ilustrasi
|
JAKARTA (CAKAPLAH) - DPR mempertanyakan eksekusi ganti rugi perusakan hutan senilai Rp 16,2 triliun, dari PT Merbau Pelalawan Lestari (MPL) yang tak kunjung dilakukan sejak tahun 2016 silam. Hal itu diduga terjadi karena ketidakseriusan dari Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan (KLHK) dalam mengawal tuntas proses hukum yang berlangsung.
Sebagaimana diketahui pada tahun 2016, berdasarkan Putusan Hakim Kasasi Mahkamah Agung No 460 K/Pdt/2016, Mahkamah Agung menghukum dan memerintahkan PT Merbau Pelalawan Lestari, selaku tergugat untuk membayar ganti kerugian lingkungan hidup kepada negara. Melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia secara langsung dan seketika kepada penggugat Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakum) KLHK, sejumlah Rp 16,2 triliun.
Ganti rugi akibat perusakan hutan dan lingkungan hidup oleh PT Merbau Pelalawan Lestari, ditetapkan dalam areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) seluas 5.590 ha sejumlah Rp 12,1 triliun dan kerugian akibat perusakan lingkungan hidup, di luar areal Izin Usaha Pemanfaatan hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) seluas 1.873 ha sejumlah Rp 4,07 triliun.
"Pertanyaan saya, ini masalahnya ada di Mahkamah Agung yang tidak mau ini dieksekusi, atau ada di Pengadilan Negeri yang tidak juga punya kemauan, dan kemampuan untuk mengeksekusi. Atau ini ada di KLHK yang tidak mengawal sampai tuntas, dan kalau perlu melakukan langkah-langkah yang lain dan advokasi yang lain, termasuk lapor ke Presiden agar eksekusi bisa dilakukan," ujar anggota Komisi IV Fraksi PKB Luluk Nur Hamidah, dalam rapat kerja Komisi IV DPR bersama Menteri KLHK Siti Nurbaya Bakar, Senin (1/2/2021).
Luluk Nur Hamidah, menegaskan pihak yang dinilai paling tidak serius dalam merealisasikan eksekusi pembayaran ganti rugi itu adalah pihak dari KLHK sendiri karena seharusnya bisa segera mungkin menjembatani putusan itu, salah satunya dengan meminta bantuan dari Presiden Joko Widodo, sehingga eksekusi itu bisa terjadi.
"Bagaimana ini bisa dijembatani agar putusan yang begitu besar, yang ini jelas merugikan negara kita ini, benar-benar bisa dieksekusi," tegasnya.
Sementara Menteri KLHK yang menerima pertanyaan itu, dalam rapat kerja di Komisi IV DPR itu terlihat tidak memberikan jawaban resminya melainkan hanya menerima berkas catatan pernyataan sikap dari fraksi PKB saja.
Saat dikonfirmasi CAKAPLAH.COM pada jeda rapat yang berlangsung, Menteri KLHK mengaku menolak berkomentar. "Tidak bisa, tidak ada komentar," katanya.***
Penulis | : | Edyson |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Nasional, Lingkungan |