(CAKAPLAH) - Berbicara dan mengenal politik Myanmar, tidak akan terlepas dari sosok wanita yang “kontroversial” Aung San Suu Kyi.
Aung San Suu Kyi merupakan peraih hadiah Nobel Perdamaian tahun 1991 atas perjuangannya terhadap Demokrasi dan Hak Asasi Manusia serta menentang berkuasanya militer di negaranya. Perjuangannya yang menentang rezim militer tersebut sehingga beliau dijadikan tahanan rumah. Belakangan hadiah Nobel Perdamaian yang beliau terima ditarik kembali, akibat diamnya dan tidak mendukung perjuangan kemanusiaan atas “pembantaian” etnis Rohingya oleh rezim militer di negaranya.
Diamnya Aung San Suu Kyi tersebut telah membuat dunia Internasional menjadi kurang simpati ketika beliau menjadi pemimpin de facto sebelum akhirnya militer melakukan kudeta terhadap pemerintahan Aung San Suu Kyi di awal tahun 2021. Dengan alasan bahwa telah terjadi kecurangan pemilu yang dimenangkan oleh Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi.
Akibatnya militer Myanmar melakukan kudeta dan melakukan tahanan rumah untuk yang kedua kalinya terhadap Aung San Suu Kyi dan menangkap tokoh tokoh politik yang pro Aung Saan Suu Kyi tersebut.
Tulisan ini akan menjelaskan siapa dan bagaimana perjalanan Aung San Suu Kyi yang menjadi simbol perjuangan demokrasi dan Hak Asasi Manusia di negaranya yang dulunya bernama Burma tersebut.
Berbicara tentang Aung San Suu Kyi, tentu tidak akan terlepas dari perjuangan ayahnya yang bernama Aung San, seorang Jenderal Burma dalam perjuangan terhadap penjajahan Inggris. Aung San bersama U Nu adalah tokoh utama dalam memperjuangkan kemerdekaan Burma (sekarang Myanmar). Sebagaimana diketahui bahwa Burma merdeka pada 4 Januari 1948 dari jajahan Inggris.
Sebutan negara Burma oleh rezim Junta Militer diganti nama dengan sebutan Myanmar. Diperkirakan rezim Junta Militer, Myanmar mengganti Burma menjadi Myanmar didasarkan agar etnis non-Burma merasa menjadi bagian dan memiliki negara. Etnis Burma berasal dari Tibet yang merupakan etnis mayoritas dan menguasai secara politik dan ekonomi.
Selain dari etnis Burma, juga terdapat etnis non Burma yaitu seperti etnis Karen, Rohingya, Shan, Kachen yang terus berusaha agar meraih kemerdekaan dan terpisah dari negara Myanmar.
Pada tahun 1962, Jendral Ne Win melakukan kudeta terhadap Jenderal Aung San, Bapak dari Aung San Suu Kyi yang pada akhirnya Jenderal Aung San terbunuh. Sejak saat itu, di Myanmar sering terjadi kudeta militer hingga tahun 2010 dan sempat pemerintahan sipil berkuasa hingga terjadi lagi kudeta militer terhadap pemerintahan sipil. Kemunculan Aung San Suu Kyi di pusat perjuangan rakyat Myanmar adalah demi tegaknya Demokrasi dan Hak Asasi Manusia di negaranya.
Fakta sejarah tidak dapat dipisahkan dari konsekuensi bahwa beliau memiliki peran dan pengaruh ayah dan ibunya yaitu Jenderal Aung San dan ibunya yang bernama Daw Khin Nyunt. Fakta tersebut yaitu pertama; Daw Aung San Suu Kyi merupakan putri dari Bapak Kemerdekaan Myanmar yaitu Jenderal Aung San. Warisan ayahnya membuat dirinya menjadi simbol yang tepat bagi perjuangan rakyatnya, Myanmar, kedua; identifikasi ayah dan anak merupakan konsekuensi dalam ulangan sejarah dan ketiga; fakta keturunan mendapat pengakuan dari rakyatnya, Myanmar untuk mendukung perjuangan rakyatnya.
Selama ini, Aung San Suu Kyi dalam perjuangannya dengan tanpa kekerasan terhadap rezim Junta Militer. Perjuangan tersebut membangkitkan kekaguman dan dukungan bagi rakyat Myanmar untuk menentang militer. Perjuangan yang dilakukan oleh Aung San Suu Kyi tersebut merupakan aspirasi politiknya yang secara sadar menghindarkan diri dari konflik. Arah perjuangan politiknya banyak ia dapatkan dari aspirasi politik Mahatma Gandhi, Hahimsha yaitu perjuangan tanpa kekerasan. Aung San Suu Kyi mendapatkan aspirasi tersebut ketika ia belajar di India, ketika ibunya menjadi duta besar di New Delhi, India.
Di penjara dan menjadi tahanan rumah selama lebih kurang 20 tahun ia jalani dalam memperjuangkan tegaknya demokrasi di negaranya. Aung San Suu Kyi merupakan perempuan Asia pertama yang memenangkan hadiah Nobel perdamaian tahun 1991.
Akibat dipenjara oleh rezim militer Myanmar, Suu Kyi tidak dapat menghadiri penyerahan hadiah Nobel Perdamaian tersebut kepadanya. Suami beserta kedua anaknya yang tinggal di Inggris yang mewakilinya dalam penyerahan hadiah Nobel Perdamaian tersebut. Hingga suaminya, Michael Aries meninggal dunia, beliau tidak dapat menghadiri pemakaman suaminya tersebut akibat ditolak oleh militer jika kembali ke negaranya.
Aung San Suu Kyi yang lama bermukim di luar negeri dan bersuamikan seorang warganegara Inggris, mendiang Michael Aris, sosok Suu Kyi tentunya sangat menghargai pluralisme dan perbedaan yang ada. Hal tersebutlah yang diharapkan oleh dunia internasional peranan dan ketokohannya tersebut dalam menyelesaikan masalah Rohingya di negara bagian Rakhin.
Ketokohan seorang Suu Kyi telah menginspirasi sutradara Prancis, Luc Besson menggarap film yang bercerita tentang perjuangan seorang perempuan dan sekaligus ikon demokrasi Myanmar, Daw Aung San Suu Kyi.
Film yang diberi judul ”The Lady”, menceritakan perjalanan hidup seorang tokoh perempuan Myanmar, Aung San Suu Kyi sejak kembali ke negaranya, tahun 1988.
Bersama suaminya, Michael Aries seorang warga negara Inggris, Daw Aung San Suu Kyi tidak pernah surut dalam memperjuangkan demokrasi di negaranya. Inti dari Film ”The Lady”, menceritakan keseharian Daw Aung San Suu Kyi selama masa- masa dalam tahanan di negaranya dalam dua dekade terakhir.
Dalam Film ”The Lady”, sosok Daw Aung San Suu Kyi diperankan oleh aktris Hollywood asal Malaysia, Michelle Yeoh dan sosok Michael Aris, diperankan oleh aktor Prancis, David Thewlis.
Film ”The Lady” yang baru diluncurkan tersebut telah mendapat simpati dan dukungan internasional dalam pemutaran pertamanya di Roma, Italia. Memang sosok Daw Aung San Suu Kyi tak akan dapat dipisahkan dalam perjuangan demokrasi, penegakan hak asasi manusia dan konsolidasi politik di Myanmar. Oleh karenanya, sosok Daw Aung San Suu Kyi sebagai tokoh politik Myanmar masih merupakan daya tarik tersendiri dalam hubungan sipil dan militer di negara yang mulai membuka iklim demokrasi, namun di tengah jalan iklim demokrasi tersebut runtuh akibat kudeta militer.
Penulis | : | Hasrul Sani Siregar, MA, Widyaiswara di BPSDM Provinsi Riau. |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Internasional, Cakap Rakyat |