Ilustrasi.
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Riau masih berusaha melengkapi berkas perkara penembakan yang menewaskan pengusaha asal Batam, Haji Permata. Penyidik terkendala karena sejumlah saksi sudah tidak ditemui lagi.
Pada perkara ini, penyidik Ditreskrimum sudah menetapkan tersangka berinisial BPS. Tersangka merupakan oknum pegawai Bea Cukai Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil). Berkas perkara tersangka masih P-19 atau dikembalikan jaksa ke penyidik dengan sejumlah petunjuk.
Pengembalian berkas dilakukan pada Oktober 2022 silam. Namun hingga kini, berkas tersebut belum juga dikembalikan lagi oleh penyidik ke kejaksaan untuk diteliti ulang.
"Kita masih mencari pemenuhan petunjuk dari jaksa. Cuma ada satu atau dua (saksi yang harus dimintai keterangan, red) belum ketemu," ujar Dire?tur Reskrimum Polda Riau, Kombes Pol Asep Darmawan, Rabu (21/6/2023).
Asep mengatakan saksi yang harus dimintai keterangan sesuai petunjuk jaksa adalah orang-orang yang berada di kapal saat terjadi penembakan. Itu belum bisa dipenuhi hingga pengembalian berkas ke jaksa belum bisa dilakukan.
"Saya sudah mencari orang itu belum ketemu. Saya cari ke Batam tidak ada, saya cari ke Makassar tidak ketemu. Ke mana mau nyari orang ini," jelas Asep.
Asep mengungkapkan sedang berkoordinasi dengan jaksa terkait kendala tersebut. "Saya sudah koordinasi dengan jaksa. Jaksa minta harus diambil keterangan," ucap Asep.
Sebelumnya, Kejati Riau telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari penyidik kepolisian, pada 5 Agustus 2022 lalu. Lima orang jaksa telah ditunjuk untuk mengikutinya perkembangan penyidikan perkara.
Kelima jaksa itu adalah Dohar Nosib Wira Warman, Sunandar Ramono, Fais Ahmed Illovi, Hadi Hardianto Wicaksono dan Zurwandi.
Kejati Riau menerima pelimpahan berkas perkara tersangka, atau tahap I dari penyidik Dirreskrimum Polda Riau, selaku pihak yang menangani perkara, pada 20 September 2022 lalu. Berdasarkan hasil penelitian jaksa, berkas tersangka dinyatakan belum lengkap.
Jaksa menyusun petunjuk untuk kemudian disertakan dengan berkas tersangka, dan dikembalikan ke penyidik guna dilengkapi. P-18 diterbitkan tanggal 20 September 2022, sementara untuk P-19 dengan nomor: 371/L.4.4/Eoh.1/10/2022 pada 3 Oktober 2022.
Untuk diketahui, Haji Permata ditembak karena diduga menyelundupkan rokok ilegal 7,2 juta batang senilai Rp 7,6 miliar pada 15 Januari 2021. Penggagalan penyelundupan ini dilakukan personel Bea Cukai Tembilahan, Kabupaten Inhil.
Kasus ini awalnya dilaporkan pihak keluarga Haji Permata ke Polda Kepulauan Riau. Namun, terhitung Senin (18/1/2021), penanganan kasus diserahkan ke Polda Riau karena locus delicti di Provinsi Riau.
Selain Haji Pertama yang tewas di tempat, dalam kasus itu juga tertembak nakhoda kapal Bahar. Korban Bahar meninggal beberapa hari setelah kejadian penembakan, yakni Selasa (19/1/2021). Ia mengalami luka tembak di kepala.
Dua anak buah H Permata lainnya yang tertembak adalah Abdul Rahman dan Irwan. Korban Abdul Rahman mengalami luka tembak di telapak kaki sebelah kiri sedangkan Irwan mengalami luka di lengan sebelah kiri.
Dalam prosesnya, Bea Cukai Tembilahan menyebut Haji Permata berusaha melawan dan mengejar kapal petugas. Disebutkan, Haji Permata ingin masuk ke kapal petugas untuk mengambil barang bukti.
Perlawanan ini berujung tembakan. Hasil olah tempat kejadian perkara dan autopsi, di dada Haji Permata bersarang sejumlah peluru dari senjata laras panjang sehingga menjadi penyebab utama kematiannya.
Dalam pengusutan, penyidik memanggil para petinggi Bea Cukai dari Provinsi Riau, Tembilahan maupun pusat. Dalam perjalanannya, penyidikan jalan di tempat. Polda Riau mulai tertutup soal penanganan dan selalu menyebut penyidikan masih berjalan.
Bergantinya Direktur Reskrimum Polda Riau dari Kombes Teddy Ristiawan ke Asep Darmawan membawa angin segar bagi pihak keluarga sebagai pelapor. Kasus ini diusut kembali dan penyidik sudah menetapkan tersangka berisial BPS.
Tersangka disangkakan melanggar Pasal 338 juncto Pasal 351 (2) junto Pasal 352 KUHPidana. Ancaman hukumannya maksimal 15 tahun penjara.