PEKANBARU (CAKAPLAH) - Kasus hukum sengketa lahan yang terjadi antara PT Nusa Wana Raya (NWR) dengan PT. Peputra Supra Jaya (PSJ) di Kecamatan Langgam, Pelalawan seyogyanya bisa menjadi pintu masuk bagi negara untuk melakukan penataan agraria pada lahan/hutan baik yang berada lama kawasan hutan atau non kawasan hutan untuk dapat dikelola oleh masyarakat secara tepat sasaran, pasti dan efektif untuk menopang ekonomi masyarakat.
Hal ini disampaikan oleh Founder Rumah Nawacita - Relawan Jokowi Center Indonesia (RJCI), Raya Desmawanto kepada CAKAPLAH.COM, Kamis (30/1/2020) malam.
Ia mengatakan ada dua peraturan presiden yang mungkin bisa menyelesaikan polemik ratusan masyarakat yang menggantungkan hidupnya di Gondai saat ini.
Pertama penataan agraria melalui program reforma agraria yang diatur Peraturan Presiden nomor 88 tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PTKH) dan Peraturan Presiden nomor 86 tahun 2018 tentang Reforma Agraria.
"Kemudian yang kedua adalah Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian nomor 3 tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Tim Inventarisasi dan Verifikasi Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (Inver PTKH)," Cakapnya.
Apalagi, lanjut Raya, Pemerintah Provinsi Riau juga telah membentuk Satgas Penertiban Lahan/ Hutan Ilegal yang ditetapkan melalui SK Gubernur Riau nomor: 1078/IX/2019 tertanggal 25 September 2019, yang memiliki kewenangan untuk menelisik dan menyelidiki legalitas penguasaan lahan/ hutan yang menjadi sengketa antara PT NWR dan PSJ.
"Hasil pemeriksaan Satgas tersebut akan menjadi pintu masuk untuk mengarahkan lahan-lahan tersebut sebagai objek reforma agraria, apakah diselesaikan dengan skema Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) ataupun Perhutanan Sosial (PS). Dengan demikian, masyarakat akan bisa menjadi subjek penerima program reforma agraria pada areal tersebut," ujarnya.
Disampaikannya, petani sawit Gondai yang terancam kehilangan nafkah menjadi persoalan yang harus diselesaikan oleh negara.
"Kami ingin membuka jendela baru dalam menyikapi persoalan ini. Jadi ini bisa menjadi semacam opsi yang bersifat win-win solution bagi masyarakat yang terimbas dalam konflik tersebut dan ini berdasarkan Perpres," kata Raya.
Raya menegaskan, Rumah Nawacita akan mengawal dan ikut mendampingi proses reformasi agraria pada areal tersebut, sehingga objek dan subjek reforma agraria benar-benar tepat sasaran, berkeadilan dan produktif.
"Segera setelah rumusan ini kita sempurnakan, kita akan mengirimkan surat secara resmi dan bertemu dengan Gubernur Riau serta pihak kementrian, agar opsi yang kita tawarkan ini dalam menuntaskan konflik lahan di Pangkalan Gondai dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya," ujar Raya.
Hasil penelusuran lainnya, Raya mengatakan, PSJ hanya mengantongi izin usaha perkebunan seluas 1.500 hektare. Alhasil, dari total 9.324 hektare yang dikelola, termasuk 3.323 hektare yang dieksekusi melalui putusan MA, serta izin IUP hanya 1.500 hektare, maka ada 4.500 hektare lahan yang dikelola PSJ dengan status tidak jelas.
Untuk itu, Raya mengatakan alangkah baiknya masyarakat dan kelompok tani yang terdampak eksekusi diberikan 4.500 hektare lahan dalam status abu-abu itu dalam bentuk TORA. Terlebih lagi, sudah ada Perpres dan Permen yang mengatur serta tim bentukan Gubernur Riau yang bisa digerakkan.
Ia juga memberikan saran Satgas Penertiban Hutan dan Lahan Provinsi Riau sebaiknya bisa melakukan upaya penghitungan batas-batas sehingga keberadaan lahan atau hutan dapat memiliki legalitas penguasaan dan pengelolaan yang jelas secara hukum.
"Masyarakat yang terkena dampak dari putusan MA kasus di atas, sebaiknya dan seharusnya mendapat prioritas utama sebagai subjek penerima objek reforma agraria," tuturnya.
Disampaikan Raya, Rumah Nawacita tidak dalam upaya memberikan angin surga atau janji tak berujung kepada para petani. Dia menuturkan bahwa sudah saatnya negara hadir dan mencarikan solusi bagi para petani.
Di sisi lain, dia juga menegaskan jika putusan MA harus tetap dilaksanakan sebagai bagian perlindungan dan kepastian hukum terhadap izin perusahaan konsesi yang memiliki legalitas.
Sementara itu, pakar hukum Universitas Riau DR Erdiansyah mengatakan bahwa putusan MA tidak ada yang salah, meski dalam putusan itu turut mencantumkan PT Nusa Wana Raya (NWR). Dia menganalogikan bahwa jika ada seseorang yang kehilangan sepeda motor, maka korban yang akan melaporkan kehilangan itu ke polisi.
"Begitu juga NWR, karena dia yang merasa kehilangan dan putusannya juga dikembalikan kepada perusahaan," ujarnya.
Terpisah, Firmansyah, salah seorang warga Gondai mengaku jika ratusan warga yang kini berkebun sawit serta menjadi anak angkat PSJ, bukanlah warga asli Gondai.
"Saya bisa katakan 90 persen mereka bukan warga asli Gondai. Ini saya yang mengatakan, anak asli Gondai, yang lahir dan besar di sana," tukasnya.
Penulis | : | Unik Susanti |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Hukum, Kabupaten Pelalawan |