PEKANBARU (CAKAPLAH) - Sepanjang tahun 2019, persoalan pungutan uang komite sekolah dan pengurus administrasi pertanahan cukup banyak dilaporkan masyarakat ke Ombudsman Perwakilan Riau.
"Pungutan uang komite dan administrasi pertanahan seperti SKT dan SKGR, Karena tidak dicantumkan masalah tarifnya," kata Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan Masyarakat Ombudsman Riau, Bambang Pratama, Senin (23/12/2019).
Dia mengatakan, dua persoalan itu cukup banyak yang ditangani Ombudsman Riau. Hanya saja dia tidak menjelaskan berapa jumlah pasti pengaduan yang masuk.
"Untuk pendidikan saya lupa pastinya, sekitar 10 pengaduan. Tapi untuk pertanahan ada sekitar 30-an, rata-rata pengaduan mengeluhkan tarif ditentukan, padahal belum ada ditetapkan besaran tarif," terangnya.
Selain dua perkara itu, lanjut Bambang, potensi pungutan lain yang menjadi perhatian pihaknya terhadap pelayanan kesehatan, ketenagakerjaan, dan kepegawaian.
"Itu yang potensi, tapi sejauh ini belum ada laporan pengaduan yang kita terima. Tapi yang dua itu pendidikan dan pertanahan yang paling kencang masuk laporannya," cakapnya.
Sementara itu, Kepala Inspektorat Provinsi Riau Evandes Fajri saat dikonfirmasi terkait banyak laporan masyarakat soal pengutan uang komite menyatakan, untuk mengatasi persoalan tersebut Pemprov Riau sudah menerbitkan peraturan daerah (Perda) Wajib 12 Tahun Belajar.
"Adanya pungutan komite itu dulu karena ada kekurangan penganggaran di sekolah. Makanya komite dikukuhkan untuk memungut uang komite ke wali murid. Tapi dengan ada Perda itu ke depan tidak boleh lagi ada pungutan," katanya.
Evandes mengakui, berdasarkan evaluasi pihaknya sebagian besar pungutan uang komite banyak yang disalahgunakan.
"Tapi pengutan itu tak sepenuhnya untuk kekurangan biaya operasional sekolah. Namun digunakan di luar itu oleh komite dan sekolahnya," tutupnya.
Penulis | : | Amin |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Pemerintahan, Riau |