Dr Fithriatus Shalihah SH MH saat menjadi pemateri tunggal pada diskusi tentang inventarisasi Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) yang ditaja Kementerian Hukum dan HAM Kanwil Riau.
|
(CAKAPLAH) - Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) merupakan salah satu dari Kekayaan intelektual yang dilindungi selain Hak Cipta dan Hak Milik Industri. KIK memiliki lingkup traditional knowledge, folklore, indikasi geografis, termasuk di dalamnya kekayaan hayati.
Hal itu dikemukakan Dr Fithriatus Shalihah SH MH saat menjadi pemateri tunggal pada diskusi tentang inventarisasi Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) yang ditaja Kementerian Hukum dan HAM Kanwil Riau. Acara tersebut dihelat di auditorium pemerintah kabupaten Rokan Hulu, Kamis (8/3/2018).
Diskusi tersebut dibuka oleh Kabid Hukum pemerintah kabupaten Rohul, Edi Suhendra SPd. Tampak hadir Kabid Pelayanan Hukum Drs Warudju Gani Purwoko SH MH, kasubbid AHU dan KI Nilawati SH dan kasubag PPHTI Ecky Fajian Edi, dan peserta lainnya.
"Untuk traditional knowledge dan folklore selama ini banyak terjadi permasalahan dalam hal pengakuan kepemilikan. Misalnya, kesenian tradisional, lagu daerah, alat musik tradisional seperti angklung dan lainnya, masyarakat Indonesia sering dikagetkan oleh klaim atas kepemilikannya oleh Malaysia. Warisan budaya seperti batik dan wayang misalnya, secara resmi Unesco telah memberikan pengakuan bahwa warisan budaya itu milik Indonesia," papar Dr Fithriatus di hadapan peserta disukusi yang juga diikuti beberapa kepala dinas Pemkab Rohul, asosiasi produsen setempat, IWAPI dan peserta diskusi lainnya.
Menurut Dr Fithriatus, sebagai preventif, pemerintah Indonesia penting melakukan inventarisasi terhadap KIK agar tidak terjadi hal-hal serupa. Sebab sejatinya, baik folklore maupun traditional knowledge, merupakan lambang identitas bangsa.
"KIK berbeda dengan rezim KI yang lain, sebab sifat kepemilikannya adalah komunal, bukan pribadi. Seperti Indikasi Geografis (IG), menurut saya harus mendapat perhatian serius dari pemerintah. Sampai saat ini satu-satunya IG yang dimiliki oleh Riau yang telah terdaftar hanya Kopi Liberika Rangsang Meranti," ujarnya.
Ia menambahkan, belum ada pendaftaran IG yang lain, padahal setiap daerah di provinsi Riau memiliki potensi IG yang sangat bisa didaftarkan kepemilikannya. Dari Kampar misalnya, ada Nenas Kualu, dari Siak ada Beras Bunga Raya, Bengkalis barangkali Ikan Terubuk, yang mana memiliki kekhasan karakteristik tersendiri yang tudak dijumpai di daerah lain.
"Dengan didaftarkan IG-nya pada pusat data yang telah tersedia di layanan kementerian hukum dan HAM RI, maka akan terdata juga pada WIPO yang merupakan Badan Funia di bidang Kekayaan Intelektual. Dengan demikian, harga jual produksi masyarakat daerah terkait IG juga akan meningkat, apakah itu berupa sumber daya alam, kerajinan, maupun makanan khas daerah tersebut. Dan pasar akan dengan mudah mengenali asal barang tersebut. Tidak sampai terjadi kasus seperti yang pernah terjadi pada Kopi Toraja yang justru telah didaftarkan lebih dahulu oleh salah satu perusahaan Jepang," paparnya.
Dr Fithriatus Shalihah SH MH saat menjadi pemateri diskusi (kanan).
Menurut Ketua Departemen Internasional Fakultas Hukum UIR ini, pemerintah wajib jemput bola melakukan inventarisasi terhadap KIK setelah melakukan sosialisasi. Semangat pemerintah harus dibarengi dengan greget masyarakat daerah untuk mulai memiliki kesadaran hukum dalam melindungi IG daerahnya masing-masing, walaupun ketentuan hukum tentang IG di Indonesia selama ini tidak sekomprehenship ketentuan IG di negara-negara lain yang merupakan produk hukum mandiri, seperti India, Thailand dan Jepang.
"Di Indonesia masih menjadi satu dengan Undang-Undang Merek, yakni UU nomor 16 tahun 2016. Padahal, jika dikaitkan dengan faktor-faktor yang menentukan efektifitas hukum, Produk Hukum menjadi penentu pertamanya. Meskipun demikian, saya berharap, gairah daerah untuk menyadari pentingnya perlindungan KIK menjadi lebih baik dan serius. Karena muaranya adalah kesejahteraan masyarakat," terangnya.
Dosen tetap Fakultas Hukum UIR ini mengungkapkan, provinsi Sumatera Barat dalam catatan pendaftaran IG, sudah lebih banyak melampaui Riau. Dalam tahun ini kepemilikan IG yang akan keluar legalitas pendaftarannya oleh kementerian hukum dan HAM adalah Beras Solok.
Geliat Sumatera Barat sebagai provinsi tetangga patut dicontoh oleh Riau, khususnya di daerah-daerah untuk memulai melakukan inventarisasi IGmasing-masing. "Sinergi antara pemerintah daerah dan masyarakat sangat penting. Harapannya justru bukan Pemda yang mendaftarkan, walaupaun dibebolehkan oleh Undang-Undang yang berlaku, namun justru dari komunitas atau dapat diistilahkan dengan masyarakat peduli IG. Seperti yang telah dilakukan oleh MPKLRM (Masyarakat Peduli Kopi Liberika Rangsang Meranti)," ulasnya.
Penulis | : | Azumar |
Editor | : | Ali |
Kategori | : | Ekonomi, Pemerintahan, Hukum |