Rohil (CAKAPLAH) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Rokan Hilir (Rohil) kembali berhasil menerapkan Restorative Justice (RJ) pada penanganan sebuah perkara pencurian dalam rumah tangga atas nama tersangka Irfan Enara.
Kajari Rohil Yuliarni Appy SH MH kepada awak media, Senin (31/1/2022) sore mengatakan, penyelesaian perkara melalui restorative justice atau keadilan restoratif tersebut, berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia nomor 15 tahun 2020, tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, yang terlaksana pada Kamis 11 November 2021.
Sebelum dibebaskan dari Lapas Bagansiapiapi, Kajari terlebih dahulu membacakan surat keterangan kepada tersangka yang disaksikan orang tuanya dan kemudian tersangka meminta maaf dan bersujud di kaki sang ayah serta ibu dan kemudian memeluk anaknya yang saat itu dibawa.
Di hadapan Kajari dan orang tuanya, tersangka mengaku menyesal dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya dan itu menjadi pertama dan terakhir.
Kajari menjelaskan, perkara tersebut merupakan tindak pidana pencurian dalam rumah tangga. Dimana sebutnya, korban merupakan orang tua kandung tersangka sendiri.
"Hari ini kita menghentikan perkara ini dengan menerapkan Restorative Justice karena telah memenuhi semua persyaratan, " kata Yuliarni Appy, didampingi Kasi Pidum Yonki Arvius, Kasi Intel Hasbullah SH dan Kasi BB Maiman Limbong .
Sebelum melakukan RJ, lanjut Kajari, pihaknya telah melewati berbagai proses hingga permohonan penerapan RJ tersebut mendapat persetujuan dari Jaksa Agung Muda tidak pidana umum melalui Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda (Oharda) Gery Yasid, SH.MH.
Penerapan restoratif justice tersebut, kata Yuliarny, telah sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif (RJ). Dimana sejumlah syarat harus dipenuhi oleh penerima, seperti tersangka belum pernah dihukum atau baru pertama kali melakukan tindakan pidana, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun, serta barang bukti atau nilai kerugian perkara tidak lebih dari Rp 2,5 juta.
Syarat lain yang sangat penting dipenuhi sebutnya, adanya perdamaian antara korban dan tersangka, serta adanya keterangan atau pernyataan, baik itu dari masyarakat tempat tersangka tinggal, tokoh agama maupun tokoh masyarakat yang menyatakan bahwa dalam kehidupan bermasyarakat tersangka memiliki kelakuan baik.
Lebih lanjut Yuliarny mengatakan, Restoratif Justice merupakan salah satu upaya untuk menggali nilai-nilai kehidupan di masyarakat. Karena, tidak semua perkara harus diselesaikan melalui Pengadilan, namun ada juga yang bisa diselesaikan di luar Pengadilan.
Untuk perkara itu sendiri, Yuliarni memaparkan bahwa tersangka dilaporkan orang tuanya sendiri karena telah melakukan pencurian di rumah orang tuanya.
Dimana, tanpa izin dari orangtuanya, tersangka telah mengambil barang-barang berupa kabel instalasi listrik rumah, satu unit AC, satu unit sepeda olahraga dan tiga unit pintu teralis rumah yang kemudian dijual oleh tersangka kepada Botot.
Yang mana, uang dari hasil penjualan barang-barang tersebut dari keterangan tersangka dipergunakan untuk kebutuhan sehari-hari dan untuk membeli susu anak tersangka.
"Motif tersangka melakukan perbuatan tersebut karena tidak mempunyai uang untuk membeli susu anak tersangka," papar Yuliarni.
Adapun alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana/belum pernah dihukum, pasal yang disangkakan tindak pidananya diancam pidana paling lama 5 tahun.
"Semoga ini menjadi pelajaran bagi tersangka agar tidak melakukan tindak pidana lagi kedepannya, " pungkasnya.
Dalam pembebasan tersangka yang telah di tahan selama 10 hari di Lapas Bagansiapiapi tersebut, Kajari Rohil juga menyerahkan bingkisan berupa susu dan botol susu yang diperuntukkan bagi anak tersangka yang masih bayi.
Penulis | : | Sagala |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Hukum, Kabupaten Rokan Hilir |