PEKANBARU (CAKAPLAH) - Peraturan terkait diperbolehkan melakukan kampanye di tempat pendidikan menjadi sorotan Perhimpunan Pemilih Indonesia (PPI) Provinsi Riau. Sebab, aturan itu bisa menjerat peserta pemilu jika tidak berhati-hati.
Koordinator Umum PPI Provinsi Riau Hasan mengatakan, jika merujuk pada pasal 280 ayat 1 huruf h, sebelum putusan MK kampanye di tempat ibadah, tempat pendidikan, dan fasilitas pemerintah dilarang.
Tetapi ada penjelasannya pada undang-undang yang sama, yaitu UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menjadi diperbolehkan apabila peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye dan atas undangan dari pihak penanggung jawab tempat pendidikan, fasilitas pemerintah.
"Sebenarnya untuk kampanye di tempat pendidikan dan fasilitas pemerintah sebelum dan sesudah putusan Mahkamah Konstitusi No 65/PUU-XXI/2023 tanggal 15 Agustus 2023 tidak ada yang berubah," kata Hasan, Jumat (29/09/2023).
Hanya saja, kata Hasan, memindahkan aturan yang ada di penjelasan menjadi batang tubuh. Sedangkan kampanye di tempat ibadah yang diperbolehkan dengan syarat-syarat tertentu, merujuk penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf h menjadi mutlak dilarang sama sekali.
Hasan mewanti-wanti kepada peserta pemilu dalam melaksanakan kampanye di tempat pendidikan agar berhati-hati. Sebab, ada potensi pelanggaran pidana pemilu yang sebagaimana diatur dalam Pasal 493 UU Pemilu yang mengatur bahwa Setiap pelaksana dan/atau tim Kampanye Pemilu yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
"Salah satu larangan dalam Pasal 280 ayat (2) huruf k adalah larangan mengikutsertakan Warga Negara Indonesia (WNI) yang tidak memiliki hak memilih, yang berarti bahwa setiap pelaksana dan/atau tim kampanye pemilu yang mengikutsertakan anak (WNI yang tidak memiliki hak memilih) dalam kampanye pemilu dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta," papar Hasan.
Potensi pidana sebagaimana yang disampaikan Hasan tersebut berpeluang terjadi jika kampanye di tempat pendidikan yang dilakukan di tingkatan SLTA sederajat ke bawah. Sebab, kata Hasan, peserta didik masih banyak yang belum genap 17 tahun usianya pada Pemilu 2024 nanti.
Kemudian, Hasan memaparkan tidak semua metode kampanye sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 26 PKPU 15 tahun 2023 tentang Kampanye Pemilihan Umum bisa di terapkan pada kampanye di tempat pendidikan. Menurut Hasan, kampanye yang paling cocok adalah dengan metode debat pasangan calon tentang materi kampanye pasangan calon.
"Karena mahasiswa/i bisa membedah visi, misi dan program kerja pasangan calon," kata Hasan.
Hasan berpesan, meskipun kampanye dilaksanakan di kampus nantinya, jangan sampai terjadi polarisasi di civitas akademika dan atau di mahasiswa. Sebab, jika itu terjadi akan hilanglah ruh mahasiswa sebagai mahluk yang memiliki idealisme dan agen perubahan.