PEKANBARU (CAKAPLAH) - Pengamat Politik dari Universitas Islam Riau, Dr Panca Setyo Prihatin menganalisa sikap politik PPP menyatakan diri bergabung berkoalisi dengan PDIP untuk mengusung Ganjar Pranowo sebagai Capres 2024.
Menurut Panca, langkah ini soal kecerdasan membaca peta politik menuju helat politik tahun 2024. Apalagi ini terbaca setelah Ganjar Pranowo diputus menjadi capres usungan PDIP.
"PPP tentu ingin berada dalam line up parpol pengusung capres yang potensial untuk menang disamping tentunya berharap kursi wapres dapat diraih sebagai bagian dari komitmen koalisi," kata Panca kepada CAKAPLAH.com, Kamis (27/4/2023)
"Kita semakin meyakini bahwa koalisi yang terbentuk seperti KIB, Koalisi Perubahan Persatuan dan terakhir ada koalisi besar tak lain untuk menjadi alat jualan kepentingan parpol dan hal ini dapat dibaca sebagai benefit yang akan terhampar di depan," cakapnya lagi.
Benefit politik yang dimaksud, kata Panca, dimana PPP akan mendapatkan dukungan suara kembali dari massa pendukungnya karena satu visi dengan kepentingan basis di akar rumput. Kedua, benefit dalam pemerintahan, akan ada peluang kursi, apakah wapres atau setidaknya kursi menteri yang menjadi jatah bagi parpol yang mendukung.
Selain kondisi raihan suara yang minimalis di atas ambang batas parlementary threshold pada Pileg 2019 lalu, perpecahan internal yang terjadi dan beberapa kasus korupsi yang sempat menyeret elit PPP, maka peristiwa dukungan politik pada Ganjar Pranowo dengan berkoalisi dengan PDIP selain alasan politik kebangsaan pastilah ada agenda kepentingan jangka pendek PPP agar tetap berada di jalur kemenangan.
"Karena dengan mengendalikan politik dan kekuasaan pemerintahan setidaknya PPP akan mampu mempertahankan partainya dalam percaturan politik setidaknya untuk 5 tahun ke depan. Bergabungnya Sandiaga Uno, walaupun tidak secara signifikan akan mendongkrak suara PPP tapi setidaknya menjadi tambahan energi bagi PPP untuk jualan politiknya pada Pileg 2024," urainya.
Untuk kondisi politik lokal, khususnya di Riau, kata Panca, PPP ini memiliki basis kultural dan tradisional walaupun sudah tergerus oleh waktu. Maka, ke depan, PPP di Riau harus melakukan penjaringan kader pemilih pemula dan pemilih perempuan.
"Saya tidak melihat organisasi kepemudaan parpol, mereka belum memaksimalkan fungsinya sebagai jembatan menyalurkan aspirasi pemilih pemula dan perempuan yang belum menentukan sikap politiknya sampai saat ini," cakapnya.
"Kalau hal ini bisa digarap dengan serius saya kira optimisme untuk menambah kursi legislatif di DPRD provinsi dan DPRD kabupaten kota bukanlah hal yang mustahil, tapi jika tidak digarap dengan serius maka parpol seperti PPP siap -siap untuk ditinggalkan konstituennya," tukasnya.