ilustrasi SPBU. sumber;internet
|
JAKARTA (CAKAPLAH) - PT Pertamina (Persero) menyebut tren penggunaan premium terus menurun sejak tahun 2015. Penurunan itu diiringi dengan peningkatan penggunaan pertalite sebagai BBM dengan harga paling mendekati premium.
Corporate Secretary Pertamina Syahrial Mukhtar memaparkan ketika terjadi penurunan atas premium, Pertamina pun harus mengganti kembali infrastruktur di SPBU agar kompatibel dengan jenis pertalite. "Oleh sebab itu, ketika ada peralihan pengguna pertalite ke premium karena gap harga yang melebar, SPBU tidak langsung siap," kata Syahrial di Jakarta, Selasa (10/4/2018).
Melihat kuota atas premium yang ditetapkan Pemerintah dibanding tahun lalu, Syahrial menyebut ada penurunan dari 12,5 juta KL menjadi 7,5 juta KL. "Ini menunjukan konsumsi premium turun. Konsumsi turun itu sifatnya alamiah karena masyarakat memilih pertalite atau pertamax, produk-produk yang dari sisi kinerja atau performa lebih ramah lingkungan," jelasnya.
Syahrial pun menampik bila permintaan terhadap pertalite turun drastis karena peningkatan harga sebesar Rp 300 sepanjang tahun ini. Menurutnya, konsumsi tidak berubah terlalu jauh.
Sementara itu, Direktur Pemasaran Ritel dan Korporat Pertamina M. Iskandar menyebut pada kuartal pertama, konsumsi premium masih lebih rendah dibanding jenis BBM lain.
"Porsi Premium itu tinggal 27% di seluruh Indonesia pada kuartal pertama, pertalite sekitar 50% sekian. Sisanya pertamax dan pertamax turbo," terang Iskandar.
Ketika ditanya tentang penyediaan premium itu sendiri seperti apa, Iskandar hanya menjawab itu akan dikembalikan ke aspek market. "Ketika tiba-tiba harga premium ditahan dan pertalite naik, lalu orang kembali ke premium, pasokannya sudah [terlanjur] rutin," tambah Iskandar.
Dalam kesempatan sama, Dirjen Migas Kementerian ESDM menyebut pendistribusian premium memang mengalami penurunan dibanding tahun lalu. Untuk periode Januari hingga Maret, tahun lalu penyaluran di Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) mencapai 1,54 juta KL dan non Jamali sebesar 2 juta KL.
Sementara itu, pada periode sama di tahun ini hanya mencapai 774.435 KL untuk Jamali dan 1,3 untuk non Jamali. "Penurunan Jamali sekitar 50% dan non Jamali 35%," sebut Djoko.