Asrizal
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Provinisi Riau memiliki luas lahan sawit lebih dari 2,4 juta hektare. Namun Industri Kecil Menengah (IKM) pandai besi belum ambil bagian memenuhi kebutuhan egrek dan dodos sawit di Riau.
Padahal kerajinan pandai besi itu masih berpeluang besar, namun peluang tersebut belum mampu dipenuhi.
"Penyebabnya mereka ini belum ada standar yang dikeluarkan Badan Standardisasi Nasional (BSN). Sementara selama ini mereka masih mengandalkan cara-cara dan alat tradisional," kata Kepala Dinas Perindustrian Provinsi Riau, Asrizal kepada CAKAPLAH.com, Senin (6/5/2019) di Pekanbaru.
"Padahal perusahaan sawit di Riau sangat luar, tapi mereka tidak mau menggunakan egrek dan dodos jika tidak ada SNI," sambungnya.
Lebih lanjut Asrizal menyampaikan, selama ini kebutuhan egrek dan dodos di Riau masih diimpor dari luar negeri. Bahkan sebagian besar di impor dari China.
Di Riau sendiri, sebut Asrizal, sedikitnya ada 78 IKM pandai besi yang memproduksi egrek dan dodos sawit. Namun IKM tersebut masih menggunakan alat tradisional dalam memproduksi egrek dan dodos.
"Karena caranya masih tradisional, makanya produk yang dihasilkan juga belum memiliki SNI. Dalam pemasaran mereka juga masih traditional. Belum bisa masuk ke pasar tradisional dan e-commerce," paparnya.
Untuk itu, tambah dia, agar produk-produk IKM ini bisa bersaing dan memiliki SNI, pihaknya akan melakukan pembinaan dan pelatihan kepada pandai besi. Selain itu, pihaknya juga mengusulkan ke kementrian perindustrian untuk meminta peralatan untuk IKM pandai besi.
"Pembinaan kita lakukan secara bertahap. Untuk tahap awal ini sudah 30 IKM yang kita lakukan pembinaan. Kita berharap kedepan SDM pandai besi Riau dapat memproduksi bisa bersaing di pasar global," pungkasnya.
Penulis | : | Amin |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Ekonomi, Pemerintahan, Riau |