Danrem 031/WB, Brigjen TNI Edy Nasution SIP, bersama bupati dan wakil bupati Siak, Baznas dan pihak terkait lainnya menggelar panen raya di Bunga Raya, Siak. (FOTO: Penrem 031/WB)
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Persoalan netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI dan Polri di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di sejumlah wilayah di Indonesia kini banyak menjadi sorotan, termasuk di Riau. Telebih, baru-baru ini Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Riau menemukan dan mengekspos sejumlah pelanggaran Pilkada yang dilakukan Sekda Pekanbaru, ASN dan oknum kepolisian.
Kini, keberadaan sosok Brigjend TNI Edy Afrizal Natar Nasution atau akrab disapa Edy Natar sebagai Bakal Calon Wakil Gubernur mulai mendapat sorotan publik. Bagaimana tidak, sebagai anggota TNI aktif dan menjabat sebagai Komandan Korem 031 Wirabima, Edy kerap melakukan safari politik di sejumlah tempat di Riau.
Pengamat Hukum Tata Negara, Dr Husnu Abadi, SH M.Hum., Ph.D saat berbincang dengan CAKAPLAH.COM menuturkan, Pilkada serentak termasuk di Riau saat ini memang memiliki warna tersendiri. Salah satunya adanya calon dari kalangan TNI aktif, Edy Natar.
Baca: LE: Ada Laporan, Babinsa Dimobilisasi untuk Tugas Pemenangan Paslon
Menurut Husnu, sebagai abdi negara seharusnya Edy Natar Nasution berkaca Pilkada di DKI Jakarta beberapa waktu lalu. Dimana salah satu kontestannya berasal dari kalangan militer yakni Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang tak lain adalah putra sulung dari Presiden ke-6 Indonesia.
"Kalau Agus Yudhoyono belum apa-apa saja sudah berhenti jauh-jauh hari, seharusnya itu juga dilakukan Edy Natar, itu yang harus diikuti," ungkap Husnu.
Secara aturan, kata Husnu, setiap anggota TNI yang ingin terjun ke dunia politik harus mundur baik dari jabatan ataupun secara kedinasan di institusinya. "Ini komandannya harus menegur bawahannya. Itu aturannya jelas, harus mundur dulu baru bisa mencalonkan," tegasnya.
Memang kata Husnu, surat keterangan pengunduran diri dari institusi sudah bisa dijadikan landasan untuk pendaftaran calon di KPU. Hanya saja, saat ditetapkan menjadi calon, Edy harus melampirkan surat persetujuan pengunduran diri dari TNI.
"Kita tahu, untuk mendaftar cukup dengan melampirkan surat pengunduran diri, tapi pada prosesnya sering bermasalah dan itu tidak mudah," cetusnya.
Karena itu, Husnu menyarankan agar Badan Pengawas Pemilu melakukan sidang untuk memastikan proses Pilkada di Riau berjalan sesuai aturan. "Bawaslu harus bersidang ini, untuk memastikan tidak ada pelanggaran yang dilakukan bakal pasangan calon," sarannya.
Sementara mengenai kasus yang dialami Sekda Pekanbaru M Noer yang 'divonis' Bawaslu telah melakukan pelanggaran UU ASN dan netralitas ASN, Hunsu sepakat dengan keputusan itu.
"Dalam kasus Sekda Pekanbaru, jelas itu salah. Arti netral itu tidak boleh memihak, melakukan aktifitas kampanye dengan paslon, mendampingi paslon. Apalagi kita tahu dia hadir di acara syukuran Walikota dapat dukungan partai maju di Pilgub, itu menyalahi," tandasnya.
Sebagai pimpinan tertinggi di kalangan ASN, harusnya M Noer selaku Sekda lebih mengetahui aturan. "Kalau yang melakukan ini ASN pangkat terendah katakanlah ASN petugas kebersihan, mungkin masih bisa kita maafkan, tapi kalau sudah Sekda, itu standar moral lebih tinggi," tegasnya.
Sementara Ketua Bawaslu Riau, Rusidi Rusdan mengatakan, tidak ada pelanggaran yang dilakukan Brigjen TNI Edy Natar Nasution dan semua kegiatannya masih dalam batas wajar. Menurutnya, kasus yang terjadi antara Sekda Pekanbaru dengan Edy Natar tidak bisa dijadikan perbandingan.
"Kasus Sekda Pekanbaru dengan pak Edy Natar itu tidak bisa dijadikan perbandingan Apple to Apple. Sekda itu ASN dan dia bukan peserta pilkada. Kalau pak Edy Natar itu sudah mendaftar sebagai bakal calon, jadi wajar hadir di deklarasi dan kegiatan lain yang menyangkut pencalonan dia," tukasnya.
Rusidi mengakui, Bawaslu sedikit mengalami dilema menyikapi posisi Edy Natar Nasution saat ini. Selain sebagai bakal calon, Edy Natar juga merupakan tentara aktif yang masih menjabat sebagai Danrem hingga kini. Sehingga tidak heran, meskipun sudah mendaftar sebagai paslon, Edy masih tetap aktif sebagai Komandan Korem.
"Memang kondisi ini sangat dilematis. Di satu sisi pak Edy sudah mengajukan pengunduran diri dan itu berproses, jika orang sudah mengajukan pengunduran diri kita sidangkan, dan akhirnya sanksi terberat juga diberhentikan, kan sama saja ujungnya berhenti. " tukasnya.
Rusidi menegaskan, Bawaslu tidak akan 'pandang bulu' dalam menegakkan aturan Pemilu. "Tidak ada tebang pilih, tentu kita tidak ada bedakan setiap paslon ini. Setiap pelanggaran akan kita proses," tuturnya.