PANGKALAN KERINCI (CAKAPLAH) - Dampak pembatalan Keputusan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup No. SK.93/VI BHUT/2013 tentang persetujuan revisi Rencana Kerja Usaha (RKU) Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman Industri (RKUPHHK-HTI) untuk jangka waktu 10 tahun yang berlaku dari 2010 hingga 2019 untuk PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) berakibat langsung kepada operasional perusahaan. Bahkan perusahaan telah mengalami "kelumpuhan" sejak tanggal 18 Oktober 2017 lalu.
Pantauan CAKAPLAH.COM di lapangan, saat memasuki kawasan Pelalawan Central Nurcery (PCN) tak ada aktifitas sama sekali yang terlihat baik di tempat penanaman tunas di media tanam, sterilisasi, penyiraman sampai dengan pemilihan bibit unggul untuk ditanam di lapangan. Yang ada hanya beberapa orang yang sedang melakukan perawatan bibit seperti penyiraman.
"Saat ini yang bisa dilakukan hanya perawatan saja seperti penyiraman bibit. Semua aktifitas lumpuh total," cakap Incharge Manager PCN, Hari Budiman, Senin (22/10/2017).
Dikatakan Hari, ada sekitar 279 pekerja yang berada di PCN dan terpaksa dirumahkan. "Biasa tempat kerja ini ramai dari pukul 07.00-16.00 WIB. Tapi sekarang ya sepi karena enggak ada yang kerja. Ini terpaksa kita lakukan, karena memang RKU perusahaan sudah dibekukan, sehingga mau tak mau kita harus lakukan itu. Berat memang untuk kita semua, tapi inilah keputusan dari pemerintah," ungkapnya.
Lanjutnya, selain merugikan para pekerja keputusan Kementerian LHK juga berdampak pada bibit yang sudah ditanam. Bibit yang sudah ditanam di media pun tak bisa dilakukan pengerjaan selain hanya disiram saja. "Ya siapa yang mau bekerja, siapa yang mau mindahin bibit-bibit yang sudah cukup umur untuk ditanam ke lapangan. Siapa yang melakukan seleksi tanaman? Semua pekerja dirumahkan saat ini. Akhirnya, bibit tersebut akan melewati batas maksimal dan akhirnya tak bisa ditanam lagi karena mutunya sudah berkurang," ungkapnya.
Dalam sehari saja, ungkapnya, biasanya PCN mampu memproduksi sekitar 100 ribu bibit siap tanam. "Pemeliharaan hanya sampai 16 minggu saja, lebih dari itu ya direject. Semua bibit yang lebih dari batas 16 minggu memang tidak bisa lagi ditanam. Dengan delaynya seluruh proses pengerjaan bibit, otomatis akan berpengaruh terhadap semua prosesnya," ujarnya.
Operator Penyiraman di PCN, Mareko juga mengeluhkan akibat dirumahkannya seluruh pekerja. Selain tak memiliki pekerjaan sampingan dirinya juga mengaku sulit mendapatkan pekerjaan. "Sudah dari tahun 2007 saya bekerja di sini. Dari yang dulu merantau istilahnya tak punya apa-apa kini sudah lumayan sejahteralah. Anak juga bisa sekolah. Tapi kalau kondisinya seperti sekarang ini mau cari ke mana lagi biaya untuk makan dan anak kami. Inilah tempat bergantung," jelasnya.
Dikatakannya lagi, jika keputusan ini tak bisa diubah bukan hanya satu dua orang yang sengsara tapi ribuan orang. "Permasalahannya lagi, kami kan ke sini merantau, anak istri sudah di sini, sekolah di sini. Kalau akhirnya kami di PHK, mau kemana lagi kami pergi," ungkapnya.
Tak hanya di pembibitan saja, hal serupa terlihat di Tempat Penumpukan Kayu (TPK). Puluhan Barje (pengangkut kayu melalui kanal-red) dan juga puluhan eskavator teronggok tak difungsikan. Di lokasi TPK hanya terlihat beberapa pekerja yang juga melakukan maintanance (perawatan) beberapa alat berat.
"Sudah sejak tanggal 18 Oktober lalulah stop beroperasi. Semua peralatan dikeluarkan dari areal kerja dan menumpuk di pinggir TPK. Dalam satu TPK ini ada sekitar 62 orang yang bekerja mengoperasikan barje dan eskavator. Itu baru satu TPK. Masih ada beberapa TPK lagi yang berada di Pelalawan Estate dan semuanya ya nasibnya sama," ungkap Askep Harfesting, King Huat.
"Dalam satu hari, satu TPK menghasilkan sekitar 1000 ton kayu. Dan sekarang ini sudah tak ada lagi, karena semua pekerjaan di stop." imbuhnya.
Terancam Gagal Nikah
Dampak pembatalan RKU PT RAPP oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) nyatanya tak hanya membuat khawatir para pekerja untuk bisa melangsungkan hidup bagi keluarganya, namun juga membuat gadis bernama Elsida (29) terancam melangsungkan pernikahannya.
Gadis manis yang sudah bekerja sejak tahun 2005 di perusahaan pabrik kertas ini mengaku galau atas pembatalan RKU tersebut. Ia mengatakan saat ini dirinya beserta calon suami sedang sama-sama mengumpulkan dana untuk pernikahan. "Rencana bulan 12 (Desember) ini saya menikah, tapi kalau begini keadaannya bisa-bisa rencana pernikahan saya ditunda," ujarnya dengan wajah sendu.
Dikatakan wanita yang mengaku sudah 5 kali gagal menikah ini seharusnya pemerintah pusat tidak asal mengeluarkan kebijakan. Namun harus lihat ke lapangan apa efek yang akan ditimbulkan jika kebijakan yang dibuat itu diterapkan. "Kami hanya pasrah sekarang ini, menunggu kabar baik dari perusahaan untuk meminta kami bekerja seperti biasa. Kami hanya ingin bekerja seperti biasa, seperti semula. Tak usah diubah-ubahlah kebijakan-kebijakannya," jelasnya sambil sesekali menyeka air mata yang jatuh di pipinya.
Lain halnya dengan cerita Ida Agustina (43). Saat ini dirinya sudah berhasil menyekolah anaknya hingga ke tingkat perguruan tinggi ternama di Pekanbaru. Dirinya tak ingin apa yang menjadi mimpi dan harapan mereka pupus hanya gara-gara kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. "Saya bersama suami sama-sama bekerja. Setiap bulan gaji bisalah sampai Rp5 juta. Itu sudah dicukup-cukupkan untuk biaya anak kuliah di Pekanbaru, biaya sekolah anak di Medan dan biaya anak yang sekolah SMP dan SD di sini (Pelalawan). Jika pada akhirnya kami mendapatkan kabar buruk, alamat putus sekolah semua anak kami. Soalnya kami enggak tahu mau kerja di mana. Inilah keahlian kami, mau dicari ke mana lagi pekerjaan," keluhnya.
"Mudah-mudahan Pemerintah masih mau mempertimbangkan kebijakan yang sudah dibuat tersebut," pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membatalkan Rencana Kerja Usaha (RKU) milik PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Pembatalan RKU ini diterbitkan Kementerian LHK pada 17 Oktober 2017, setelah sebelumnya perusahaan menerima dua surat peringatan dalam waktu berdekatan yakni masing-masing tanggal 28 September dan tanggal 6 Oktober 2017.
Hal ini diungkapkan Direktur Hubungan Korporasi PT RAPP, Agung Laksamana didampingi Direktur Operasional Ali Sabri, dalam konferensi pers yang digelar manajemen PT RAPP di Wisma Nusantara, Jakarta, Kamis (19/10/2017).
"Kami sangat menyayangkan Surat Keputusan Menteri LHK tentang pembatalan Keputusan Menteri Kehutanan nomor SK. 93/VI,BHUT/2013 persetujuan revisi RKU Pemanfaatan Hasil Kayu Hutan Tanaman Industri 2010-2019 PT RAPP," ungkap Agung.
Akibat kebijakan ini, perusahaan bubur kertas raksasa ini menghentikan sebagian operasionalnya. Celakanya, 4.600 karyawan PT RAPP mulai hari juga sudah berangsur dirumahkan.
"Akibat surat pembatalan RKU ini, dengan berat hati kami mengambil keputusan, merumahkan 4.600 karyawan secara bertahap dan 1.300 karyawan lainnya berpotensi akan dirumahkan lagi," paparnya.
Sementara Direktur Opersional PT RAPP, Ali Sabri mengatakan sejak terbitnya SK pembatalan RKU oleh Kementerian LHK, terhitung 16 Oktober perusahaannya sudah mengurangi bahkan menghentikan operasional.
Para pekerja di bagian pembibitan, penanaman, pengangkutan bahan baku di wilayah operasional PT RAPP sudah dirumahkan. "Mulai 18 Oktober jam 00.00 wib kita sudah stop beroperasi dan dampaknya ribuan karyawan sudah kita rumahkan," tukasnya.
Kepada wartawan Ali Sabri mengatakan pihaknya percaya bahwa pemerintah akan meberikan solusi terbaik dalam masalah ini. Namun dalam solisi yang ditawarkan, PT RAPP berharap pemerintah mendahulukan penyelesaian Lahan Usaha Pengganti (land swap) secara bertahap dengan kondisi clean dan clear secara teknis dan ekonomis di sekitar lokasi industri, sebelum areal tanaman pokok dijadikan kawasan fungsi lindung ekosistem gambut.