PEKANBARU (CAKAPLAH) - Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru mengabulkan permohonan pengalihan penahanan tiga dokter spesialis di RSUD Arifin Achmad, jadi tahanan kota.
Terdakwa dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan itu keluar dari Rumah Tahanan (Rutan) Klas IIB, Sialang Bungkuk, Kecamatan Tenayan Raya. Penetapan pengalihan penahanan dibacakan majelis hakim yang dipimpin Martua Saut Pasaribu, dalam sidang, Senin (25/2/2019) malam.
Sebelumnya, tiga dokter telah mengajukan pengalihan penahanan kepada hakim sejak mereka menjalani sidang perdana, Desember 2018 lalu. "Hakim mengalihkan penahanan tiga dokter.Jadi tahanan kota," ujar Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru, Yuriza Antoni.
Ketiga dokter itu adalah dr Welli Zulfikar, dr Kuswan Ambar Pamungkas dan drg Masrial.
Sementara staf CV PMR, Mukhlis tetap ditahan karena tidak mengajukan permohonan pengalihan penahanan. "Hanya empat terdakwa dialilhkan (penahannya), mungkin karena mengajukan permohonan," kata Yuriza.
Untuk tiga dokter, lanjut Yuriza, langsung mengurus pembebasannya dari Rutan Klas IIB Pekanbaru, Senin malam. "Kalau tiga dokter malam (keluar Lapas) sedangkan terdakwa Yuni, hari ini," ucap Yuriza.
Tiga dokter dan dua terdakwa dari swasta ditahan oleh Kejaksaan Negeri Pekanbaru pada 26 November 2018 lalu. Penahanan itu menimbulkan gejolak, terutama rekan-rekan terdakwa.
Puluhan dokter yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Indonesia (IKABI) Koordinator Wilayah Riau dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Riau melakukan aksi solidaritas ke Kejari Pekanbaru.
Para dokter itu meminta agar penahanan ketiga tersangka ditangguhkan. Permohonan disampaikan asosiasi dokter, termasuk Direktur RSUD Arifin Achmad Riau, dr Nuzelly Husnedi.
Alasannya, tenaga tiga dokter itu sangat dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan masyarat. Firdaus Azis selaku pengacara tiga dokter menyebutkan, ada jaminan orang agar penahanan ketiga terdakwa dialihkan.
"Ada jaminan orang, dari asosiasi (dokter) di Pekanbaru dan pusat serta istri bersangkutan yang siang malam ada bersama mereka," ucap Firdaus, belum lama ini.
Dia mengadakan, ada 20 item penjamin terhadap tiga dokter. Dia menjamin, persidangan tidak akan terganggu kalau ketiga terdakwa berada di luar penjara.
"Justru yang terganggu adalah pelayanan kepada masyarakat," ucap Firdaus. Dijelaskannya, ketiga dokter itu adalah dokter sub spesialis. Untuk dr Welly Zulfikar hanya ada satu orang.
"Jadi mereka tidak hanya dokter spesialis, jadi kami berharap dari sisi kemanusiaannya," tutur Firdaus. Diberitakan sebelumnya, perbuatan kelima terdakwa terjadi pada tahun 2012 hingga 2013 silam dengan cara membuat Formulir Instruksi Pemberian Obat (FIPO) dengan mencantumkan harga yang tidak sesuai dengan harga pembelian sebenarnya dalam pengadaan alat kesehatan spesialistik Pelayanan Bedah Sentral di staf fungsional RSUD Arifin Achmad.
Dalam pembelian itu, pesanan dan faktur dari CV PMR disetujui instansi farmasi. Selanjutnya dimasukkan ke bagian verifikasi untuk dievaluasi dan bukti diambil Direktur CV PMR, Yuni Efrianti Selanjutnya dimasukkan ke Bagian Keuangan.
Setelah disetujui pencairan, bagian keuangan memberi cek pembayaran pada Yuni Efrianti. Pencairan dilakukan Bank BRI, Jalan Arifin Achmad. Setelah itu, Yuni Efrianri melakukan perincian untuk pembayaran tiga dokter setelah dipotong fee 5 persen.
Pembayaran dilakukan kepada dokter dengan dititipkan melalui staf SMF Bedah, saksi Firdaus. Tindakan terdakwa melanggar peraturan pemerintah tentang pengelolaan keuangan daerah.
CV PMR diketahui bukan menjual atau distributor alat kesehatan spesialistik yang digunakan ketiga dokter. Kenyataannya, alat tersebut dibeli langsung oleh dokter bersangkutan ke distributor masing-masing.
Alat kesehatan juga tidak pernah diserahkan CV PMR kepada panitia penerima barang dan bagian penyimpanan barang di RSUD Arifin Achmad sebagaimana ketentuan dalam prosedur tetap pengadaan dan pembayaran obat, gas medis dan alat kesehatan pakai habis BLUD Arifin Achmad.
Selama medio 2013 dan 2013, Direktur CV PMR dibantu stafnya Muklis telah menerbitkan 189 faktur alat kesehatan spesialistik. Harga alat kesehatan yang tercantum dalam faktur berbeda-beda dengan harga pembelian yang dilakukan terdakwa dr Welly Zulfikar, dr Kuswan Ambar Pamungkas dan drg Masrial.
Dari audit penghitungan kerugian keuangan negara ditemukan adanya kerugian negara sebesar Rp420.205.222. Jumlah itu diterima oleh CV PMR dan tiga dokter dengan jumlah berbeda.
Perinciannya adalah CV PMR sebesar Rp66.709.841. Sementara selisih harga alat kesehatan (mark up) harga yang diterima oleh ketiga dokter adalah dr Welli Zulfikar sebesar Rp213.181.975, dr Kuswan Ambar Pamungkas Rp8.596.076 dan dr Masrizal Rp131.717.303. Akibat perbuatan itu, para terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3, jo Pasal 18 ayat (1) b Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke~1 KUHP jo Pasal 64 KUHP.