PEKANBARU (CAKAPLAH) - Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau, Triono Hadi mengatakan, salah satu celah korupsi terhadap APBD yang banyak menjerat pejabat di daerah, melalui proyek-proyek pengadaan barang dan jasa.
"Salah satu ceruk korupsi di pemda adalah korupsi APBD melalui pengadaan barang dan jasa. Bentuknya macam-macam,” kata Triono, Sabtu (6/5/2023).
Data-data dari penegak hukum, kata dia, telah banyak mengungkap berbagai modus, mark up, suap, pada akhirnya mengurangi kualitas proyek yang dikerjakan.
Termasuk pada kasus yang tengah heboh soal proyek pembangunan payung elektrik di Masjid Raya Annur, Pekanbaru, yang diduga bermasalah akibat menggunakan tenaga ahli palsu.
"Kualitas dari pembangunan yang seharusnya bagus, menjadi tak bagus. Bahkan ada banyak proyek pemerintah daerah yang mangkrak hingga bertahun-tahun. Akhirnya mengurangi kualitas proyek yang kerjakan, tak selesai dengan baik, bahkan mangkrak,” kata Triono.
"Semua itu terjadi karena memang ruang untuk pejabat melakukan tindak korupsi masih sangat lebar di sektor pengadaan barang dan jasa. Masalah ini seharunya jadi bahan evaluasi. Selama ini pemerintah gencar melakukan upaya pencegahan korupsi di daerah, penandatanganan pakta integritas dilakukan di mana-mana, namun ruang untuk melakukan tindak pidana korupsi semakin terbuka lebar," cakapnya lagi.
Fitra, kata Triono Hadi melihat, srategi pencegahan korupsi sejauh ini belum efektif.
"Ke depan, harus ada banyak pejabat yang punya kuasa di daerah untuk lebih berani membongkar proyek-proyek yang memang sekiranya bermasalah. Hal ini agar celah-celah korupsi bisa semakin dipersempit dan aparat penegak hukum harus segera memproses. Sebaiknya diperlukan banyak lagi pejabat/birokrat yang membuka jika ada proyek bermasalah. APH harus gerak cepat, dan tindak tegas pelaku korupsi,” tukasnya.
Diberitakan sebelumnya, hampir senilai Rp461 miliar total nilai proyek di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau putus kontrak dan luncuran di tahun 2022. Angka yang cukup fantastis tersebut tidak terserap maksimal di tengah masyarakat Riau membutuhkan infrastruktur.
Ironisnya, dana mendekati setengah triliun itu putus kontrak atau tidak rampung karena diduga ada permasalahan mendasar. Salah satu faktor teknisnya diduga karena tahap awal proses lelang yang dilakukan tidak sesuai mekanisme dan aturan yang berlaku.
Dari data yang diterima CAKAPLAH.COM angka Rp461 miliar itu terdiri dari 16 paket putus kontrak di tahun 2022 di tiga dinas dengan nilai Rp187 miliar, dan 30 paket luncuran di dua dinas dengan nilai Rp274 miliar.
Jika dirincikan untuk paket putus kontrak di tahun 2022 terdiri dari Dinas PUPR-PKPP senilai Rp166 miliar, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Riau Rp20 miliar dan Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Riau Rp313 juta. Sedangkan untuk paket luncuran tahun 2022 di Dinas PUPR-PKPP senilai Rp258 miliar dan di RSUD Arifin Achmad Rp16 miliar.
Hal itu juga terungkap dalam rapat evaluasi dan realisasi APBD Pemprov Riau di Ruang Melati pada 2 Mei lalu, yang dipimpin Gubernur Riau Syamsuar, dan dihadiri Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau, SF Hariyanto dan seluruh kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemprov Riau.
Dalam kesempatan itu, Sekdaprov Riau, SF Hariyanto terlihat kesal melihat kinerja OPD yang tidak maksimal dalam menjalankan program pemerintah yang telah dirancang, bahkan ada yang menyalahi aturan.
Pada 2021, kata Sekda, ada putus kontrak 9 paket dan luncuran 15 paket. Kemudian, pada 2022 putus kontrak 16 paket dan luncuran 30 paket yang putus kontrak.
"Peningkatan yang luar biasa, jelas ada yang salah dan janggal ini, misalnya dalam proses lelangnya," tegasnya dalam rapat.
Tak tanggung-tanggung, nilai paket yang putus kontrak jika dikalkulasikan mencapai Rp461miliar. Nilai yang jika dimaksimalkan dapat menjawab persoalan-persoalan mendasar di bumi Lancang Kuning ini. Misalnya soal jalan rusak yang sempat heboh dan menjadi sorotan beberapa waktu terakhir.
"Coba dipikir kita selalu bilang kurang uang untuk memperbaiki infrastruktur. Tapi kenyatannya dana yang ada saja tidak bisa terserap maksimal, malah sampai putus kontrak. Ini yang harus kita benahi demi menjawab keluhan-keluhan masyarakat, misalnya soal jalan rusak dan lain-lainnya," tegas mantan Inspektur Investigasi Kementerian PUPR itu.
SF Hariyanto menyatakan, langkah antisipasi dini sejatinya dapat dilakukan. Bahkan, Gubernur Riau telah memerintahkan untuk melakukan lelang sejak awal atau dini, namun perencanaan dan lelangnya belum selesai dan terkesan lamban.
"Ya, hal-hal teknis seperti itu kan OPD yang tahu dan harus menjadi atensi. Kalau sudah seperti ini kan susah jadinya. Karena kejadian ini perlu kita evaluasi kendala-kendala yang terjadi biar tidak terulang lagi. Jangan sampai pelayanan masyarakat terhambat karena hal-hal teknis di OPD," tukasnya.
Penulis | : | Satria Yonela |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Pemerintahan, Hukum, Riau |