JAKARTA (CAKAPLAH) - Pimpinan MPR RI melalui Wakil Ketua MPR Fraksi PPP, Arsul Sani, mengungkapkan jika penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 dapat dilakukan melalui mekanisme amandemen UUD 1945. Namun ditegaskannya hal itu hanya dapat dilakukan jika rakyat Indonesia berkehendak.
"Meskipun penundaan Pemilu memang bisa dilakukan dengan amandemen UUD oleh MPR, namun menurut saya secara moral konstitusi tidak pas untuk melakukan amandemen UUD jika MPR tidak bertanya dulu kepada rakyat secara keseluruhan apakah rakyat setuju pemilu ditunda," ujarnya kepada wartawan Senin (28/2/2022).
Tetapi dikatakannya, sejauh ini pimpinan MPR RI secara formal belum menerima usulan penundaan Pemilu sebagaimana yang digulirkan oleh tiga Ketua Umum (Ketum) Partai Politik yakni, Ketum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, Ketum PAN Zulkifli Hasan atau Zulhas dan Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto.
"Yang bisa saya katakan adalah bahwa MPR RI dalam hal ini pimpinan MPR dan fraksi-fraksi MPR secara formal belum pernah membicarakan soal wacana penundaan Pemilu 2024," pukasnya.
Lebih lanjut, Arsul mengatakan bahwa UUD 1945 telah menetapkan bahwa pemegang kedaulatan di Indonesia adalah rakyat. Sehingga menunda pemilu berarti menunda hak konstitusional pemegang kedaulatan untuk memilih para penerima mandat yang akan melaksanakan kedaulatan untuk masa 5 tahun.
"Secara moral saya melihat tidak elok ketika MPR sebagai pemegang mandat kedaulatan, justru mereduksi hak pemilik kedaulatan yaitu rakyat, jika tanpa bertanya kepada rakyat itu sendiri yang memiliki kedaulatan," ujarnya.
"Jadi bagi saya maka tidak cukup hanya mengandalkan landasan formal Pasal 37 UUD NRI 1945, tanpa diikuti dengan bertanya kepada rakyat apakah mereka setuju hak konstitusionalnya untuk memilih pemegang mandat lima tahunan baik di rumpun eksekutif maupun legislatif ditunda," tandasnya.**