Aksi unjukrasa menyorot kasus kecelakaan kerja di PT Pertamina Hulu Rokan beberapa waktu lalu
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Rapat dengar pendapat (RDP) Komisi V DPRD Riau dengan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), Senin (20/3/2023) lalu hanya menghasilkan tujuh rekomendasi. Pembentukan Panitia Khusus (Pansus) terkait kecelakaan kerja pun gagal dibentuk.
RDP itu pun sempat diskors lantaran ada rapat paripurna DPRD saat itu. Namun, informasi yang CAKAPLAH.COM terima dari aktivis Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Riau (AMPR), saat RDP diskors itu, Ketua Komisi V DPRD Riau Robin Hutagalung masuk kembali ke ruangan dan membawa masyarakat untuk menyampaikan perihal lamaran pekerjaan kepada PHR.
"Di saat RDP bersama pihak PHR diskorsing karena DPRD ada agenda Rapat Paripurna, Ketua Komisi V DPRD Riau, Robin Hutagalung tiba-tiba kembali masuk ke ruangan RDP dengan membawa seorang perempuan yang membawa berkas lamaran untuk dapat bekerja di PT PHR," kata Sekretaris Umum AMPR Anggi Gusnawan.
Kata Anggi, berkas ini adalah lamaran kerja dari masyarakat yang dibawa oleh Robin Hutagalung ke hadapan pihak PT PHR dengan Keahlian Tenaga Listrik yang saat ini sedang bekerja di Bandung.
"Sehingga ketika RDP dilanjutkan kembali Komisi V DPRD Riau menyatakan bahwa untuk membentuk Pansus akibat adanya kecelakaan kerja pihak DPRD Riau apabila kejadian kecelakaan kerja kembali terjadi dan itupun hanya berbentuk pertimbangan dilihat dari asal muasal kecelakaan kerja apabila terjadi dikemudian hari. Berkas lamaran tersebut diterima oleh Rudi selaku pihak PT PHR," paparnya.
Robin Hutagalung saat dikonfirmasi menyebut, rapat itu terbuka, semua pihak bisa mendengar bahwa sampai kepada kesimpulan rapat itu sendiri. "Tidak ada kaitannya. Masyarakat yang kebetulan datang ke situ, datang ke ruangan saya, pak saya begini, begitu, saya pikir itu tugas kita. Gak ada masalah. Tidak kaitannya dengan tidak terbentuknya Pansus," kata Robin, kemarin.
Kata Robin, dari rapat kemarin itu, siapa saja boleh masuk. Terlihat dengan jelas, lanjutnya, belum ada urgensinya untuk membentuk pansus, setelah PHR menjelaskan. Dan itu kesepakatan bersama. Apalagi, tambahnya, di dalam rapat itu banyak orang.
"Itu kan teman-teman komisi juga melihat. Saya memimpin rapat itu tidak mendominasi. Artinya hasil rekomendasi itu adalah hasil dengar pendapat dan kesepakatan bersama," kata dia.
"Soal ada masyarakat kebetulan menyampaikan permohonan lamaran. Soal ada anaknya mau masuk kerja di salah satu katanya anak perusahaan Pertamina, kami tidak mencampuri urusan yang seperti itu," tambah dia.
Robin juga menjelaskan, salah satu yang dibicarakan di RDP itu bukan hanya masalah meninggalnya orang. Tapi bagaimana juga PHR itu harus mempertimbangkan bagaimana anak-anak daerah ini mendapatkan porsi pekerjaan.
"Saya nggak ada beban di situ. Nggak ada masalah. Bahkan kita menginginkan kemarin agar PHR mengontrol seluruh pihak mitra di dalam rekrutmen tenaga kerja, harus yang memenuhi persyaratan, dan yang mampu bekerja di bidangnya tidak boleh ada tekanan-tekanan," paparnya.
AMPR Tuding ada Kongkalikong
Sementara itu Sekretaris Umum AMPR Anggi Gusnawan, menyesalkan adanya dugaan Ketua Komisi V Robin Hutagalung yang justru 'bermain mata' dengan PHR di tengah sorotan tajam masyarakat atas tewasnya belasan pekerja di lingkungan Blok Rokan.
“Kami mencurigai tindakan yang dilakukan oleh pimpinan RDP saat itu yang tiba-tiba memasuki ruangan RDP kembali bersama seorang perempuan bukan anggota Komisi V. Padahal RDP sendiri sedang diskorsing karena Anggota DPRD Provinsi Riau harus melaksanakan Rapat Paripurna terlebih dahulu. Saat itu Pimpinan RDP memperkenalkan perempuan tersebut kepada pihak PT PHR yang kemudian diakhiri dengan penitipan sebuah berkas yang diketahui adalah berkas lamaran kerja kepada pihak PHR yang diterima oleh Rudi Ariffianto sebagai Vice President Corporate Affairs PT PHR," kata Anggi.
Anggi mengaku tak habis pikir dengan jalan pikiran wakil rakyat menyikapi kasus tewasnya para pekerja. "Dimana hati nurani mereka? Di saat sedang mengupayakan menyelesaikan kecelakaan kerja PT PHR, pimpinan RDP malah merekomendasikan seseorang untuk dapat bekerja di PHR, apakah kita gak punya hati? Di saat keluarga 11 pekerja yang meninggal dunia PHR berduka, kita sebagai wakil rakyat malah mengambil kesempatan dan kepentingan terkait peristiwa ini,” cakap Anggi Gusnawan.
Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Se Provinsi Riau (AMPR) yang selama ini getol menyoroti kasus tewasnya belasan pekerja di area kerja Pertamina Hulu Rokan (PHR) menuding adanya dugaan kongkalikong antara anggota dewan dengan perusahaan migas tersebut.
Hal ini setelah melihat rapat dengar pendapat (RDP) hanya menghasilkan beberapa poin rekomendasi saja dan batal membentuk Pansus seperti yang dijanjikan wakil rakyat jika saat RDP Direktur Utama PT Pertamina Hulu Rokan Jaffee A Suardin kembali mangkir.
Hasil rekomendasi RDP dinilai tak sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Komisi V DPRD Riau saat menerima aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh pihak AMPR beberapa waktu lalu bahwa akan membentuk Pansus jika Dirut PHR Jaffee A Suardin tak datang.
“Adanya poin rekomendasi itu tidak sesuai dengan pernyataan Komisi V saat menerima kami ketika melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPRD Riau beberapa waktu yang lalu. Hal ini tentu membuat kegaduhan di tengah masyarakat karena apa yang dijanjikan Komisi V DPRD Riau di depan perwakilan mahasiswa dan pemuda saat itu tidak sesuai dengan fakta yang terjadi ketika Komisi V melaksanakan RDP bersama pihak Disnakertarns Riau dan PT Pertamina Hulu Rokan, Hal ini sama saja Komisi V DPRD Riau membuang kotoran ke muka sendiri,” cakap Sekretaris Umum AMPR Anggi Gusnawan.
AMPR mengaku awalnya tidak ada wacana melemparkan agar DPRD Provinsi Riau segera membentuk Pansus terkait tewasnya 11 pekerja PT PHR, akan tetapi pihak Komisi V DPRD Riau sendirilah yang berjanji akan segera membentuk Pansus jika Direktur Utama Jaffee A Suardin kembali mangkir dari panggilan dewan.
"Tentu kami sangat mendukung adanya wacana membentuk Pansus oleh Komisi V DPRD Riau untuk mengentaskan permasalahan Kecelakaan Kerja yang terjadi di PT PHR. Apalagi yang menyatakan sikap diawal itu adalah lembaga legislatif sendiri," cakapnya.
AMPR sendiri menuding kalau para wakil rakyat telah melakukan pembohongan publik dan pihaknya siap memperkarakan hal ini ke penegak hukum.