ilustrasi
|
JAKARTA (CAKAPLAH) - Kasus jual beli jabatan yang terjadi di lingkungan Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Klaten, Jawa Tengah, mendapat perhatian serius Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
KPK siap membongkar kasus jual beli jabatan tersebut di daerah lain yang ada di Indonesia. Menurut Juru Bicara (Jubir) KPK Febri Diansyah, pihaknya siap menampung laporan dari masyarakat apabila terjadi kasus jual beli jabatan di daerahnya.
"Masyarakat diimbau untuk laporkan jika ada informasi jual beli jabatan. Laporan dapat disampaikan pada KPK atau Saber Pungli," ujar Febri saat dikonfirmasi, Selasa (3/1/2016).
Lebih lanjut, kata Febri, kasus jual beli jabatan dapat menimbulkan efek domino korupsi hingga berkepanjangan apabila tidak diberantas. Sehingga, banyak pihak yang akan dirugikan dalam skandal permainan para pejabat daerah yang melakukan tindakan korupsi itu.
"Fenomena jual beli jabatan menurut kami akan sangat merugikan masyarakat. Dan juga berakibat ketidakadilan pada PNS yang jujur dan amanah serta terus mencoba bekerja secara profesional," paparnya, seperti dikutip dari okezone.com.
Dalam hal ini, merujuk pada Peraturan Pemerintah telah mengatur tentang kebijakan tentang perangkat daerah. Namun disayangkan, masih banyak oknum pejabat korup yang bermain dalam posisi strategis di Pemerintahan Daerah itu.
"PP 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah yang diduga dimanfaatkan dalam kasus di Klaten memang (seharusnya) berlaku tidak hanya di Klaten. PP tersebut berlaku seluruh Indonesia," tukasnya.
Diketahui sebelumnya, KPK kembali melancarkan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di penghujung akhir tahun 2016. Dalam OTT tersebut, tim satgas KPK mengamankan Bupati Klaten usungan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Sri Hartini.
Sri pun telah ditetapkan dan ditahan oleh KPK atas kasus dugaan suap rotasi jabatan di lingkungan Pemkab Klaten, Jawa Tengah. Selain Bupati Klaten, KPK juga telah menetapkan status tersangka terhadap PNS Pemkab Klaten, Suramlan, yang diduga sebagai pemberi suap
Tim Satgas KPK juga berhasil mengantongi alat bukti berupa uang senilai Rp2 miliar dalam pecahan Rp100 ribu dan Rp50 ribu yang dimasukkan ke dalam dua kardus air kemasan, serta uang dolar senilai USD5.700 dan dolar Singapura sebesar 2.035 dalam OTT tersebut.
Atas perbuatannya, bekas kader PDIP itu dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Sedangkan Suramlan selaku pemberi disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a dan b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.*
Editor | : | Bhimo |
Kategori | : | Nasional |