Yanto Budiman S
|
Masa jabatan Gubernur Riau Syamsuar akan berakhir pada bulan Desember 2023. Publik mulai mengevaluasi kinerjanya selama satu periode, dengan beragam pandangan: ada yang memuji, namun tak sedikit yang mengkritik.
Dari sudut pandang saya, kinerja Syamsuar selama hampir 5 tahun masa jabatannya belum sepenuhnya memenuhi ekspektasi masyarakat Riau. Banyak janji kampanye yang belum terwujud secara konkret, mengecewakan banyak warga. Kegiatannya terasa lebih rutin dan seremonial daripada langkah nyata yang dirasakan oleh masyarakat.
Program pembangunan yang seharusnya dapat menjadi warisan (legacy) belum kelihatan secara kongkret. Mulai dari pembangunan infrastruktur jalan maupun jembatan masih mendapat kritik masyarakat. Kemudian proyek Payung Electrik yang sempat heboh lantaran dikerjakan asal jadi oleh pihak ketiga yang tidak punya pengalaman di bidangnya. Meski proyek itu selesai namun masyarakat sudah terlanjur kadung kecewa.
Lalu pembangunan gedung Makorem 031/WB juga sempat bermasalah bahkan kontraknya diputus dan kontraktornya di blacklist. Ini terjadi karena tidak telitinya Pemprov saat proses lelang yang ditengarai penuh intervensi dari pihak pihak berkepentingan.
Selanjutnya pembangunan Quran Center Riau. Target yang diberikan Gubernur Riau Syamsuar kepada pihak kontraktor yang mengerjakan proyek Quran Center Riau, di Kompleks Bandar Seni Raja Ali Haji atau Purna MTQ Pekanbaru diperkirakan tidak bisa dicapai.
Sebelumnya Gubri meminta agar pembangunan Quran Center ini bisa diresmikan pada momen hari ulang tahun Riau, 9 Agustus 2023 lalu.
Namun informasi dari Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Perumahan Kawasan Pemukiman Pertanahan (PUPR-PKPP) Riau, pembangunan Quran Center ini diperkirakan tuntas seluruhnya dan bisa difungsionalkan pada Oktober 2023.
Semua persoalan persoalan kinerja Pemerintahan tersebut tentu saja menjadi beban bagi Syamsuar yang terus mendapat sorotan dan kritik dari sebagian warga Riau.
Jika kita melihat ke belakang di era Gubernur sebelumnya situasinya sangat berbeda siknifikan. Katakanlah era Andi Rachman meski dalam waktu singkat masa jabatannya ada legacy yang dia tinggalkan. Jejak itu dapat dilihat dalam pembangunan fly over simpang SKA dan Pasar Pagi Arengka. Kemudian program pariwisata berbasis agro wisata, pembangunan Rektorat UIR serta program lainnya yang tidak terekspose ke publik.
Rusli Zainal apalagi. Gubernur Riau 2 periode ini sukses membangun Stadion Utama yang digunakan tempat gelaran PON XVIII lalu. Kemudian fly over Sudirman yang hingga kini masih membekas di hati masyarakat Riau ketika melewati jembatan layang itu. Tak berlebihan jika saat Milad UIR beberapa waktu lalu Rektor UIR memberi penghargaan kepada RZ dan empat Gubernur Riau pada masanya.
Penghargaan pertama diberikan kepada Gubernur Riau pada masanya yang juga sebagai Presidium UIR yaitu Letjen TNI Kaharuddin Nasution selaku Gubernur Riau periode 1960 – 1966, Brigjen TNI Arifin Achmad selaku Gubernur Riau periode 1966 – 1978 dan Kol. TNI HR Soebrantas Siswanto selaku Gubernur Riau periode 1978 - 1980. Penghargaan tersebut diterima oleh keluarga almarhum mantan gubernur.
Penghargaan selanjutnya diberikan kepada Gubernur Riau Periode 2003 - 2013 yaitu H. Rusli Zainal, SE., M.M, dimana masa kepemimpinannya sudah memberikan bantuan pembangunan 3 venue Pekan Olahraga Nasional tahun 2012 yaitu Venue Indoor Volley Ball, Venue Panahan dan Venue Gulat yang dikenal dengan Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM).
Kemudian kepada Gubernur Riau Periode 2016 – 2018 yaitu H. Arsyadjuliandi Ranchman, M.B.A, dimana dalam masa kepemimpinannya sudah memberikan bantuan pembangunan Gedung Rektor UIR. Penghargaan juga diberikan kepada Gubernur Riau Periode 2019 - 2024 yaitu Drs. H. Syamsuar, M.Si dimana masa kepemimpinannya telah menghibahkan Venue PON yang ada di UIR.
Penghargaan tersebut diserahkan oleh Rektor UIR Prof Dr H Syafrinaldi SH MCI dalam Sidang Istimewa Senat UIR sempena Milad ke-61, Senin (4/9/2023).
Kinerja Politik Lemah
Dalam hal politik, Syamsuar juga menunjukkan kelemahan sebagai Ketua DPD Partai Golkar Riau. Dari 12 Kabupaten dan Kota di Riau, hanya dua calon bupati dari Golkar yang menang di Pilkada 2019, sisanya gagal. Dua tersebut adalah Andi Putra di Pilkada Kuansing dan Rezita Meylani Yopi di Inhu. Itupun Golkar bukan pengusung utama, hanya pendukung koalisi yang ada: Nasdem dan Hanura.
Satu lagi fakta yang turut memperburuk kinerja politik Syamsuar adalah kasus Afrizal Sintong Bupati Rokan Hilir yang jelas-jelas merupakan kader Partai Golkar Rokan Hilir justru tidak diusung Partai nya. Sintong yang berpasangan dengan Sulaiman malah diusung oleh Partai NasDem pada Pilkada serentak 2019 silam. Pasangan ini menang dan setelah itu Sintong kembali diberi amanah dan dilantik sebagai Ketua Golkar Rokan Hilir hasil Musda pada 2022 silam. Golkar bersama Partai Demokrat justru mengusung pasangan Asri Auzar - Fuad Ahmad.
Dalam pelantikan Afrizal Sintong sebagai Ketua Golkar Rohil itu Syamsuar mengatakan dalam menyongsong Pemilu 2024, akan mempersiapkan para kader yang mampu bekerja nyata, disenangi masyarakat sehingga nantinya bisa meningkatkan jumlah kursi Golkar baik yang ada di Rohil, di Provinsi Riau dan juga di tingkat pusat.
Namun lagi-lagi pernyataan Syamsuar itu belum sesuai harapan masyarakat khususnya di tubuh internal Partai.
Contoh dalam penepatan caleg Syamsuar ditengarai mengutamakan kroni dan keluarga. Tentu kebijakan ini akan mengalami benturan di lapangan dengan tokoh Golkar di daerah seperti di Rohil dan Pelalawan. Di Rohil anak Bupati sekaligus ketua DPD Golkar Rohil maju di provinsi sedangkan di Pelalawan Adi Sukemi maju dapil Siak-Pelalawan yang merupakan anak kandung H. Harris tokoh Golkar Pelalawan. Praktik politik yang dilakukan Syamsuar tentu tidak menguntungkannya, justru akan berdampak kepadanya. Syamsuar berpotensi akan menjadi musuh bersama.
Slogan 'Beringin Tak Pernah Kekurangan Kader' pun menjadi ambyar akibat kebijakan politik tersebut.
Selanjutnya kasus keluarnya kader potensial Partai Golkar seperti Yopi Arianto dan Amril Mukminin dan bergabung ke partai lain juga mencerminkan kurangnya konsolidasi dan koordinasi di internal partai yang memicu terjadinya polarisasi. Ini mungkin merupakan kinerja terburuk dalam sejarah kepemimpinan Partai Golkar di Riau.
Spekulasi
Munculnya spekulasi tentang Syamsuar sebagai calon anggota DPR RI dan nama Nopa Riansah dalam Daftar Calon Sementara Bacaleg DPR RI nomor urut 1 Dapil Riau 1 yang sepantasnya diisi oleh Syamsuar dalam kapasitas sebagai Ketua DPD Partai Golkar Riau yang terus memunculkan pertanyaan dan spekulasi juga menambah kompleksitas situasi.
Beberapa berpendapat bahwa ini mungkin hanya trik politik. Bahkan banyak pihak yang menyebut Nopa Riansah ini hanya sebagai "joki" sementara yang lain berspekulasi bahwa Syamsuar mungkin ragu-ragu untuk maju sebagai caleg karena takut kehilangan kursi dan prestisenya sebagai ketua DPD Golkar Riau dan Gubernur Riau.
Barangkali atas hasil kinerja politik tersebut, DPP Partai Golkar sempat mengirim surat untuk meminta Syamsuar maju sebagai Caleg DPR RI. Meskipun surat tersebut kemudian dibatalkan tapi telah menciptakan spekulasi dan perbincangan di kalangan masyarakat. Pertanyaan mengenai niat politik Syamsuar tetap menjadi topik hangat.
Mengingat kinerjanya yang belum memuaskan, Syamsuar mungkin akan menghadapi pengawasan publik yang lebih ketat dalam pemilihan berikutnya. Dukungan partai politik juga akan menjadi faktor penting. Dengan tantangan ini, kembali sebagai Gubernur Riau periode kedua akan sulit, dan pilihannya antara menjadi caleg atau cagubri penuh dilema.
Secara keseluruhan, masa jabatan Syamsuar sebagai Gubernur Riau memiliki tantangan besar dalam memenuhi janji-janji kampanye dan menciptakan dampak positif yang nyata bagi masyarakat. Pilihan politiknya selanjutnya akan sangat memengaruhi dinamika politik dan ekonomi Riau di masa mendatang.
Tentu, handicap Syamsuar dalam mencalonkan diri kembali sebagai Gubernur Riau periode kedua semakin terlihat sulit mengingat beberapa faktor: Kinerja Buruk!
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, kinerja Syamsuar selama masa jabatannya yang pertama belum memenuhi harapan banyak masyarakat Riau. Ini bisa menjadi beban tambahan dalam upayanya untuk mendapatkan dukungan publik dalam pemilihan berikutnya.
Selain itu, Calon-calon Gubernur Riau yang mulai muncul ke permukaan, seperti Edy Natar Nasution, Syamsurizal, Achmad MSI, HM Wardan, dan tokoh lainnya, memiliki pengalaman yang cukup dan rekam jejak yang lebih mumpuni dalam kepemimpinan daerah. Hal ini dapat membuat Syamsuar kesulitan bersaing secara politik.
Dengan kinerja yang kurang memuaskan selama masa jabatan pertamanya, Syamsuar mungkin akan dihadapkan pada pengawasan publik yang lebih ketat dan kritis dalam kampanye dan kepemimpinannya yang potensial kedua kalinya. Kritik dan evaluasi lebih tajam dapat berdampak negatif pada elektabilitasnya.
Terlepas dari spekulasi seputar niat politiknya, Syamsuar juga harus mempertimbangkan dukungan partai politik yang akan menjadi faktor penting dalam pemilihan. Apakah partainya akan mendukungnya lagi atau mencari kandidat lain bisa memengaruhi peluangnya.
Dengan berbagai faktor ini, kembali duduk sebagai Gubernur Riau periode kedua memang akan menjadi tantangan yang besar bagi Syamsuar. Kedepan -jika maju Cagubri- ia perlu mengatasi dan memperbaiki kinerja buruknya, meyakinkan publik, dan bersaing dengan calon-calon Gubernur 2024 yang memiliki rekam jejak yang lebih kuat.
Dilematis memang: Maju caleg (malu) jika tak dapat kursi. Maju Cagubri berat tantangan dan mungkin peluang untuk menang tipis? Wallahualam!
Penulis | : | Yanto Budiman S, Ketua DPD Pro Jurnalismedia Siber (PJS) Riau |
Editor | : | Ali |
Kategori | : | Cakap Rakyat |