Jakarta (CAKAPLAH) -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengakui masih terdapat sejumlah pihak yang menjual sirop usai pemerintah melarang penjualan sementara obat sirop pada 18 Oktober lalu imbas kasus gagal ginjal akut anak.
Penjualan sirop terlarang juga dilakukan bahkan saat pemerintah sudah merilis 156 obat sirop aman pada 24 Oktober lalu.
Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril menyebut imbas temuan itu, pemerintah masih mencatatkan penambahan kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) baru pada 29 Oktober-1 November yang kemudian diindikasi bahwa pasien tersebut memiliki riwayat mengkonsumsi obat sirop dari apotek.
"Kalau kejadian yang memang kemarin itu ada yang terjadi, itu sudah kita telusuri dan kita berikan peringatan ya. Di tempat provinsi, kabupaten/kota yang masih menjual atau menggunakan obat itu," kata Syahril dalam konferensi pers, Senin (7/11/2022).
Syahril kemudian mewanti-wanti agar seluruh apotek, tenaga kesehatan, maupun dokter yang memiliki praktik mandiri untuk tidak menggunakan obat sirop 'terlarang'. Ia mengingatkan akan ada potensi hukum apabila mereka masih 'nakal'.
Kemenkes menurutnya sudah mengeluarkan Petunjuk Penggunaan Obat Sediaan Cair atau Sirop pada melalui Surat Edaran (SE) Nomor HK.02.02/III/3515/2022 pada 24 Oktober 2022. Ia meminta seluruh pihak untuk menaati aturan tersebut.
Adapun dalam SE itu disebutkan bahwa terdapat daftar 133 produk obat sirop yang tidak mengandung Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, atau Gliserin maupun Gliserol. Hingga 23 dari 102 obat sirop (obat yang dikonsumsi pasien GGAPA) yang dinyatakan aman.
"Untuk saat ini jangan mengambil risiko, semuanya harus disetop dulu, kecuali 156 obat yang sudah dinyatakan aman. Karena kalau di luar itu nanti akan ada terjadi dampak hukum kalau mereka masih menggunakan dan terjadi kasus," ujar Syahril.
Lebih lanjut, Syahril melaporkan jumlah temuan GGAPA di Indonesia mencapai 324 orang per Minggu (6/11) malam. Ratusan kasus itu teridentifikasi di 28 provinsi Indonesia.
Syahril mengatakan fatality rate atau tingkat kematian kasus ini mencapai 60 persen. Golongan usia pasien paling banyak berasal dari bayi di bawah lima tahun (balita).***
Editor | : | Jef Syahrul |
Sumber | : | cnnindonesia.com |
Kategori | : | Nasional |