(CAKAPLAH) - Istilah AMBAK pertama kali dipopulerkan oleh Buku 7 Kebiasaan Manusia Yang Paling Efektif yang merupakan terjemahan dari buku karangan Stephen Covey berjudul The Seven Habits of Highly Effective People pada tahun 1989. Secara sederhana, AMBAK merupakan singkatan dari Apa Manfaatnya Bagiku yang bermakna bahwa seseorang cenderung termotivasi melakukan sesuatu jika dia tahu manfaat apa yang kelak didapatkannya dari kegiatan itu.
Isu Ketenagakerjaan Pada Sektor Pertanian
"sekarang banyak perusahaan yang kesulitan mencari anak muda yang punya minat menjadi petani atau bekerja di sektor pertanian". Demikian pernyataan seorang pengurus sebuah asosiasi perusahaan perkebunan yang duduk bersebelahan dengan penulis dalam satu seminar di Pekanbaru beberapa waktu lalu. Lebih lanjut dia melanjutkan :"anak-anak muda sekarang lebih suka menjadi orang kantoran dibanding menjadi petani".
Apa yang disampaikan pengurus asosiasi tersebut memang menjadi topik yang menarik dibahas. Dalam perencanaan pembangunan bidang ketenagakerjaan memang perlu data yang up to date dan akurat untuk mengetahui seberapa besar penduduk usia produktif yang masuk ke lapangan kerja menurut lapangan usaha, khususnya sektor pertanian. Kenapa khususnya sektor pertanian?, karena sampai saat ini sektor pertanian masih merupakan sektor terbesar yang menyerap angkatan kerja di Indonesia maupun di Provinsi Riau.
Secara nasional, sektor pertanian merupakan sektor terbesar dalam penyerapan tenaga kerja, dimana menurut data BPS per Agustus 2022 penduduk yang bekerja di sektor pertanian mencapai 28,60 persen, jauh melampaui sektor perdagangan yang sebesar 19,36 persen dan sektor industri pengolahan yang sebesar 14,17 persen. Sementara untuk Provinsi Riau angkatan kerja yang bekerja di sektor pertanian pada tahun 2021 mencapai 38,59 persen.
Jika dilihat lebih dalam, akan banyak aspek lain terkait isu ketenagakerjaan pada sektor pertanian. Salah satunya adalah aspek angkatan kerja menurut tingkat pendidikan yang bekerja di sektor pertanian. Dari data Sakernas bulan Agustus 2022 terlihat bahwa penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas yang bekerja di sektor pertanian persentasenya semakin menurun seiring dengan semakin tingginya tingkat pendidikan pekerja.
Untuk penduduk 15 tahun keatas yang tidak pernah sekolah yang bekerja di sektor pertanian sebesar 74,31 persen, atau sektor pertanian merupakan sektor terbesar menyerap pekerja yang tidak pernah bersekolah. Selanjutnya penduduk usia 15 tahun keatas lulusan SD yang bekerja di sektor pertanian sebesar 43,66 persen, dan merupakan sektor terbesar yang menyerap pekerja lulusan SD dibanding sektor-sektor lainnya. Selanjutnya secara berturut penduduk usia 15 tahun keatas lulusan SLTP, SLTA, Akademi dan Universitas yang bekerja di sektor pertanian adalah sebesar 27,57 persen, 9,43 persen, 5,01 persen dan 3,52 persen.
Fakta ini menyiratkan bahwa sektor pertanian yang merupakan sektor terbesar penyerap tenaga kerja di Indonesia masih didominasi oleh pekerja-pekerja dengan tingkat pendidikan yang rendah (SLTP kebawah). Kondisi ini secara langsung maupun tidak akan berpengaruh terhadap kinerja sektor pertanian, termasuk dalam penciptaan invonasi baru teknologi pertanian yang akan berdampak terhadap kinerja produksinya. Hal ini menjadi bahan evaluasi bagi semua pihak, khususnya pemerintah sebagai policy maker pembangunan, termasuk evaluasi terhadap sistem pendidikan nasional yang sebagaimana dinilai oleh sebagian pengamat belum sepenuhnya linkage dengan kebutuhan lapangan usaha.
Sektor Pertanian dan "Kue Ekonomi"
Kinerja perekonomian secara agregat biasa diukur dengan indikator Produk Domestik Bruto (PDB/PDRB). Peranan setiap sektor ekonomi terhadap pembentukan PDB/PDRB dapat dilihat melalui PDB/PDRB menurut lapangan usaha. Secara nasional, sektor pertanian memberikan share besar terhadap PDB, dimana menurut data tahun 2022 sektor pertanian memberikan sumbangan sebesar 12,40 persen dari total PDB Indonesia atau menempati urutan ketiga setelah sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan.
Untuk Provinsi Riau, sektor pertanian memberikan share ke 2 terbesar setelah sektor industri pengolahan, dimana pada tahun 2022 share sektor pertanian sampai sebesar 24,69 persen, sedikit dibawah sektor industri pengolahan yang memberi share sebesar 27,36 persen. Share sektor industri pengolahan yang besar terhadap PDRB Riau juga tidak terlepas dari kinerja sektor pertaniannya, karena mayoritas PDRB sektor pertanian dibentuk oleh subsektor industri pengolahan makanan yang didominasi oleh industri manufaktur berbasis kelapa sawit.
Di samping itu, share sektor pertanian dan industri pengolahan di Riau jauh diatas kedua sektor tersebut pada tingkat nasional, dimana share dua sektor itu di Riau mencapai 52,05 persen, jauh diatas nasional yang sebesar 30,74 persen. Bahkan hasil industri pengolahan yang didominasi oleh CPO telah menjadi komoditas utama ekspor di Provinsi Riau.
Komponen ekspor sendiri memberikan share sebesar 34,30 % dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Riau pada tahun 2022 yang lalu. Berdasarkan data BPS Provinsi Riau, komponen ekspor selama kurun waktu 10 tahun terakhir ini selalu memberikan share diatas 25 % terhadap PDRB Riau, bahkan pada tahun 2012 sempat memberikan share sampai diatas 40%. Share ekspor terhadap PDRB sempat turun mulai tahun 2013 sampai dengan 2019 seiring menurunnya produksi minyak mentah Riau, kemudian share ekspor tersebut meningkat kembali pada tahun 2020 sampai dengan 2022 seiring dengan meningkatnya CPO sebagai komoditas ekspor andalan yang baru bagi Provinsi Riau.
Peran Swasta Dalam Pembangunan Sektor Pertanian
Secara makro, kinerja ekonomi yang diukur dengan indikator PDB pada satu periode diformulasikan dalam rumusan Y = C + G + I + (X-M), dimana C adalah konsumsi rumahtangga, G adalah konsumsi pemerintah, I adalah nilai investasi, X adalah nilai ekspor dan M adalah nilai impor. Dari formulasi ini terlihat bagaimana komponen investasi yang dalam skala besar dilakukan oleh pihak swasta memegang peranan penting dalam perekenomian. Tidak hanya itu, komponen ekspor yang juga penting dalam formulasi ini pelakunya adalah pihak swasta.
Sebagai contoh, perekonomian Riau dari sisi pengeluaran selama ini banyak didominasi oleh komponen ekspor, konsumsi rumahtangga dan komponen pembentukan modal tetap bruto (PMTB) yang merupakan indikator investasi dalam perekonomian. Pada triwulan IV 2022, struktur PDRB Riau menurut pengeluaran didominasi oleh komponen ekspor luar negeri sebesar 34,77 persen, komponen konsumsi rumahtangga sebesar 33,80 persen dan komponen PMTB sebesar 31,18 persen.
Jika komponen ekspor dan PMTB yang dilakukan oleh pihak swasta digabungkan, maka perekonomian Riau bisa dikatakan lebih dari 65% disumbang oleh pihak swasta. Tentu pernyataan ini tidak bermaksud untuk menegasikan kontribusi komponen-komponen yang lainnya dalam perekonomian, seperti konsumsi rumahtangga, konsumsi lembaga non profit maupun konsumsi pemerintah dalam perekonomian, dimana komponen-komponen ini juga menjadi stimulator penting dalam gerak perekonomian.
Kembali kepada pertanyaan di awal tulisan ini, AMBAK (?) Sensus Pertanian 2023 bagi pihak swasta?. Dari paparan data-data diatas terlihat betapa besar kontribusi pihak swasta terhadap kinerja sektor pertanian baik pada skala nasional maupun daerah. Penting dan strategisnya peran swata dalam sektor pertanian ini baik pada share terhadap PDB/PDRB nya maupun dari sisi serapan tenaga kerjanya.
Berdasarkan hasil Sensus Pertanian 2013 (ST2013), ada 26,145 juta pelaku usaha pertanian di seluruh Indonesia. Jika dibandingkan dengan hasil ST2003, pelaku usaha pertanian rumah tangga pada tahun 2013 yang berjumlah 26,135 juta mengalami penurunan dibandingkan pelaku usaha pertanian rumahtangga tahun 2003 yang berjumlah 31,323 juta. Untuk Provinsi Riau, jumlah pelaku usaha pertanian berjumlah 581.878 berdasarkan hasil ST2013, mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2003 yang berjumlah 541.227.
Pada tingkat nasional dari jumlah itu sebanyak 26,145 juta pelaku usaha pertanian ada tahun 2013, hanya 4.209 pelaku usaha pertanian berbadan hukum (perusahaan/swasta) atau hanya sebesar 0,02 persen dari total pelaku usaha pertanian di Indonesia. Begitu juga untuk Provinsi Riau, dari total 581.878 pelaku usaha pertanian pada tahun 2013, hanya 258 pelaku usaha pertanian berbadan hukum atau sebesar 0,04 persen. Akan tetapi, walaupun secara jumlah pelaku usaha pertanian berbadan hukum (perusahaan/swasta) terbilang sangat kecil, tapi nilai produksi yang dihasilkan oleh pelaku usaha pertanian berbadan hukum secara agregrat jauh lebih besar dibandingkan pelaku usaha pertanian rumahtangga, termasuk memberikan multiplier effect yang besar terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya.
Oleh karena itu, menjadi sangat penting bagi pelaku usaha pertanian berbadan hukum (perusahaan/swasta) untuk memberikan kontribusi terbaiknya dalam Sensus Pertanian 2023 (ST2023) yang dilaksanakan pada periode 1 Juni sampai dengan 31 Juli 2023 ini, dengan menerima petugas ST2023 dengan baik, mengisi kuesioner dengan jujur dan objektif, agar pemerintah sebagai pihak yang bertanggungjawab dalam pembangunan di sektor pertanian dapat melakukan evaluasi atas program yang sudah dilakukan, dan saat yang sama punya basis data yang akurat dalam menyusun rencana kebijakan di masa mendatang. Dengan kebijakan di sektor pertanian yang tepat, tentu langsung maupun tidak manfaatnya akan dirasakan juga oleh kalangan pelaku usaha pertanian, baik pelaku usaha pertanian rumahtangga maupun pelaku usaha pertanian berbadan hukum.
Mari sukseskan ST2023, untuk kedaulatan pangan, kesejahteraan petani, dan kemajuan bangsa.
Penulis | : | Muji Basuki, ASN di BPS Provinsi Riau |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Cakap Rakyat, Ekonomi |