Mantan Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Sumber Daya Air (Ciptada) Riau, Dwi Agus Sumarno, dituntut hukuman 2 tahun penjara, Kamis (16/8/2018).
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Mantan Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Sumber Daya Air (Ciptada) Riau, Dwi Agus Sumarno, dituntut hukuman 2 tahun penjara, Kamis (16/8/2018). Dwi terbukti melakukan korupsi proyek pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Tunjuk Ajar Integritas di Jalan Ahmad Yani Pekanbaru.
"Menuntut terdakwa Dwi Agus Sumarno dengan penjara selama 2 tahun, dipotong masa tahanan," ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU), Amin, di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru yang dipimpin Bambang Myanto, didampingi hakim anggota Kamazaro Waruwu di dan Suryadi.
Dwi terbukti melanggar Pasal 3 jo 12 Undang-undang Nomor (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
JPU juga menghukum Dwi membayar denda Rp50 juta atau subsider 3 bulan penjara. Dia juga diberi hukuman tambahan berupa uang pengganti kerugian negara Rp80 juta. Uang ini sudah dititip ke kejaksaan.
"Setelah satu bulan putusan inkrah, harta terdakwa disita untuk mengganti kerugian negara. Kalau tidak, dapat diganti hukuman kurungan selama satu tahun," kata Amin.
Selain Dwi, JPU juga menuntut Yuliana J Baskoro dan Rinaldi Mugni. Yuliana merupakan rekanan proyek RTH Tunjuk Ajar Integritas, sedangkan Rinaldi adalah konsultan pengawas proyek.
Yuliana dituntut hukuman penjara selama 3,5 tahun sedangkan Rinaldi 2,5 tahun penjara. Keduanya juga dituntut membayar denda masing-masing Rp50 juta atau subsider 3 bulan kurungan.
Kedua terdakwa juga dituntut membayar uang pengganti kerugian negara. Rinaldi dibebankan membayar uang pengganti Rp85 juta atau subsider 1 tahun penjara dan uang juga sudah dititip kekejaksaan.
"Terdakwa Yuliana dituntut membayar uang pengganti kerugian negara Rp750.357.552. Hukuman itu dapat diganti penjara selama 1 tahun 8 bulan," kata Amin.
Yuliana dan Rinaldi dijerat dengan Pasal 3 Undang-undang Nomor (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Atas tuntutan itu, ketiga terdakwa diberi kesempatan untuk berkonsultasi dengan penasehat hukumnya. Mereka menyatakan akan mengajukan pembelaan (pledoi). "Ajukan pledoi," kata Dwi.
Majelis hakim mengagendakan persidangan pada pekan depan. "Kita minta terdakwa dan penasehat hukum menyiapkan pembelaan," kata Bambang.
Dalam dakwaan JPU, perbuatan ketiga terdakwa terjadi pada Juli hingga Desember 2016 lalu. Saat itu, terdakwa Yuliana mendatangi rumah di Jalan Dwi Agus Sumarno untuk meminta restu agar diizinkan ikut proyek di Dinas Pekerjaan Umum (PU) Ciptada Riau
Dwi menyetujui permintaan tersebut dan berjanji akan memenangkan perusahaan Yuliana. Selanjutnya Dwi memerintah Pejabat Pelaksana Kegiatan (PPK) Yusrizal agar memberikan proyek kepada Yuliana. Perintah itu diteruskan Yuarizal kepada bawahannya.
Saksi Yusrizal menetapkan dokumen jasa kontruksi yang memuat kerangka acuan proyek. Selanjutnya, Yuliana diberikan proyek arsitektur RTH Tunjuk Ajar Integritas.
Sementara dari proyek yang didapat, Yuliana menjanjikan memberikan fee sebesar 1 persen. Dwi memerintahkan anak buahnya menanyakan fee tersebut dan Yuliana memberikan sebesar Rp80 juta lebih untuk Dwi.
Dalam pelaksanaan proyek, terdakwa Rinaldi selaku konsultan tidak melakukan pekerjaan dengan baik. Dia tidak mengawasi proyek sebagaimana semestinya sehingga terjadi sejumlah penyimpangan dan menguntungkan pribadi.
Selain memberikan fee terhadap Dwi, proyek senilai Rp8 miliar itu juga menguntungkan Yuliana sebesar Rp750,357.552,99, Rinaldi sebesar Rp163 juta, Yusrizal 55 juta. Total kerugian negara dari BPKP kerugian negara Rp1,1 miliar.
Perkara ini juga melibatkan 15 tersangka lain. Tiga terdakwa lain juga sudah dalam proses persidangan, yakni Direktur CV Panca Mandiri Konsultan, Raymon Yundra, tenaga ahli tenaga ahli CV Panca Mandiri Konsultan, Arri Arwin, dan Direktur PT Bumi Riau Lestari, Khusnul.
Sementara 12 tersangka lagi dari Aparatur Sipil Negara (ASN) yang belum dilakukan penahanan. Penyidik Pidsus Kejati masih melengkapi berkas perkara mereka.