Ketua Umum Dewan Pimpinan Adat LAM Riau, Tan Seri Syahril Abubakar
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Ketua Umum Dewan Pimpinan Adat LAM Riau, Tan Seri Syahril Abubakar menitipkan harapan besar sempena hari jadi ke-65 provinsi Riau yang diperingati hari ini, Selasa (9/8/2022).
Tan Seri Syahril mengatakan, tahun ini Riau mendapat kado dengan Undang Undang Nomor 19 tahun 2022 tentang Provinsi Riau, dan semakin mengokohkah Riau dalam Republik Indonesia. Karena Undang Undang terdahulu yakni nomor 61 tahun 1958 merupakan Indonesia dalam Republik Indonesia Serikat.
"Pada poin di Undang Undang terbaru ini sangat penting. Selain mengakomodir sumber daya alam, juga mengakui adat budaya. Sehingga Riau dikenal dengan provinsi yang berbudaya dan religius, dan juga lingkungan hidup. Bagi kita masyarakat adat di Riau, ini momen berarti karena masyarakat adat kita diakomodir baik budaya dan hak masyarakat adat," kata Syahril.
Berangkat dari apa yang digariskan Undang Undang tersebut, kata Syahril, Riau akan mengalami perkembangan pesat dan akan memberikan otonomi bagi masyarakat.
Sumber daya alam terbesar dari Migas Riau sangat besar. Dimana selaama ini Riau belum dilibatkan penuh, namun saat ini sudah mulai daerah dilibatkan.
"Sejalan dengan itu tahun lalu Blok Rokan dikembalikan ke pemerintah, hari ini juga CPP Blok dikembalikan ke daerah, ditambah lagi pengakuan tanah ulayat oleh pemerintah," ujarnya.
"Momentum ini sangat besar tentang tanah ulayat ini. Kita lihat pemerintah sudah tegas, jaksa agung secara tegas menetapkan perusahaan yang menggarap tanah masyarakat Riau yang tak sesuai peraturan, prosedur dan ketentuan positif yang berlaku, sudah ditersangkakan (Duta Palma). Ini langkah awal untuk menertibkan 1,2 juta hektar yang bermasalah," kata Syahril.
Ia kemudian berharap, nantinya temuan tanah perkebunan ilegal tersebut dapat dikembalikan ke masyarakat Riau, khususnya kepada masyarakat adat. Karena hampir 80 persen kebun ilegal tersebut berada pada tanah ulayat.
Maka, ia berharap kepada DPRD Riau untuk segera mengeluarkan Perda terkait tanah ulayat dan pemanfaatannya, sehingga masyarakat adat punya kepastian hukum.
"Contohnya seperti kebijakan di Sinama Nenek, ada lahan masyarakat 2.800 hektar selama bertahun-tahun dikelola perusahaan. Karena di atas tanah ulayat, pemerintah melalui presiden telah mengembalikan ke masyarakat adat. Ada 1.400 orang masyarakat yang terentaskan masalahnya," cakapnya lagi.
Berangkat dari hal ini, ia berharap dari 1,2 juta perkebunan ilegal di Riau, kalau dikembalikan ke masyarakat, akan tertolong 500 ribu kepala keluarga.
"Kita dorong pemerintah menyikapi ini. Dengan sudah ditersangkakannyaa Dirut Duta Palma, ke depan kami yakin akan semakin banyak kebun di Riau yang ditata pemerintah. Karena sebelum kami beri gelar ke presiden, dalam negosiasi kita minta lahan bermasalah itu diberi payung hukum. Beliau sudah mengeluarkan Inpres nomor 10 tahun 2018 tentang penataan kembali perkebunan, termasuk di Riau," ujarnya.
Tinggal lagi saat ini, keberanian Pemprov Riau dan Pemkab untuk menata ulang dengan pihak perusahaan. Boleh saja nantinya dalam negosiasi kedepan itu dikelola oleh perusaan yang bersangkutan, BUMD, atau Badan Usaha Milik Adat (BUMA). Pihaknya di LAM melalui BUMA juga bercita-cita bisa mengelola hal ini. Sehingga LAM bisa mengurus industri hilir.
Misalnya dengan menggandeng pihak ketiga, membuat pabrik minyak goreng beserta turunannya.
Tak hanya itu, bagi masyarakat pesisir, kata Syahril, ada potensi besar yang belum terolah dengan baik yakni pasir laut. Yang sudah berbentuk silica. Dimana potensinya besar untuk daerah. Ini bisa menjadi pusat pertumbuhan baru.
"Kalau ini dikelola dengan baik, bukan tidak mungkin Riau Cemerlang, Gemilang dan Terbilang itu terwujud. Dan masyarakat ikut mengelola. Masyarakat Riau harus lebih cerdas, lebih berani lenih mandiri dan unggul, Pemerintah termasuk pemda harus sebagai fasilitator. Ini lah harapan kita," cakapnya.