Anggota Komisi VII DPR RI, Fraksi PKS, Mulyanto.
|
JAKARTA (CAKAPLAH) - Terkait wacana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite yang rencananya akan terjadi. Seiring kenaikan BBM jenis Pertamax, diyakini akan berdampak buruk pada stabilitas negara yang dinilai telah beralih haluan dengan menganut sistem ekonomi liberalis.
“Kalau ini terjadi masyarakat bisa kolaps. Berarti negara tidak hadir. Ini adalah gaya ekonomi liberalis. Bukan ekonomi Pancasila yang memihak wong cilik,” ujar Anggota Komisi VII DPR RI, Fraksi PKS, Mulyanto dalam keterangan persnya di Jakarta, Kamis (7/4/2022).
Dirinya menilai arah kebijakan negara di bawah Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang secara perlahan tapi pasti, menyerahkan harga barang pada mekanisme pasar. Sebagai bentuk budaya ekonomi liberalis yang tidak memihak kepada kepentingan masyarakat kecil. Hal itu dianggapnya semakin tegas terlihat melalui wacana kenaikan harga Pertalite yang disampaikan oleh Erlangga Hartanto sebagai pembantu Jokowi.
“Dalam penetapan harga BBM ini pemerintah sangat pragmatis. Setelah Menko Marves, Luhut Binsar Panjaitan, kini Menko Perekonomian, Erlangga Hartarto, yang mewacanakan kenaikan harga Pertalite,” ungkapnya.
Mulyanto mengatakan, pemerintah harusnya mengkaji dengan cermat, seksama dan komperehensif. Bukan hanya dari aspek keekonomian belaka namun juga kondisi sosial, ekonomi, dan psikologi masyarakat.
“Kalau ini terjadi masyarakat bisa kolaps. Berarti negara tidak hadir. Ini adalah gaya ekonomi liberalis. Bukan ekonomi Pancasila yang memihak wong cilik,” imbuhnya.
Mulyanto mengingatkan bahwa saat ini masyarakat dalam kondisi yang sangat berat.
Pandemi Covid-19 belum berakhir, ekonomi masyarakat belum pulih, daya beli mereka masih rendah, barang-barang kebutuhan pokok mereka seperti minyak goreng, gula, daging sapi, kedelai, dan lainnya tengah tinggi.
Sementara Pertalite adalah BBM yang sekitar 78 persen digunakan masyarakat secara luas. Maka dapat diperkirakan kenaikan harga Pertalite akan diikuti dengan kenaikan harga transportasi dan kenaikan barang-barang lainnya yang memicu inflasi. Terbayang beban rakyat yang semakin berat.
“Pemerintah kan hadir sebagai shock breaker (peredam) berbagai kejutan ekonomi-politik dari luar negeri maupun dalam negeri, agar kondisi masyarakat aman dan stabil. Tidak boleh semua market shock tersebut langsung dilepas dan dialirkan ke masyarakat, dengan menaikan harga-harga barang pokok masyarakat secara semena-mena,” ujar Mulyanto.
Sementara, kata Mulyanto, para pengusaha oligarki menikmati durian runtuh dari ekspor, karena harga CPO, batubara, tembaga, nikel dan lain-lain.
Bahkan hitungan kasarnya, penerimaan negara dari ekspor komoditas ini jauh melebihi defisit transaksi berjalan dari sektor migas Indonesia, sebagai negara net importer migas.
Penulis | : | Edison |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Ekonomi, Pemerintahan |