Pada 14 Februari 2024 yang akan datang, sesuai Surat Keputusan KPU RI Nomor 21 Tahun 2022 ditetapkan sebagai tanggal pemungutan suara, baik untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) maupun Pemilu Legislatif (Pileg). Sebagaimana diprediksi banyak pihak berdasarkan pengalaman pemilu-pemilu sebelumnya, sepanjang tahun 2023 politik nasional akan mengalami peningkatan yang eskalatif . Hal ini wajar dan bisa dimaklumi, karena semua kekuatan politik nasional, baik partai politik maupun politisi, akan melakukan manuver-manuver untuk mencari benefit politik pada Pemilu 2024 yang akan datang. Dalam prakteknya, menghangatnya eskalasi politik nasional tidak hanya melibatkan jajaran elit partai politik dan para politisi, tetapi juga melibatkan masyarakat secara luas. Hal ini terindikasi dari hangatnya perbincangan bertopik politik baik di cafe, rumah makan, kantor, pasar, sekolah, kampus, sampai di berbagai platform media sosial.
Hoax, Salah Satu Ancaman Jelang Pemilu 2024
Penggunaan media sosial saat ini begitu massif di masyarakat, bahkan banyak masyarakat yang mengandalkan media sosial untuk mendapatkan informasi atau berita. Pengguna internet sendiri di Indonesia semakin lama semakin bertambah seiring semakin murah dan cepatnya akses internet itu sendiri. Menurut data BPS dari hasil pendataan Survei Susenas 2022, 66,48 persen penduduk Indonesia telah mengakses internet di tahun 2022 dan 62,10 persen di tahun 2021. Sementara itu, menurut laporan survei Status Literasi Digital 2021 yang disusun Katadata Insight Center (KIC) bersama Kementerian Kominfo, mayoritas warga Indonesia lebih suka mencari informasi di media sosial ketimbang media lainnya. Menariknya, menurut survei ini, ada 22,4% responden yang menilai media sosial sebagai sumber informasi paling dipercaya. Adapun media sosial yang paling banyak diakses adalah WhatsApp (95,9%), Facebook (80,4%), YouTube (72,2%), Instagram (46,4%), Tiktok (29,8%), Telegram (15,9%), Twitter (8,9%) dan Line (4,5%). Cukup banyaknya pengguna media sosial yang sangat percaya terhadap berita di media sosial tentu menjadi tantangan tersendiri, karena pengguna media sosial bisa menjadi redaktur bagi berita yang disebarkannya, sehingga kedalaman dan validitas berita yang ada menjadi rendah kualitasnya, sehingga acapkali informasi yang tersebar hanya memberitakan bagian permukaan dari sebuah peristiwa.
Jelang Pemilu 2024, lalu lalang informasi tentang politik menjadi lazim ditemukan di berbagai grup whatsapp sebagai platform media sosial yang paling banyak dipakai oleh masyarakat Indonesia, terkadang hanya bersifat satu arah dari member tertentu, tetapi tidak jarang menjadi hangat karena saling ditanggapi oleh member yang lain. Dalam situasi seperti ini, harus diakui informasi yang tingkat validitasnya rendah, bahkan cenderung bernilai hoax akan menyebar dengan begitu cepat di masyarakat. Menyikapi fenomena seperti ini, berbagai stakeholder Pemilu merasa berkepentingan untuk menghadirkan Pemilu yang kompetitif tetapi tetap berlangsung damai, dimana salah satunya terindikasi dari terkendalinya penyebaran berita dan informasi yang bernilai hoax atau validitasnya diragukan di tengah masyarakat, karena jika tidak dikendalikan kelak menjadi penyebab irrasionalitas di kalangan pemilih, bahkan bisa memicu ketegangan sosial yang tidak kondusif.
Hari Statistik Nasional dan Budaya Literasi Sebagai Penangkal Hoax
Upaya-upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk mencegah penyebaran hoax di masyarakat khususnya jelang Pemilu, adalah langkah preventif yang patut di apresiasi. Akan tetapi pada akhirnya keberhasilan pencegahan penyebaran hoax merupakan tanggung jawab bersama yang membutuhkan waktu yang tidak sebentar, karena kunci dari pencegahan penyebaran hoax ini terletak pada kesadaran individu masyarakat itu sendiri. Atau dengan kata lain, hoax akan hilang dengan sendirinya pada waktu masyarakat menjadi literasi sebagai budaya hidupnya. Disinilah letak relevansi antara peringatan Hari Statistik Nasional dengan upaya pencegahan penyebaran hoax, dimana peringatan statistik adalah momentum bangsa untuk menjadikan statistik sebagai budaya, dan budaya statistik pada hakikatnya adalah budaya literasi itu sendiri.
Hari Statistik Nasional sendiri diperingati tanggal 26 September setiap tahunnya. Tanggal 26 September ditetapkan sebagai Hari Statistik Nasional karena pada tanggal 26 September 1960 Pemerintah RI memberlakukan UU No. 7 Tahun 1960 tentang Statistik sebagai pengganti Statistiek Ordonantie 1934. Akhirnya Hari Statistik Nasional disetujui pemerintah Republik Indonesia dengan latar belakang lahirnya Undang-undang tersebut.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), statistik adalah angka-angka atau catatan yang dikumpulkan, dikelompokkan, dan ditabulasi sehingga didapatkan informasi berkaitan dengan masalah tertentu. Sementara Statistika adalah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana cara merencanakan, mengumpulkan, menganalisis, lalu menginterpretasikan, dan akhirnya mempresentasikan data.
Di era kemajuan informasi seperti saat ini, terminologi "data" telah jauh berkembang dibandingkan sebelumnya. Jika dahulu orang mempersepsikan data sebagai kumpulan angka, jumlah dan atau bilangan, maka di era saat ini kumpulan informasi bisa menjadi "data", dan itulah yang secara statistik biasa disebut dengan data kualitatif. Karenanya, statistik di era saat ini bermakna tidak hanya mengumpulkan, mengolah, menganalisis dan menyimpulkan data yang bersifat angka, tetapi secara lebih luas statistik bermakna sebagai proses mengumpulkan, mengolah, menganalisis dan menyimpulkan berbagai informasi yang datang dari berbagai sumber.
Sementara istilah literasi sendiri menurut kamus online Merriam-Webster berasal dari istilah latin 'literature' dan bahasa inggris 'letter'. Literasi merupakan kualitas atau kemampuan melek huruf/aksara yang di dalamnya meliputi kemampuan membaca dan menulis. Namun lebih dari itu, makna literasi juga mencakup melek visual yang artinya "kemampuan untuk mengenali dan memahami ide-ide yang disampaikan secara visual (adegan, video, gambar)." Sehingga tidak berlebihan jika banyak ahli mengartikan literasi sebagai proses yang dilakukan seseorang untuk membaca dengan seksama sebuah data atau informasi sebelum dia mengambil kesimpulan terhadapnya, bahkan sampai pada tahapan mempertimbangkan dampak yang akan muncul apabila informasi tersebut menyebar. Setelah itu barulah dia bersikap apakah akan mencegah penyebarannya atau sebaliknya akan ikut menjadi agent yang menyebarluaskannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa antara budaya statistik dan budaya literasi pada hakikatnya memiliki makna dan spirit yang sama.
Pemilu Damai Dengan Budaya Statisik dan Literasi
Indonesia adalah negara demokrasi terbesar di dunia setelah Amerika Serikat dan India. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 sebanyak 204.807.222 pemilih. Artinya, ada ratusan juta yang akan memberikan preferensi politiknya dalam Pemilu 2024 nanti. Ratusan juta pemilih ini sejak sekarang ada yang sudah menetapkan pilihannya, tapi tidak sedikit yang masih wait and see atau yang biasa disebut dengan swing voters disebabkan berbagai faktor. Baik yang fixed voters maupun swing voters semuanya terus mengikuti dinamika dan eskalasi politik di berbagai media, baik secara aktif maupun pasif.
Para calon pemilih inilah yang meramaikan jagat media sosial, baik dengan opini pribadi, komentar atas opini orang lain, meneruskan artikel atau berita ke berbagai platform media sosial, dan lain-lain.
Perbedaan preferensi para calon pemilih menaikkan tensi sosial di masyarakat, tetapi apabila para calon pemilih tersebut mengembangkan budaya statistik dan literasi dalam menyikapi informasi yang diterima atau akan disebarkannya, niscaya perbedaan preferensi itu justru akan menjadi sarana edukasi yang akan memperkuat argumen dan gagasan dari masing-masing pihak. Bukankah sejatinya demokrasi menjadi sarana edukasi bagi masyarakat untuk semakin well-inform dan educated dengan ide dan gagasannya.
Selamat memperingati Hari Statistik Nasional
Selamat menguatkan Budaya Literasi Bangsa
Selamat Datang Pemilu 2024, Damai Selalu Indonesiaku
Penulis | : | Muji Basuki, ASN di BPS Kota Pekanbaru |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Cakap Rakyat |