan, tapi tenaga ahli, honorer, ASN bahkan sekuriti pun merasakan dampak atas kebijakan gubernur menunjuk Plt yang berpengaruh terhadap keuangan DPRD," jelasnya.
Tidak hanya persoalan keuangan, urusan penunjukan pejabat di lingkungan DPRD Riau juga dianggap bermasalah. "Baru-baru ini Pemprov Riau melakukan mutasi pejabat di lingkungan Sekwan tanpa ada kordinasi dengan anggota dewan. Selama ini kan ada tradisi bagus bahwa jika ada pergantian pejabat di lingkungan Sekwan, gubernur kordinasi dulu dengan pimpinan dewan, tapi sekarang tidak ada," paparnya.
Atas tidak adanya koordinasi tersebut, lanjut Sekretaris DPW PKB Riau ini, ada pejabat yang sudah wajar diganti malah tidak diganti. Padahal pergantian itu perlu untuk menunjang kerja di Sekwan. "Ada pejabat di DPRD Riau itu yang secara kesehatan tidak memungkinkan lagi bertugas, tapi itu tidak diganti, tetap dipertahankan. Dan infonya, pejabat itu adalah keluarganya gubernur," jelasnya.
Nah, mutasi pejabat yang terjadi di DPRD Riau itu berbanding terbalik dengan mutasi di lingkungan organisasi perangkat daerah (OPD) Riau lainnya. "Ada pegawai yang menjadi lulusan terbaik Diklatpim, malah didemosi gubernur yang diduga karena pegawai tersebut merupakan keluarga dekat orang-orang yang dianggap lawan politik gubernur," tambahnya lagi.
Untuk diketahui hak interpelasi adalah hak yang dimiliki anggota dewan untuk meminta keterangan kepada pemerintah terkait kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat.***