PEKANBARU (CAKAPLAH) - Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI, Hamid Muhamad menyatakan guru komite dibenarkan melakukan pungutan dan sumbangan untuk kemajuan sekolah, dengan syarat regulasinya telah diatur atau ditetapkan oleh gubernur, walikota dan bupati.

"Sebenarnya kita sudah ada PP (Peraturan Pemerintah, red) Pembiayaan Pendidikan yang menegaskan setiap daerah‎ harus membuat regulasi baik provinsi dan kabupaten/kota.‎ Jadi semua regulasi keuangan kalau sudah ditetapkan oleh pemda, berarti kita tidak lagi bicara soal pengutan liar. Yang tidak jelas itu, ketika sekolah itu dengan keputusan sendiri memungut biaya pendidikan," kata Hamid usai rapat bersama Pemprov Riau, Jumat (7/4/2017).

Agar ke depan tidak ada lagi pungutan liar, dia menyarankan semua pengeluaran sekolah harus ada regulasinya. Kalaupun ada pungutan, itu jelas besarannya. Tapi Khusu‎s siswa yang tak mampu harus dibebaskan dari pungutan.

"Itu pun berlaku hanya SMA/SMK sederajat, kalau SD dan SMP tidak dibenarkan lagi ada pungutan dalam bentuk apapun. Tapi kalau ada orang mau membantu atau menyumbang itu boleh," katanya.

Bagaimana kalau pungutannya ditetapkan oleh komite, Hamid menyatakan sah. Tapi di beberapa daerah regulasinya sudah ditetapkan oleh gubernur. Misalnya di Jatim, setiap anak biayanya ditetapkan 2,8 juta. Kemudian dari pusat itu ada BOS sebesar Rp1,4 juta, berarti sisanya tinggal Rp1,4 juta.

"Maka yang wajib dipungut kepada orang tua siswa hanya Rp 1,4 juta atau Rp120 ribu perbulan. Jadi tidak ada lagi uang gedung dan sebagainya, karena gedung sudah ada," tegasnya.

Di Riau sendiri komite terkesan memaksa melakukan pungutan kepada orang tua, Hamid menerangkan bahwah di dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 ditegaskan setiap komite dianjurkan mencari bantuan dan sumbangan.

"Kalau pungutan itu wilayahnya sekolah, dan angkanya sudah ditetapkan, termasuk waktu pembayarannya diatur, kalau tak dibayar kena sanksi. Tapi agar tertib itu harus ada dasarnya, ada Pergub‎, Perwako atau Perbup," paparnya.

Hamid juga menyatakan, sumbangan boleh dilakukan komite kepada alumni, perusahaan daerah, multi nasional di Riau. Karena mereka punya kewajiban mengeluarkan CSR 5 persen dari keuntungan perusahaan. "Itu wilayah yang boleh dilakukan komite sekolah, tapi komite dilarang melakukan pungutan ke orang tua siswa. Kalau itu‎ dilakukan berarti pungli," tegasnya lagi.

Sebagian orang tua di Riau merasa keberadaan adanya komite sekolah, bahkan meminta komite ditiadakan daripada harus membayar uang pungutan. "Kalau sekolah mengandalkan dana APBN BOS, sekolah tidak akan maju. ‎Meminta sumbangan dan pungutan itu sah, dan diatur dalam Diknas. Itu bukan haram, yang terpenting diatur dan ada regulasinya. Jangan sampai sekolah menetapkan setinggi-tingginya membuat orang tua tak mampu membayar," sebutnya.

"Terpenting siswa dari keluarga miskin harus dibebaskan, dan disubsidi dari keluarga yang mampu dan kaya. ‎Dan perlu diingat, komite itu jangan sekali-kali mencari dana dari orang tua siswa. Carilah dana dari alumni, perusahaan yang bisa membuat sekolah kita maju," pintanya.

"Kalau uang pungutan untuk operasional komite silahkan ambil, tapi kalau gaji komite kita tidak ada mengatur. Tidak ada namanya komite minta gaji. Makanya itu harus diatur oleh gubernur, walikota dan bupati," tandasnya.