Salah satu sudut kampus Universitas Riau
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Penyidik Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Pekanbaru masih melengkapi berkas perkara dugaan korupsi pembangunan gedung pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Riau (Unri) dengan tersangka Ekky Ghadafi. Penyidik akan meminta pendapat ahli terkait tanda tangan Ekky di sejumlah dokumen proyek itu.
Pendapat saksi ahli itu berdasarkan petunjuk (P19) dari jaksa peneliti di Bagian Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri Pekanbaru. Sejak Ekky ditetapkan sebagai tersangka pada Maret 2019 lalu, berkas perkaranya masih bolak-balik kejaksaan dan Polresta Pekanbaru.
Tanda tangan Ekky yang menjabat sebagai anggota Kelompok Kerja (Pokja) proyek pembangunan gedung pascasarjana Fisipol dinyatakan non identik oleh Labfor Polda Sumatera Utara. Ada kaitan antara tanda tangan dengan tanggung jawab Ekky.
"Kami akan meminta pendapat atau keterangan ahli terkait itu (tanda tangan). Ini ada kaitan dengan tanggung jawab tersangka," ujar Kasat Reskrim Polresta Pekanbaru, AKP Awaluddin Syam, Rabu (17/7/2019).
Terpisah, Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Pekanbaru, Yuriza Antoni, menyatakan, jaksa peneliti masih menunggu berkas perkara tersangka Ekky untuk diteliti kembali. "Kami masih menunggu itu (berkas)," kata Yuriza.
Yuriza menyebutkan, sah saja jika penyidik Satreskrim Polresta Pekanbaru meminta pendapat ahli untuk melengkapi berkas perkara tersangka. Meski begitu, jaksa peneliti harus melihat dulu berkas perkara.
"Kami harus melihat dulu isi berkasnya. Harus kami pelajari dulu. Kalau sudah memenuhi alat bukti, tentu kami nyatakan berkas lengkap tetapi kalau tidak, ya kami kembalikan lagi untuk dilengkapi," papar Yuriza.
Proyek pembangunan gedung pascasarjana FISIP Unri dikerjakan pada 2012 lalu. Saat itu, Ekky Ghadafi menjabat selaku Kepala Bagian (Kabag) Umum dan Perlengkapan Fisipol Unri sekaligus anggota tim Kelompok Kerja pada Unit Layanan Pengadaan (ULP) di Unri.
Perkara ini juga menyeret Dr Zulfikar Djauhari, dosen di Unri selaku Ketua Tim Teknis pembangunan proyek dan Direktur CV Reka Cipta Konsultan, Benny Johan selaku konsultan perencana.
Sebelumnya, Polresta telah menetapkan Hery Suryadi, mantan Pembantu Dekan II Fisipol Unri, dan Ruswandi, mantan karyawan PT Waskita Karya (WK) selaku Komisaris PT Usaha Kita Abadi yang mengerjakan proyek pembangunan gedung Fisipol Unri. Keduanya telah disidang dan divonis 2 tahun dan 3 tahun penjara.
Dugaan penyimpangan proyek gedung Fisipol Unri terjadi pada 2012 lalu dan gagal hingga dua kali. Panitia lelang melakukan penunjukkan langsung untuk menentukan pelaksana kegiatan.
Seharusnya proyek hanya boleh dikerjakan oleh peserta lelang yang telah mendaftar karena dalam pendaftaran, peserta pastinya membuat surat keterangan penyanggupan. Namun oleh panitia lelang dipilih rekanan yang sama sekali tidak mendaftar.
Proses penunjukkan tersebut dilakukan oleh panitia lelang bersama ketua tim teknis kegiatan. Kontrak kerja ditandatangani oleh direktur rekanan yang diduga dipalsukan di depan panitia lelang.
Dalam pengerjaannya, pada akhir Desember 2012 pekerjaan hanya selesai 60 persen tapi anggaran tetap dicairkan 100 persen. Diduga ada kongkalikong antara tim teknis yang menyatakan kalau pengerjaan sudah 100 persen.
Perusahaan rekanan tidak diblacklist oleh panitia dan juga tidak dikenakan denda meski bermasalah. Menurut aturan, besaran denda adalah 5 persen dari total anggaran yang diyakini sebesar Rp9 miliar yang bersumber dari APBN Perubahan tahun 2012. Akibatnya negara dirugikan Rp940.245.271,82.