Abdul Wahid
|
JAKARTA (CAKAPLAH) - Anggota Badan Legeslatif (Baleg) Fraksi PKB DPR RI, Abdul Wahid menegaskan dari 1,628 juta Hektare kebun kelapa sawit ilegal milik petani di Provinsi Riau, hanya 121.781 Ha saja lahan pertaniannya yang akan ditarik atau dikembalikan kepada negara.
Demikian disampaikan Abdul Wahid, ketika dihubungi CAKAPLAH.COM, Rabu (15/12/2020).
Dijelaskannya berdasarkan aturan pada Undang Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Omnibus Law, kebun pertanian rakyat yang wajib dikembalikan kepada Negara itu hanya kebun pertanian yang statusnya berada di kawasan hutan dilindungi saja.
Sehingga berdasarkan data kebun sawit ilegal atau yang berada di kawasan hutan milik petani di Provinsi Riau oleh Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera (P3ES) Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan (KLHK), per Oktober 2020 itu, hanya kebun kelapa sawit milik rakyat yang berada di kawasan hutan Cagar Alam seluas 592,10 Ha, ditambah yang berada di kawasan Hutan Lindung seluas 64.202,10 Ha. Serta yang berada di kawasan hutan Suaka Margasatwa seluas 12.037,10 Ha.
Selanjutnya kebun kelapa sawit milik petani yang berada di kawasan hutan Taman Hutan Raya seluas 3.551,00 Ha, ditambah yang berada di kawasan hutan Taman Nasional seluas 37.928,30 Ha dan kebun kelapa sawit yang berbeda di kawasan hutan Taman Wisata Alam seluas 3.471,10 Ha saja yang pasti akan ditarik penguasaan lahannya atau lahan pertaniannya dikembalikan ke Negara.
"Jadi konteksnya khusus untuk kebun kelapa sawit milik petani kelapa sawit di Riau yang berada di kawasan hutan dilindungi saja yang lahan pertaniannya akan dikembalikan ke negara, setelah satu masa daur hidup. Sesuai ketentuan pada Undang-undang Cipta Kerja itu. Jadi jika ditotal hanya 121.781 Ha saja kebun sawit ilegal milik petani di Riau yang akan disita negara itu," jelas Abdul Wahid, Rabu (16/12/2020).
Untuk itu, Abdul Wahid yang merupakan Anggota DPR dapil Riau itu meminta agar masyarakat khususnya petani kebun kelapa sawit di Riau untuk tidak salah mengartikan dari ketetapan pada Undang-undang Cipta Kerja terkait masalah status kebun sawit ilegal tersebut.
"Sebagai warga Riau, serta perwakilan rakyat masyarakat Riau saya memohon kepada seluruh masyarakat khususnya petani sawit di Riau agar tidak salah memahami tentang kebijakan terkait masalah kebun sawit ilegal milik petani di Riau. Sekali lagi saya tegaskan hanya 121.781 Ha saja kebun sawit ilegal milik petani di Riau yang akan disita negara itu," ungkapnya.
Sementara terhadap sisa 1.506.966 Ha kebun kelapa sawit ilegal milik petani di Provinsi Riau. Dimana diantaranya tersebar di Hutan Produksi seluas 474.383,10 Ha, Hutan Produksi yang dapat dikonversi seluas 624.668,20 Ha, Hutan Produksi Terbatas seluas 405.366,80 Ha dan Pengelolaan Kawasan Suaka Alam/Pelestarian Alam
(KSA/KPA) seluas 2.549,80 Ha, pada Undang Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Omnibus Law, ditetapkan masyarakat petani tetap bisa mengelola lahan pertaniannya. Dengan syarat petani yang memiliki kebun kelapa sawit maksimal luasnya hanya 5 Ha saja, wajib melaporkan penguasaan lahannya kepada Pemerintah. Sehingga Pemerintah akan memberikan secara gratis kuasa kepemilikan lahan tersebut.
Sedangkan bagi petani maupun korporasi yang memiliki kebun kelapa sawit luasnya lebih dari 5 Ha diwajibkan membayar denda kepada pemerintah mulai dari Rp5.000.000 hingga Rp15.000.000 per Ha.
"Kalau kebun itu luasnya hanya 5 hektar, petani cukup melaporkan kebunnya kepada pemerintah, biar segera diukur. Laporan itu harus dilengkapi dengan peta. Tapi kalau luas kebun sawitnya itu milik korporasi, aturannya lain. Perusahaan akan dikenai denda. Dendanya bervariasi, antara Rp5 juta-Rp15 juta per hektar," rinci Ketua DPW Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Riau ini.***