JAKARTA (CAKAPLAH) - Setidaknya terdapat 2 fraksi di DPR RI yang tetap bersikukuh menolak pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja, yakni Fraksi PKS dan Fraksi Partai Demokrat, ditambah lagi kelompok Buruh yang hari ini melakukan aksi unjuk rasa.
Namun penolakan itu sepertinya hanya angin lalu, pasalnya hari ini Senin (5/10/2020) secara tiba-tiba pimpinan DPR telah melakukan rapat pimpinan (Rapim) membahas persiapan Paripurna pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Serta secara dadakan mengagendakan Paripurna pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Penolakan dari Fraksi Partai Demokrat itu, ditegaskan dengan alasan RUU Cipta Kerja adalah sebuah kemunduran karena lebih buruk dari UU Ketenagakerjaan sebelumnya. RUU Cipta Kerja dinilai melemahkan daya tawar karyawan atau pekerja di hadapan pemilik perusahaan.
Selain itu, RUU Cipta Kerja memberi ruang lebih besar bagi tenaga kerja asing. Ini akan membahayakan bagi tenaga kerja dalam negeri.
"Jadi, kalau RUU ini disahkan maka akan semakin banyak pegawai kontrak seumur hidup, bukan pegawai tetap. Hal ini akan melemahkan posisi pegawai. Tenaga kerja Indonesia juga akan makin sulit menjadi pegawai tetap. Padahal menjadi pegawai tetap akan memberi kepastian hukum bagi para pekerja," kata anggota Komisi IX Fraksi Partai Demokrat, DPR Lucy Kurniasari menegaskan penolakan fraksinya, melalui keterangan tertulis, Senin (5/10/2020).
Selain itu, poin penolakan dari Fraksi Partai Demokrat itu ditegaskannya pada masalah upah minimum sektor kabupaten/kota yang turut akan akan hilang, seiring dengan disahkannya RUU Cipta Kerja itu.
Serta masalah pesangon para pekerja juga akan dikurangi dari 32 kali menjadi 25 kali upah. Padahal bagi pekerja pesangon itu sangat dibutuhkan untuk tetap eksis setelah pensiun. Kalau pesangon terlalu kecil, maka masa depn pekerja setelah pensiun akan semakin suram.
"Tentu hal ini dapat merugikan para pekerja itu sendiri. Dimana UMK Kabupaten/Kota akan dihilangkan, selain itu pengurangan pada pesangon pekerja," tegasnya.
Sementara pada waktu bersamaan, kelompok Buruh yang tengah melakukan aksi unjuk rasa penolakan RUU Cipta Kerja dengan agenda aksi di gedung Gedung DPR/MPR RI, terpaksa terganjal izin dari Kepolisian.
"Kita tidak kasih izin. Jadi Polda Metro Jaya tidak mengeluarkan izin untuk demo," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus.
Sehingga massa buruh terpaksa tertahan dan tidak bisa mendekati gedung parlemen DPR/MPR RI di Jalan Gatot Subroto, hingga siang ini.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, pada waktu bersamaan saat ditemui wartawan mengatakan saat ini Pimpinan DPR melakukan rapat pimpinan (Rapim) untuk segera menentukan rapat paripurna penutupan Masa Sidang I Tahun Sidang 2020-2021, terkait pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
"Hari ini baru mau rapat pimpinan tentang paripurna,” kata Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, di Kompleks Parlemen DPR.
Informasi yang berhasil dihimpun CAKAPLAH.COM, menemukan adanya surat undangan paripurna pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang secara dadakan yang diagendakan pada hari ini.
Dimana pada surat undangan tertanggal 29 September 2020 itu, dinyatakan permohonan undangan kehadiran pelaksanaan Paripurna ke-7 tertanggal 05 Oktober 2020 yang menetapkan salah satu poin agenda sidang paripurna adalah pengambilan keputusan RUU Cipta Kerja.
Sementara dari agenda kegiatan Paripurna DPR yang tertuang di situs dprri.co.id agenda Paripurna pengesahan RUU Cipta Kerja, diagendakan pada Kamis 8 Oktober 2020 mendatang. Sehingga kelompok buruh juga mengagendakan untuk melakukan mogok massal dan unjuk rasa besar-besaran pada Kamis 8 Oktober 2020 mendatang.