PEKANBARU (CAKAPLAH) - Aset milik anak perusahaan PT Pengembangan Investasi Riau (PIR) yakni PT Riau Power di Pembangkit Tenaga Listrik Uap (PLTU) diduga disita oleh vendor. Atas kondisi itu, anak perusahaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi Riau itu menelan kerugian puluhan miliaran rupiah.
Sebab, saat ini seluruh aset bangunan yang berada di Kelurahan Tanjung Rhu, Kecamatan Lima Puluh, Kota Pekanbaru, Riau tersebut sudah rata dibongkar tanpa proses lelang.
Kuasa Hukum BUMD Riau PT PIR Topan Meiza Romadhon SH MH saat dikonfirmasi perihal tersebut membantah. Kata dia, aset PT Riau Power bukan disita oleh vendor, namun diduga diperjualbelikan oleh kuasa hukum eks karyawan PT Riau Power Satu.
PT Riau Power Satu merupakan perusahaan yang didirikan PT Riau Power bersama konsorsium PT ZUG Industry Indonesia. Perusahaan ini bergerak di bidang pembangkit, distribusi, listrik dan energi.
"Jadi PT PIR ini memiliki anak perusahaan bernama PT Riau Power. Kemudian pada tahun 2012 PT Riau Power bersama konsorsium PT ZUG Industry Indonesia mendirikan PT Riau Power Satu yang menjalankan usahanya di bidang PLTU,"
kata Topan, Senin (29/04/2024).
Topan mengatakan, saat menjalankan bisnis di bidang PLTU tersebut, BUMD PT PIR menggelontorkan modal sebesar Rp90.800.000.000 ke PT Riau Power Satu.
"Total limit fasilitas investasi yang dibenamkan Pemerintah melalui BUMD PT PIR di anak perusahaan tersebut saat itu sebesar Rp90.800.000.000 (sembilan puluh miliar delapan ratus juta rupiah) menggunakan berbagai pihak dan instrumen investasi," sebutnya.
Namun, kata Topan, dalam perjalanannya, usaha bisnis yang dijalankan oleh PT Riau Power Satu tidak berjalan dengan baik, sehingga menyebabkan operasional perusahaan harus dihentikan pada tahun 2018 dan menimbulkan permasalahan hukum, yakni sengketa ketenagakerjaan yang bermuara pada gugatan Perselisihan Hubungi Industrial (PHI) di Pengadilan Negeri Pekanbaru.
"Itu berdasar putusan Mahkamah Agung telah menetapkan hak para eks karyawan PT Riau Power Satu senilai Rp4.108.132.100 (empat miliar seratus delapan juta seratus tiga puluh dua ribu seratus rupiah). Produk hukum yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut saat itu diajukan permohonan eksekusi oleh Pengacara Aidil Fitsen SH dan Marlini SH (selaku kuasa hukum eks karyawan), dan telah mendapat penetapan Sita Eksekusi dengan Penetapan Nomor 35/Pen.PHI/Aanm.Eks-Pts/2022/PN.Pbr dan Penetapan Nomor 36/Pen.PHI/Aanm.Eks-Pts/2022/PN.Pbr," terangnya.
Hanya saja, sebut Topan, salah satu poin pokok dalam penetapan yang telah terbit dan tertuang di dalam berita acara penyitaan eksekusi (Executorial Beslag) tanggal 8 Maret 2023, objek yang telah diletakkan sita eksekusi yang sifatnya mengalihkan hak atau memindahtangankan kepada pihak lain sampai dengan pelaksanaan eksekusi lelang, apabila larangan tersebut dilanggar maka dikenakan sanksi pidana.
"Karena kalau mengikuti aturan hukum yang baik dan benar, selayaknya seluruh kawasan dan segala yang terbangun diatasnya menggunakan uang pajak rakyat Provinsi Riau dilakukan appraisal secara layak oleh pihak pemilik barang, Pengadilan Negeri Pekanbaru dan pihak yang terkait dengan sengketa tersebut. Selanjutnya, para pihak menjalankan mekanisme proses lelang setelah mengetahui posisi kepemilikan masing-masing aset yang sudah terbangun diatasnya," jelasnya.
"Seharusnya para pihak yang terkait wajib menjalankan mekanisme proses lelang itu dengan baik dan benar, setelah mengetahui kepemilikan masing-masing aset. Namun, fakta hukum yang muncul saat ini adalah aset-aset tersebut diduga telah dijual secara sepihak tanpa melalui proses lelang yang dilakukan oleh kuasa hukum eks karyawan kepada pembeli Abdul Wahab dan Abdus Salam berdasarkan Surat Perjanjian Jual Beli Aset tertanggal 7 Agustus 2023," sambungnya.
Lanjut Topan, akibat yang timbul disebabkan oleh dugaan jual beli sepihak keseluruhan aset yang tertuang dalam surat penetapan sita eksekusi aquo telah menimbulkan tindakan melawan hukum, yang diduga dilakukan oleh pihak pembeli dalam hal ini Abdus Salam, yakni melakukan dugaan tindak pidana pengerusakan dan pembongkaran secara melawan hukum dilakukan terhadap aset-aset yang berada di atas lahan PT PIR yang berada di Jalan PT Bangkinang Nomor 29, Kelurahan Tanjung Rhu, Kecamatan Lima Puluh, Kota Pekanbaru, Riau.
"Jadi pembongkaran, pengerusakan dan penghancuran yang dilakukan seluruh kawasan PT Riau Power Satu, berdasarkan informasi dan data-data yang kami didapat, itu diduga diperintahkan oleh Abdus Salam kepada sebagian besar eks karyawan, dan diduga dilindungi oleh beberapa oknum. Sehingga PT PIR selaku pemilik sah dari perusahaan dan PT Riau Power selaku pemegang saham PT Riau Power Satu tidak bisa menghentikan seluruh rangkaian tindak pidana yang terjadi sampai saat ini," paparnya.
Karena itu, Topan Meiza Romadhon, SH MH, Denny Rudini SH, Muhammad Nurlatif SH, Rizki Utama Putra, SH MH MKn, M Fandi Bachtiar SH MH, dari kantor Topan Meiza Romadhon & Partners Law Firm selaku kuasa hukum dari PT PIR dan PT Riau Power demi melindungi kepentingan hukum kliennya terkait permasalahan ini, pihaknya telah mengambil langkah hukum dengan mengajukan Laporan Polisi dengan Nomor: LP/B/79/III/2024/SPKT/POLDA RIAU tanggal 19 Maret 2024 dan Laporan Pengaduan Nomor: 050/TMR-PKU/IV/2024 tanggal 27 April 2024 di Kepolisian Daerah Riau.
Sementara itu, kuasa hukum eks karyawan PT Riau Power Satu, Marlini SH saat dikonfirmasi lewat selulernya belum memberi merespon. Bahkan ketika dikirim pesan lewat Whatsapp juga belum menjawab.**
Penulis | : | Amin |
Editor | : | Delvi Adri |
Kategori | : | Pemerintahan, Hukum, Riau |