PEKANBARU (CAKAPLAH) - Tak bisa dipungkiri, pandemi covid-19 yang merebak di Indonesia berdampak pada hampir semua sektor kehidupan di negara ini.
Selain menimbulkan masalah kesehatan, pandemi Covid-19 juga berdampak besar pada sektor usaha hingga perekonomian nasional. Mulai dari pengusaha hingga karyawan, mau tidak mau harus mengalami jatuh bangun demi bertahan di kondisi sulit ini.
Namun, lain ceritanya dengan yang dialami Abdul Kohar, seorang petani kakao di daerah Rumbai, Pekanbaru. Di masa pandemi seperti seperti sekarang ini, dirinya sanggup bertahan bahkan penghasilannya cenderung meningkat dibandingkan dengan sebelumnya.
"Alhamdulillah saya menjadi orang yang tidak terdampak pandemi. Bisa dikatakan seperti itulah. Alhamdulillah pendapatan saya meningkat saat pandemi ini," ujar Abdul Kohar saat berbincang dengan CAKAPLAH.COM, Rabu (9/12/2020).
Ia mengatakan, di masa pandemi ini, kakao memang sedang tidak musim. Jadi buah pun tidak terlalu banyak di petani-petani kakao. Hal ini menjadikan harga kakao tetap stabil dan tidak turun.
"Sejak bulan Maret lalu, saat corona datang, itukan kakao memang tidak musim. Buah tidak terlalu banyak. Karena di pasaran buahnya sedikit ya otomastis harga masih tetap tinggi. Makanya saya katakan tidak terdampak, karena memang harga jual kakao saya memang cukup tinggi," Cakapnya.
Disampaikan pria berumur 67 tahun ini, untuk harga Kakao saat ini mencapai Rp26 ribu perkilonya. Biasanya saat sedang musim, Kakao dijual hanya Rp22 Ribu saja. "Kalau untuk buahnya Alhamdulillah masih lancar punya saya ini. Ya masih lumayanlah. Untuk pasarnya juga sudah ada, pembelinya yang langsung datang kerumah saya. Jadi saya tak peru keluarkan biaya tambahan lagi untuk mencari pembelinya. Sydah langgananlah," ungkapnya.
Lanjut Abdul Kohar, dalam sebulan biasanya dirinya mampu memanen sekitar 60 kilo. Memang ada penurunan jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Karena memang pohon kakao miliknya yang berjumlah sekitar 150 pohon ini sudah sejak tahun 2002 lalu ditanam.
"Tentu ada pengurangan hasil panen, karena memang sudah lama. Awal nanam dulu sekitar 200 pohon, namun seiring berjalan waktu sudah ada yang mati dan ada yang memang saya tumbang, sekarang jadi tinggal 150 an pohon. Kalau dulu sebulan bisa 80 an kilo, sekarang 60 kilo dalam sebulan," ungkapnya.
Yang menjadi kendala biasanya adalah saat musim hujan. Dirinya harus bekerja lebiih untuk menjemur. Karena jika tanpa sinar matahari, pengeringan biji kakao membutuhkan waktu yang cukup lama. Dan jika terlalu lama lembab, biji akan menghitam dan ualitasnya menjadi menurun.
"Tapi Alhamdulillah, kemarin itu udah dikasih bantuan alat pengering kakao dari Politeknik Caltex Riau. Jadi walau musim hujan, tidak pengaruhlah," tutupnya.
Penulis | : | Unik Susanti |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Serba Serbi, Riau |