PEKANBARU (CAKAPLAH) - Jalan Tol Pekanbaru-Dumai (Permai), Riau nampaknya tidak bisa diresmikan Agustus ini. Pasalnya masih terdapat persoalan pembebasan lahan yang belum kelar. Karena itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau melakukan rapat koordinasi dengan pihak terkait membahas penyelesaian persoalan tersebut.
Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau, Yan Prana Yana mengatakan, dalam rapat tersebut PPTK pengadaan jalan tol meminta agar persoalan yang ada dapat diselesaikan secepatnya.
"Memang ada persoalan yang lama (pembebasan lahan) tidak bisa dilanjutkan. Dan proses penyelesaian seperti yang disampaikan pihak Kejati biar persoalan itu bergulir dalam masalah perdata," jelasnya, Rabu (5/8/2020).
"Artinya itu wilayah Pengadilan, jika ada pihaknya yang dirugikan maka Pengadilan yang menyelesaikan, karena persoalan itu sudah dititipkan (konsinyasi) ke Pengadilan," tambahnya.
Sementara itu, Kepala BPN Riau, M Syahrir mengakui memang saat ini masih ada beberapa persil persoalan pembebasan lahan di jalan tol Permai di seksi 3-4 dan seksi 5-6.
Dia mengatakan, persoalan yang ditemukan adalah banyaknya keberatan-keberatan yang diajukan pemilik lahan sudah lebih dari 14 hari. Sementara dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, apabila keberatan itu disampaikan sudah lebih dari 14 hari, maka ketua tim (BPN) harus menolak. Dan uang ganti rugi pembebasan lahan dikonsinyasikan ke Pengadilan, dan Pengadilan yang menyelesaikannya.
"Itu yang kita konsinyasi ke Pengadilan Dumai ada 66 persil (seksi 5-6), dan sekitar 60 persil di Pengadilan Bengkalis (seksi 3-4)," jelasnya.
Atas persoalan itu, sebut Syahrir, imbas PT Hutama Karya (HK) selaku kontraktor pembangunan jalan bebas hambatan 31 kilometer itu mengalami kendala dalam melaksanakan pembangunan.
"Jadi HK tidak bisa melaksanakan kegiatannya sebelum ada penetapan dari Pengadilan soal penerima uang ganti rugi. Jadi kuncinya di Pengadilan Dumai dan Bengkalis," cakapnya.
Untuk diketahui persoalan ganti rugi lahan yang dikonsinyasi di Pengadilan merupakan lahan masyarakat yang tumpang tindih dengan Barang Milik Negara (BMN). Masyarakat merasa menuntut haknya karena merasa lahan yang terkena ruas jalan tol memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM), sementara lahan itu BMN.
Sementara pihaknya PT HK saat dikonfirmasi hasil rapat tidak satupun yang berkenan memberikan keterangan terkait persoalan yang dihadapi. Padahal pimpinan proyek jalan tol seksi 1-2, seksi 3-4 dan seksi 5-6 hadir dalam rapat.
Penulis | : | Amin |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Pemerintahan, Riau |